Oknum Polisi Mabuk Hantam Perempuan dengan Popor Senjata

Kabid Humas Polda NTT, Kombes Henry Novika Chandra.
D'On, Sikka - Sore di Kota Uneng, Kabupaten Sikka, NTT, mendadak berubah menjadi panggung kekerasan pada Minggu, 30 November 2025. Seorang anggota Satpolair Polres Sikka, Bripka Akmal Fajri Suksin, yang disebut tengah berada dalam pengaruh minuman keras, datang ke rumah warga sembari menenteng senjata laras panjang SS1 sebuah pemandangan yang seharusnya tak pernah muncul di permukiman damai itu.
Korban, Hartina, dan saudara laki-lakinya, Yardi, tak pernah menyangka sore mereka akan diretas oleh tindakan brutal aparat yang seharusnya melindungi mereka. Bripka Akmal, menurut laporan resmi, masuk ke lingkungan rumah tersebut dalam keadaan sempoyongan namun agresif, membawa senjata yang biasanya hanya digunakan dalam operasi resmi.
Pukulan Popor Senjata
Kabid Humas Polda NTT, Kombes Henry Novika Chandra, mengonfirmasi bahwa begitu tiba di rumah korban, Bripka Akmal melakukan penganiayaan tanpa penjelasan apa pun. Popor senjata SS1 itu menghantam tubuh Hartina dan Yardi.
Hartina mengalami memar yang cukup jelas pada jari tengah bukti fisik bahwa popor senjata bukan hanya diacungkan, tetapi benar-benar diayunkan. Pintu rumah mereka pun ikut menjadi korban, pecah dan rusak akibat amukan aparat yang hilang kendali.
Laporan Langsung, Tindakan Cepat
Tak gentar, Hartina melapor ke Unit Propam Polres Sikka. Laporan itu menjadi pemicu serangkaian tindakan cepat dari internal kepolisian. Tim Propam langsung bergerak ke lokasi, memastikan kondisi korban, memeriksa TKP, dan menangkap Bripka Akmal di tempat.
“Senjata api dinas berhasil kami sita dari pelaku,” tegas Kombes Henry, memastikan bahwa alat yang seharusnya menjadi simbol penjagaan hukum tak lagi berada di tangan pelaku.
Komitmen Keras Polda NTT
Henry menegaskan bahwa Bripka Akmal kini menjalani pemeriksaan intensif oleh Propam. Ia tidak menutup-nutupi kesalahan bawahannya dan bahkan menempatkan kasus ini sebagai bukti bahwa polisi yang bersalah tidak akan mendapat perlindungan institusional.
“Tindakannya tidak mencerminkan Polri. Setiap anggota yang melanggar, apalagi dalam kondisi mabuk dan melakukan kekerasan, akan diproses tegas tanpa kompromi,” ujarnya.
Polda NTT, menurut Henry, ingin menunjukkan bahwa tubuh Polri bukan ruang aman bagi perilaku sewenang-wenang. Keberanian masyarakat seperti Hartina untuk melapor adalah fondasi penting untuk memperbaiki kepercayaan publik dan Polda NTT mengklaim siap menjaganya.
Transparansi dan Harapan
Kasus ini menjadi cermin besar tentang rentannya warga menghadapi aparat yang menyalahgunakan wewenang, namun juga tentang gerak cepat mekanisme pengawasan internal saat masyarakat berani bersuara.
“Setiap laporan pasti ditindaklanjuti. Ini menunjukkan komitmen Polri untuk bertindak cepat, tegas, dan transparan,” kata Henry.
Di Kota Uneng, pintu rumah Hartina mungkin masih retak, jari tangannya masih sakit, dan trauma sore itu mungkin belum reda. Namun langkah awal keadilan telah bergerak dan semua mata kini menunggu apakah proses ini benar-benar berakhir di titik yang layak: pertanggungjawaban penuh.
(L6)
#OknumPolisiMabukHajarPerempuan #Polri #Peristiwa