Breaking News

22 Tambang Ilegal Rugikan Negara Rp 29,2 Triliun, Satgas Halilintar Buka Perang Terhadap Penjarah Hutan

Temuan aktivitas tambang batu bara ilegal dan perambahan hutan di sekitar kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN). Foto: Dok. Humas OIKN

D'On, Jakarta -
 Negara akhirnya tidak lagi sekadar menonton. Setelah bertahun-tahun aktivitas tambang ilegal menggerogoti hutan dan menggerus keuangan negara, pemerintah melalui Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) resmi mengunci potensi kebocoran besar. Sedikitnya 22 perusahaan tambang ilegal kini dibidik denda administratif fantastis senilai Rp 29,2 triliun.

Langkah tegas ini dilakukan oleh Satgas Halilintar PKH, satuan khusus yang dibentuk untuk membongkar praktik tambang tanpa izin di kawasan hutan negara—praktik yang selama ini kerap berlindung di balik lemahnya pengawasan dan dugaan keterlibatan oknum berpengaruh.

“Sudah ada 22 perusahaan yang dilakukan penghitungan. Total nilai yang harus dibayarkan oleh 22 PT ini kurang lebih Rp 29,2 triliun,” tegas Ketua Satgas Halilintar PKH, Mayjen TNI Febriel Buyung Sikumbang, Minggu (21/12).

Dibongkar Lewat Satelit, Tak Ada Lagi Tempat Bersembunyi

Febriel mengungkapkan, operasi penindakan tidak dilakukan secara sembarangan. Satgas Halilintar memanfaatkan data geospasial berpresisi tinggi dan citra satelit untuk melacak bukaan lahan tambang di kawasan hutan yang tidak memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).

Dengan teknologi ini, negara tak lagi bergantung pada laporan manual atau inspeksi lapangan semata. Setiap bukaan hutan, setiap garis galian tambang, hingga jejak aktivitas alat berat dapat terbaca jelas dari udara.

“Tidak ada lagi ruang abu-abu. Kawasan hutan terbuka terlihat jelas. Mana yang berizin, mana yang tidak,” kata Febriel.

120 Perusahaan Dipanggil, 12 Provinsi Disisir

Tak berhenti pada 22 perusahaan, Satgas Halilintar PKH telah memanggil dan memverifikasi 120 perusahaan tambang yang tersebar di 12 provinsi, mulai dari:

  • Sulawesi Tenggara
  • Kalimantan Timur
  • Kalimantan Selatan
  • Maluku Utara
  • Hingga Papua

Dari hasil verifikasi awal, pelanggaran paling dominan berasal dari tambang nikel, komoditas strategis yang ironisnya justru menjadi ladang pelanggaran hukum. Disusul oleh batu bara, tembaga, dan emas.

Aktivitas tambang koridor ini bukan hanya merusak hutan, tetapi juga menghilangkan potensi penerimaan negara dalam skala masif, baik dari PNBP, pajak, hingga royalti.

Tak Pandang Bulu, Oknum Pejabat Diminta “Menepi”

Dalam pernyataan yang jarang terdengar setegas ini, Febriel menegaskan bahwa tidak ada kekebalan hukum, bahkan jika pelanggaran melibatkan pejabat negara atau aktor politik.

Penegasan itu, kata dia, merupakan mandat langsung Presiden Prabowo Subianto.

“Bapak Presiden menegaskan bahwa bagi pejabat negara—apakah itu TNI, Polri, pemerintah, bahkan partai politik—jika selama ini menjadi bagian dari praktik tersebut, untuk menepi,” ujar Febriel.

Pernyataan ini sekaligus mematahkan stigma lama bahwa tambang ilegal selalu dilindungi oleh kekuatan tertentu. Kali ini, negara memilih berdiri di garis depan.

Administratif Dulu, Pidana Menyusul Jika Membandel

Dalam tahap awal, penindakan difokuskan pada penyelesaian administratif melalui pengenaan denda berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025. Pemerintah memberi ruang bagi perusahaan untuk bertanggung jawab secara finansial atas kerusakan dan pelanggaran yang dilakukan.

Namun, Satgas Halilintar memberi sinyal keras: ketidakpatuhan akan berbuntut hukum.

“Berbagai langkah hukum akan dilakukan supaya pelaku usaha itu bisa melakukan pembayaran,” tegas Febriel.

Artinya jelas: membayar atau berhadapan dengan konsekuensi pidana.

Momentum Penegakan Hukum Sektor Tambang

Langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa era pembiaran mulai ditutup. Penertiban tambang ilegal bukan sekadar soal uang, tetapi soal kedaulatan negara atas hutan, sumber daya alam, dan keadilan bagi publik.

Dengan potensi Rp 29,2 triliun di meja penagihan, negara kini dihadapkan pada ujian berikutnya: apakah denda itu benar-benar dibayar, atau kembali lenyap dalam labirin kompromi?

Publik menunggu dan kali ini, sorotan tak akan mudah dialihkan.

(K)

#TambangIlegal #SatgasHalilintar #Nasional