Orang Minang Pendiri UGM Ini Pernah Menjabat Presiden RI, Namun Tak Diakui Secara Resmi Ada Apa?

Mr. Assaat saat menjabat Ketua BPKNIP (Wikimedia Commons via historia.id)
Dirgantaraonline - Tidak banyak yang tahu bahwa sejarah Indonesia pernah mencatat sosok dari Ranah Minang yang duduk di kursi tertinggi pemerintahan: Presiden Republik Indonesia. Namun ironisnya, nama tokoh itu nyaris tak muncul dalam buku pelajaran sejarah, tidak diulas secara mendalam dalam literatur resmi, bahkan sering diperdebatkan statusnya.
Dialah Mr. Assaat, tokoh kunci Republik Indonesia pada masa kritis 1948–1950, sekaligus salah satu pendiri Universitas Gadjah Mada (UGM).
Lalu, mengapa sosok penting ini jarang disebut sebagai Presiden RI dan tidak diakui secara formal?
Mari kita mengurai kisahnya.
Mengenal Mr. Assaat: Putra Minang Pendiam yang Mengguncang Sejarah
Assaat Datuk Mudo, lahir di Sawahlunto, 18 September 1904, tumbuh sebagai anak Minangkabau yang tekun, sederhana, namun memiliki kecerdasan tajam. Ia wafat pada 16 Juni 1976 dalam kondisi yang jauh dari hingar-bingar ketokohan nasional.
Walaupun namanya tenggelam dalam narasi sejarah Indonesia, perannya begitu besar dalam mempertahankan eksistensi Republik Indonesia pasca Agresi Militer Belanda II.
Jejak Pendidikan: Dari Adabiah, STOVIA, hingga Meraih Meester di Belanda
Perjalanan pendidikan Assaat menunjukkan kegigihan dan idealisme seorang pemuda berkarakter kuat:
1. Pendidikan Awal di Adabiah dan MULO Padang
Di sinilah fondasi intelektualnya terbentuk. Pergaulan dengan pemikir muda Minang menumbuhkan wawasan politik dan kebangsaan yang progresif.
2. STOVIA Jakarta dan Keputusan Berani untuk Berpindah Arah
Awalnya Assaat diterima di sekolah kedokteran bergengsi ini. Namun, ia merasa dunia medis bukan jalan perjuangannya.
Ia berpindah ke AMS (setara SMA masa kini) dengan fokus pada ilmu pengetahuan sosial dan humaniora.
3. RHS Batavia Gerakan Nasional Mengganggu Pendidikan
Assaat melanjutkan pendidikan hukum di Rechtshoogeschool te Batavia (RHS), sekolah tinggi hukum paling prestisius di Indonesia kala itu.
Namun di sinilah aktivitas politiknya mulai menguat. Ia tergabung dalam:
- Jong Sumatranen Bond, organisasi pemuda cikal bakal nasionalisme Sumatera
- Kelompok-kelompok diskusi kebangsaan
- Pergerakan anti-kolonial yang diperketat oleh Belanda
Tekanannya begitu besar hingga pihak kolonial menghambat kelulusannya.
4. Melanjutkan Studi ke Leiden, Belanda
Bukannya menyerah, Assaat justru berangkat ke Belanda dan meraih gelar Meester in de Rechten (Mr.), gelar sarjana hukum Belanda yang bergengsi.
Gelar inilah yang kemudian melekat dalam namanya sepanjang hayat.
Masa Kemerdekaan: Dari Advokat hingga Tokoh Penting Negara
Ketika pulang pada tahun 1939, Assaat langsung membuka kantor advokat. Namun gelora perjuangan menuntunnya memasuki panggung politik.
1. Menjadi Anggota KNIP
Ia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) semacam parlemen masa awal republik.
Perannya di sini membuatnya diperhitungkan sebagai tokoh moderat, cerdas, dan disegani.
2. Situasi Kritis 1948: Indonesia Tanpa Presiden
Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II, seluruh pemimpin nasional termasuk Soekarno–Hatta ditangkap dan diasingkan.
Pemerintahan Republik terpecah dan berada dalam bahaya.
Di Yogyakarta, para pemimpin yang tersisa menunjuk Mr. Assaat sebagai Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia.
Assaat Menjadi Pemangku Jabatan Presiden RI (1949–1950)
Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) pada akhir 1949, Indonesia memasuki masa transisi dari:
Republik Indonesia → Republik Indonesia Serikat (RIS)
Pada fase inilah jabatan Presiden RI Yogyakarta dipisahkan dari Presiden RIS.
- Soekarno menjadi Presiden RIS
- Mr. Assaat menjadi Acting President Republik Indonesia (Presiden RI yang berkedudukan di Yogyakarta)
Inilah fakta sejarah yang membuat banyak kalangan menyebutnya sebagai Presiden Indonesia yang “dilupakan”.
Mengapa Tidak Diakui Secara Resmi?
Sederhana:
Karena pada masa itu, negara menggunakan sistem federal, sehingga jabatan Assaat dianggap sebagai pemimpin salah satu bagian negara, bukan presiden utama Indonesia.
Namun, dari sisi legitimasi historis, ia tetaplah pemimpin Republik Indonesia dalam masa vakum kekuasaan.
Peran Besar Assaat: Dari Pendiri UGM hingga Penjaga Stabilitas Negara
1. Salah Satu Pendiri Universitas Gadjah Mada
Di masa jabatannya, Assaat memprakarsai pendirian UGM, universitas pertama yang benar-benar dibangun oleh Republik Indonesia.
UGM berdiri pada 19 Desember 1949 sebagai simbol kedaulatan pendidikan nasional.
2. Menjaga Republik Saat Situasi Kacau
Assaat menjadi simbol kontinuitas Republik di tengah ancaman federalisme Belanda.
Kepemimpinannya yang tenang membuat Republik tetap punya “wajah” ketika tokoh lain ditawan.
Kehidupan Setelah Menjabat: Terasing karena Prinsip
Setelah masa transisi menuju Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 1950, Assaat kembali menjadi tokoh penting negara.
Namun sikapnya yang keras menentang Demokrasi Terpimpin membuat ia berseberangan dengan Soekarno.
Akibatnya:
- Ia tersingkir dari panggung politik
- Beberapa kali mengalami tekanan
- Hidup relatif tertutup di masa akhir hayatnya
Namanya perlahan ditenggelamkan oleh arus politik, meskipun kontribusinya begitu besar.
Mengapa Kita Perlu Mengingat Nama Mr. Assaat?
Karena tanpa Assaat, republik bisa saja kehilangan arah pada masa paling kritisnya.
Karena UGM salah satu universitas terbaik Indonesia berdiri berkat perjuangannya.
Karena sejarah tidak boleh dipenuhi tokoh besar saja; ia harus jujur, lengkap, dan menghargai mereka yang berjuang tanpa pamrih.
Assaat adalah bukti bahwa pahlawan sejati tidak selalu hidup dalam sorotan.
Sosok pendiam dari Minangkabau ini pernah menjadi “Presiden RI” pada masa paling menentukan namun justru paling jarang disebut.
Dan kini, sejarah menagih keadilan itu.
(*)
#Sejarah #MrAssaat #Tokoh