Breaking News

Duka di Padang: 31.845 Warga Terdampak, Delapan Jiwa Melayang Saat Arus Sungai Mengamuk


D'On, Padang —
Kota Padang kembali dirundung duka pada Jumat (28/11/2025). Deru hujan yang sejak pagi turun tanpa jeda berubah menjadi petaka saat debit sungai di sejumlah wilayah melonjak liar, menghantam permukiman, dan menyeret apa pun yang tak sempat menghindar. Di tengah kepanikan yang menguar dari lorong-lorong kampung, delapan warga tak berhasil menyelamatkan diri.

“Delapan warga kita meninggal dunia akibat bencana hidrometeorologi ini,” ujar Kepala Pelaksana BPBD Kota Padang, Hendri Zulviton, dalam keterangan resmi kepada Diskominfo, Jumat malam. Suaranya terdengar menahan getir—seolah masih bergema kejadian beberapa jam sebelumnya.

Korban Terseret Arus Sungai yang Meluap

Seluruh korban berasal dari Kecamatan Koto Tangah, salah satu wilayah yang dilintasi aliran sungai dan dikenal rawan ketika hujan ekstrem datang bertubi-tubi.
Enam korban ditemukan di Lubuk Minturun, satu korban berasal dari Ukur Koto, dan satu lagi ditemukan di Pasie Nan Tigo.
Mereka terseret arus sungai yang mendadak meluap, mengubah air cokelat yang biasanya jinak menjadi pusaran yang tak memberi kesempatan.

“Seluruh korban sudah kita evakuasi,” tutur Hendri. Namun proses itu bukan tanpa hambatan tim gabungan harus menembus kegelapan, lumpur, dan serpihan material yang terbawa banjir.

Puluhan Ribu Warga Terdampak: Kota yang Goyang oleh Air

Data Pusdalops BPBD Padang mencatat, 31.845 warga terdampak banjir yang merendam permukiman, memutus akses jalan, dan melumpuhkan aktivitas harian.
Kecamatan Koto Tangah menjadi wilayah paling parah, dengan 21.488 jiwa yang harus berjibaku menyelamatkan barang-barang penting sebelum air merangkak ke dalam rumah.
Di posisi berikutnya, Kecamatan Padang Utara mencatat 4.898 warga terdampak.

Sementara itu, gelombang warga yang harus mengungsi melonjak hingga 17.220 jiwa. Mereka kini bertahan di pos-pos darurat—sebagian di sekolah, sebagian lagi menumpang di rumah ibadah yang disulap menjadi tempat perlindungan sementara.
Di sana, malam-malam terasa panjang. Lantai dingin, suara anak menangis, dan aroma mie instan yang dibagi bergiliran menjadi pengingat bahwa rumah mereka sedang tidak bisa dihuni.

Rumah Rusak: Jejak yang Ditorehkan Banjir di Banyak Sudut Kota

Di sisi lain, banjir ini meninggalkan luka fisik yang jelas terlihat. 156 unit rumah tercatat rusak, mulai dari yang retak parah hingga yang lapuk dihantam arus.
Kecamatan Pauh menjadi yang paling banyak menanggung kerusakan, dengan 80 unit rumah yang terdampak—sebagian besar menyisakan dinding berlubang, perabot yang mengapung, dan halaman yang tertimbun lumpur tebal seperti tanah yang hendak menelan jejak kehidupan penghuninya.

“Kerusakannya beragam, ada yang berat, sedang, maupun ringan,” jelas Hendri.
BPBD masih bergerak dari rumah ke rumah, mencatat detail kerusakan, memastikan tidak ada korban yang luput dari pendataan.

Upaya Berlanjut: Pendataan dan Pemulihan

Hingga berita ini disusun, Pusdalops BPBD Padang masih melakukan pendataan lanjutan. Setiap hari, laporan baru masuk tentang kerugian materi, warga hilang kontak, hingga kebutuhan logistik di sejumlah titik pengungsian.
Pihak berwenang berjanji akan memperbarui data secara berkala agar penanganan dapat lebih cepat dan tepat sasaran.

Di luar angka-angka itu, satu hal membayang jelas: Padang kembali diuji oleh alam, dan warganya kembali menunjukkan ketangguhan yang tak pernah benar-benar padam.

(Mond)

#BanjirPadang #Padang #BencanaAlam #Peristiwa #BPBDPadang