Breaking News

Jejak Kriminal Dewi Astutik: Ratu Sabu Golden Triangle yang Ditangkap BNN–BAIS TNI di Kamboja

Dewi Astutik, Otak Penyelundupan 2 Ton Sabu Ditangkap di Kamboja

D'On, Jakarta
- Operasi lintas negara itu bergerak pelan seperti bayangan yang menangkap aroma bahaya.

Dan pada akhirnya, perburuan panjang bertahun-tahun terhadap Dewi Astutik, perempuan yang disebut sebagai salah satu gembong narkoba paling licin asal Indonesia, mencapai titik henti di Sihanoukville, Kamboja.

Di kota pelabuhan yang kerap menjadi persinggahan para pemain gelap kawasan Mekong, petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama kepolisian Kamboja, KBRI Phnom Penh, Atase Pertahanan RI, dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI mengunci langkah buron internasional tersebut.
Sosok yang selama ini dikenal di dunia gelap sebagai “Mami” akhirnya terjaring.

Operasi itu dipimpin oleh Direktur Penindakan dan Pengejaran BNN, Roy Hardi Siahaan, dan menjadi misi yang dieksekusi dengan koordinasi diplomatik rapat oleh Dubes RI untuk Kamboja, Dr. Santo Darmosumarto, serta dukungan intelijen BAIS TNI di bawah Yudi Abrimantyo.

BNN menggambarkannya sebagai salah satu operasi paling kompleks yang mereka jalankan sepanjang 2025 melibatkan analisis intensif, jaringan intel, hingga diplomasi negara-ke-negara.
Semua digerakkan oleh satu tujuan: menangkap otak penyelundupan 2 ton sabu jaringan internasional Golden Triangle.

Sosok Dewi Astutik: Mantan TKW yang Menjadi Pengendali Narkotika Bernilai Rp 5 Triliun

Dewi Astutik bukan nama besar di depan publik  namun di jaringan narkotika Asia Tenggara, ia disebut “penggerak di balik layar”.
Perempuan asal Ponorogo, Jawa Timur, dengan identitas asli “PA”, menggunakan nama adiknya untuk menutupi jejaknya.
Jejak awalnya tidak mencolok: bekerja sebagai TKW sejak 2011. Namun entah bagaimana, ia kemudian masuk ke orbit perdagangan narkotika kelas kakap.

Informasi intelijen yang dihimpun BNN dan Interpol menunjukkan bahwa Dewi bukan sekadar kurir atau kaki tangan.
Ia memainkan peran kunci: perencana jalur, penyedia logistik, dan pengatur pergerakan kiriman sabu dari wilayah Golden Triangle  kawasan segitiga maut Myanmar–Laos–Thailand yang menjadi episentrum produksi metamfetamin terbesar di Asia.

Skala operasi Dewi mencengangkan.
Nilai narkotika yang dikendalikan mencapai Rp 5 triliun, dengan alur penyelundupan lintas laut menuju Indonesia, Malaysia, dan Filipina.

Jejak Kriminal Terendus: Awal Pengungkapan Jaringan

Benang merah kasus Dewi mulai terlihat ketika empat WNI  FR, LCS, RH, dan HS  ditangkap di atas sebuah kapal di perairan Asia Tenggara.
Penangkapan itu seperti membuka salah satu pintu labirin; perlahan-pelan seluruh struktur jaringan mulai tampak.

Kepala BNN, Marthinus Hukom, menegaskan bahwa penangkapan empat WNI tersebut membuktikan keterlibatan jaringan Indonesia dalam operasi narkotika berskala besar Asia Tenggara.

Kapal itu membawa 2 ton sabu yang dikemas dalam 2.000 bungkus, masing-masing ditempatkan dalam 67 kardus  semuanya dengan tanda visual khas jaringan Golden Triangle. Kemasan itu menjadi semacam sidik jari organisasi: warna tertentu, pola tertentu, dan kualitas wrapping yang tidak bisa dipalsukan pemain kelas kecil.

Rute kapal menarik perhatian intel:

  • Berangkat dari Golden Triangle
  • Terpantau di Laut Andaman
  • Berlayar mendekati Kepulauan Riau dan Batam

BNN menduga sabu tersebut hendak masuk ke pasar Indonesia sebelum diedarkan kembali ke Malaysia dan Filipina  model distribusi yang mencerminkan jaringan terorganisir, bukan operasi insidental.

Lima Bulan Operasi Senyap: Dari Pengintaian hingga Penyergapan

Untuk menjaring Dewi, BNN mengerahkan investigasi selama lima bulan.
Pergerakan kapal, komunikasi antaroperator, hingga aliran dana dianalisis dan dipetakan.
Semua proses itu dilakukan tanpa banyak suara  seperti melilit simpul jaring yang semakin rapat.

Ketika bukti cukup kuat, operasi laut digelar.

BNN dan Bea Cukai mengerahkan kapal BC-20003 dan BC-20007, sementara TNI AL mengirim dua kapal perang:

  • KRI Surik 645
  • KRI Silia 858

Operasi ini melibatkan personel gabungan dari Lantamal IV Batam, Polda Kepri, dan BAIS TNI.

Kejar-kejaran laut berlangsung di wilayah perairan yang kerap dimanfaatkan jaringan lintas negara karena karakteristiknya yang luas dan minim radar permanen.
Kapal target berhasil dihentikan dan dikawal menuju Dermaga Bea Cukai Tanjung Uncang, Batam.

Hasil pemeriksaan memunculkan temuan mengejutkan:
2.115.130 gram sabu tersembunyi di kompartemen mesin dan ruang depan kapal  metode penyembunyian yang menunjukkan pengalaman dan kecermatan para pelaku.

Enam ABK menjadi tersangka:

Empat WNI

  • FR
  • LCS
  • RH
  • HS

Dua Warga Thailand

  • MP
  • TL

Dari penyelidikan kemudian terungkap satu nama penting: seorang warga Thailand yang mengendalikan logistik dan pergerakan kapal, dikenal sebagai CC alias Kapten T alias MT alias JT.
Ia masih buron dan sudah masuk daftar pencarian Kepolisian Thailand.

BNN menyatakan akan menerbitkan red notice baru, menjadikannya buron internasional.

Penangkapan Dewi Astutik: Titik Akhir Perburuan yang Rumit

Setelah bukti, alur transaksi, dan komunikasi digital ditarik ke satu arah  nama Dewi muncul sebagai dalang.
IA mengatur jalur, memilih kapal, dan memerintahkan operator di lapangan.

Jejak digital dan pemetaan intelijen membawa tim ke Sihanoukville, Kamboja  salah satu pusat transit narkotika regional.

Dengungan operasi senyap pun dimulai.

Kerja sama antara BNN, Kepolisian Kamboja, BAIS TNI, dan KBRI Phnom Penh menjadi kunci.
Negosiasi diplomatik, legalitas, hingga pengamanan pemindahan tersangka dijalankan hati-hati.
Dewi akhirnya ditangkap tanpa perlawanan berarti.

BNN menyebut penangkapan ini sebagai “pukulan telak terhadap jaringan narkotika Golden Triangle yang melibatkan aktor-aktor Indonesia.”

Dengan ditangkapnya Dewi, jalur pengiriman sabu bernilai triliunan rupiah itu diyakini akan mengalami retakan besar  meski BNN mengakui masih banyak simpul jaringan lain yang harus diurai.

(L6)

#BNN #BAIS #Narkoba #DewiAstutik #RatuNarkoba