Breaking News

Hashim Sentil Sistem Pajak dan Bea Cukai “Bobrok”, Menkeu Purbaya: “Kita Cari Bobroknya di Mana”

Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa melakukan kunjungan kerja ke Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai (Bea Cukai) Bandara Soekarno-Hatta. (Sumber: @menkeuri)

D'On, JAKARTA
— Pernyataan keras Utusan Khusus Presiden Bidang Energi dan Iklim, Hashim Djojohadikusumo, yang menyebut sistem pajak dan bea cukai Indonesia masih “bobrok”, langsung mendapat respons dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Alih-alih membantah, Purbaya justru mengakui adanya potensi kebocoran penerimaan negara dan menyatakan pemerintah tengah membedah persoalan itu secara menyeluruh.

“Kita nggak tahu persis di mana saja, tapi yang jelas pasti ada yang bocor di sana-sini,” kata Purbaya di Istana Negara, Selasa (16/12/2025).

Pernyataan ini sekaligus menjadi pengakuan terbuka bahwa problem struktural dalam sistem penerimaan negara memang nyata, dan tidak bisa lagi disembunyikan di balik angka-angka makro yang terlihat stabil di atas kertas.

Otomatisasi Bea Cukai Jadi Pintu Masuk Pembenahan

Menanggapi kritik Hashim, Purbaya menyebut salah satu solusi konkret yang kini mengemuka adalah otomatisasi sistem di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, khususnya pada sektor-sektor rawan manipulasi dan kebocoran. Salah satu fokus utamanya adalah produksi rokok, komoditas strategis yang selama ini menjadi penyumbang besar penerimaan cukai negara.

“Yang Pak Hashim usulkan untuk Bea Cukai itu otomatisasi, misalnya untuk monitoring produksi rokok,” ujar Purbaya.

Menurutnya, sistem pengawasan saat ini masih terlalu bergantung pada pelaporan manual dan pengawasan konvensional di lapangan, yang membuka ruang besar bagi manipulasi data, penghindaran cukai, hingga praktik ilegal lainnya.

Rokok Dimonitor Real Time, Data Langsung Masuk Sistem Keuangan Negara

Purbaya menjelaskan, teknologi yang ditawarkan memungkinkan pemantauan produksi rokok secara real time, di mana data langsung terhubung ke sistem keuangan Bea dan Cukai tanpa perantara laporan manual.

Dalam skema tersebut, setiap produk rokok akan dibekali kode khusus yang dapat dipindai menggunakan telepon genggam atau perangkat tertentu oleh petugas. Dari satu pemindaian, aparat bisa mengetahui asal pabrik, jalur distribusi, hingga status pembayaran cukainya.

“Rokok langsung dimonitor sama alat itu. Langsung masuk ke sistem keuangan di Bea Cukai. Jadi ketahuan rokok mana, dari mana, ke mana. Pengawasannya akan jauh lebih gampang,” tegasnya.

Dengan sistem ini, potensi permainan data dan praktik ‘main mata’ di lapangan diharapkan bisa ditekan secara signifikan.

Teknologi Sudah Siap, Tinggal Harga Jangan “Kemahalan”

Purbaya mengungkapkan, secara teknologi sistem tersebut sudah ia tinjau langsung dan dinilai cukup mumpuni untuk diterapkan di Indonesia. Tantangan utama saat ini justru terletak pada negosiasi harga alat dengan penyedia teknologi.

“Saya sudah lihat teknologinya, cukup bagus. Tinggal masalah negosiasi harga. Jangan kemahalan, biar murah dikit lah,” ujarnya dengan nada lugas.

Pernyataan ini sekaligus menegaskan sikap pemerintah agar transformasi digital tidak justru menjadi ladang pemborosan anggaran baru.

Digitalisasi Pajak Lintas Negara Masih Jalan Panjang

Tak hanya bea cukai, Kementerian Keuangan juga mulai mengkaji otomatisasi dan digitalisasi pajak, khususnya untuk aktivitas perdagangan lintas negara. Namun, Purbaya mengakui tantangan di sektor ini jauh lebih kompleks.

Berbeda dengan cukai rokok yang berbasis produksi fisik, pajak perdagangan internasional menyangkut sistem global, data lintas yurisdiksi, serta kesiapan teknologi yang hingga kini dinilai belum matang.

“Digitalisasi pajak perdagangan ke luar negeri sedang kita pelajari. Tapi kelihatannya agak berat, karena sistem yang ditawarkan vendornya belum siap,” ungkapnya.

Sinyal Kuat: Pemerintah Tak Lagi Menutup Mata

Respons terbuka Menkeu Purbaya terhadap kritik Hashim Djojohadikusumo menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah mulai lebih jujur membaca persoalan penerimaan negara. Istilah “bobrok” yang sebelumnya dianggap tabu, kini justru dijadikan pintu masuk evaluasi.

Alih-alih defensif, pemerintah memilih pendekatan korektif: mencari celah kebocoran, membongkar titik lemah sistem, dan mendorong digitalisasi sebagai alat pengawasan baru.

Namun, publik kini menanti satu hal krusial: apakah pembenahan ini akan berhenti di wacana teknologi, atau benar-benar menyentuh akar masalah tata kelola dan integritas di lapangan.

Karena pada akhirnya, secanggih apa pun sistem, tanpa keberanian menertibkan manusia di baliknya, kebocoran negara akan selalu menemukan jalannya.

(L6)

#Pajak #BeaCukai #PurbayaYudhiSadewa #Nasional