Calon LC Tewas Disiksa 3 Hari oleh Bos & Pacar: Rekonstruksi Kekejaman di Mess Jodoh Permai

Polisi tetapkan 4 tersangka Penganiayaan tragis Calon LC rekrutan Media Sosial di Batam. Satu diantaranya WL pemilik Agensi MK (Istimewa)
D'On, Batam - Di sebuah kamar sempit di Mess Jodoh Permai, Batu Ampar, Batam ruang yang mestinya menjadi tempat transit para pekerja hiburan rahasia kelam terungkap pada akhir November 2025. Di sanalah Dwi Putri Aprilian Dini (25), perempuan yang baru mendaftar sebagai calon Ladies Companion, menghabiskan tiga hari terakhir hidupnya dalam penyiksaan yang tak dapat dibayangkan nalar.
Ia direkrut lewat media sosial oleh MK Manajemen, sebuah agensi LC yang memikat calon pekerja dengan janji pekerjaan mudah dan penghasilan cepat. Namun di balik layar rekrutmen yang rapi, tersimpan ruang gelap yang akhirnya membuka taringnya.
Tiga Hari Teror
Polisi menjelaskan: mulai 25 hingga 27 November 2025, Dwi Putri menjadi objek kekerasan yang dilakukan oleh Wilson Lukman alias Koko (28) pemilik agensi dan tiga perempuan yang disebut sebagai pacar sekaligus koordinator LC.
Penyiksaan itu bukan ledakan emosi spontan. Ia berlangsung bertahap, terukur, dan tumpah ruah dalam kejamnya alat-alat yang ditemukan polisi di lokasi. Alat yang seharusnya mengisi rak perkakas berubah menjadi instrumen penyiksa.
Lakban. Bor besi. Sapu lidi. Selang air. Potongan kayu.
Beberapa di antaranya masih menyimpan noda kering yang seolah menjadi saksi bisu bagaimana tubuh korban dijadikan ladang pelampiasan.
“Korban mengalami kekerasan terus-menerus di dalam mess. Pada hari ketiga, kondisi korban tak lagi bernyawa,” ungkap Kapolsek Batu Ampar, Kompol Amru, dengan suara yang terdengar menahan amarah.
Rekayasa yang Menyalakan Api
Kekerasan itu disebut bermula dari kabar palsu.
Melika Levana alias Mami (36) salah satu pacar Wilson mengaku kepada Wilson bahwa ia telah dicekik oleh korban. Bukan hanya mengaku, ia bahkan membuat rekaman video rekayasa, seolah-olah sedang diserang Dwi Putri.
Siasat itu menyulut emosi Wilson. Polisi memastikan video itu sepenuhnya palsu.
“Rekaman itu dibuat untuk memancing reaksi pelaku utama,” kata Kompol Amru.
Skenario manipulatif itu menjadi awal dari tragedi yang merenggut nyawa seorang perempuan yang bahkan belum sempat memulai pekerjaannya sebagai LC.
Upaya Menutupi Kejahatan
Saat korban dipastikan tewas, Wilson panik lalu memilih langkah yang hanya memperdalam bobot kejahatannya.
Ia membawa jenazah Dwi Putri ke RS Elisabeth Sei Lekop, Sagulung, sekitar pukul 20.00 WIB, 28 November. Jarak lokasi rumah sakit dengan TKP menunjukkan jelas: ini bukan pengantaran spontan, melainkan usaha melabuhkan jejak sejauh mungkin.
Di rumah sakit ia memberikan keterangan palsu. Menyebut tubuh korban sebagai “Mr. X”. Mengklaim perempuan itu tak beridentitas.
Seolah ingin menghapus keberadaan seseorang yang hidupnya telah ia cabik.
Tidak cukup dengan itu, Wilson memerintahkan anak buahnya mencarikan seorang ustadz agar korban bisa segera dikubur tanpa proses hukum.
“Mereka ingin kasus ini hilang begitu saja. Dimakamkan diam-diam, tanpa catatan, tanpa laporan,” ujar Amru.
Namun rancangan itu gagal. Jejak kekerasan terlalu pekat untuk ditimbun.
18 Barang Bukti: Detail Horor Ruang Penyiksaan
Polisi menyita 18 barang bukti, masing-masing seolah menjadi potongan puzzle dari tiga hari neraka:
- Lakban gulung yang robek tak rapi
- Memory card berisi rekaman dan komunikasi internal
- Tisu yang mengering dengan bercak darah
- Bor besi dengan ujung kusam
- Sapu lidi patah di beberapa bagian
- Selang air terlipat
- Potongan kayu yang berubah fungsi
- Satu unit mobil yang digunakan memindahkan jenazah
Setiap barang bukti memantulkan bayangan gelap bagaimana korban berusaha bertahan.
Ancaman Hukuman Menggantung di Atas Kepala Para Pelaku
Wilson dan para rekannya kini dijerat pasal berat:
Pembunuhan berencana dan/atau penganiayaan yang mengakibatkan kematian.
Hukuman: penjara seumur hidup, atau maksimal 20 tahun.
Penyidik saat ini merunut ulang jalur rekrutmen MK Manajemen. Struktur agensinya, alur perekrutan via media sosial, hingga kemungkinan adanya korban lain—semuanya kini berada di bawah sorotan.
“Korban masih berstatus calon LC, belum bekerja. Ini yang membuat kasus ini semakin mengiris,” tutur Kompol Amru.
Babak Selanjutnya: Membongkar Akar Gelap Bisnis LC
Kepolisian kini memperluas penyelidikan. Apakah kekerasan ini bagian dari pola? Apakah ada standar tak manusiawi dalam perekrutan? Atau korban lain yang memilih diam karena takut?
Jawabannya masih ditelusuri.
Yang jelas, kematian Dwi Putri menjadi pengingat brutal tentang bagaimana lembaga rekrutmen gelap bisa memangsa mereka yang mencari peluang hidup—dan bagaimana ruang-ruang tertutup bisa menyimpan tragedi yang tak terbayangkan.
(L6)
#Pembunuhan #Kriminal #LCDibunuh