Netanyahu Bangga Menjatuhkan 153 Ton Bom Sehari di Gaza: Saat Kebiadaban Jadi Kebanggaan

Benjamin Netanyahu membanggakan pelanggaran gencatan senjata dengan menjatuhkan 153 ton bom sehari di Gaza saat pidato di parlemen Israel (Foto: AP)
D'On, Tel Aviv - Dunia kembali dibuat terperangah oleh pernyataan dingin dan tanpa rasa bersalah dari Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Dalam pidatonya di sidang musim dingin Knesset, ia dengan nada penuh kebanggaan mengumumkan bahwa pasukan Israel telah menjatuhkan 153 ton bom dalam waktu 24 jam ke wilayah Gaza sebuah wilayah kecil yang sudah porak-poranda dan nyaris tak berdaya.
Di hadapan parlemen, Netanyahu menyebut aksi itu sebagai “respon penuh kekuatan” atas kematian dua tentara Israel, seolah dua nyawa tentaranya sepadan dengan puluhan nyawa warga sipil Palestina yang melayang dan ratusan lainnya yang terluka.
“Selama gencatan senjata, dua tentara kita tewas. Kita merespons dengan kekuatan penuh 153 ton bom terhadap target di seluruh Jalur Gaza,” ujarnya dengan nada tegas yang disambut tepuk tangan sebagian anggota parlemen.
Pernyataan itu bukan hanya pengakuan terang-terangan atas pelanggaran gencatan senjata, tetapi juga potret jelas dari kejamnya nurani kekuasaan.
Gencatan Senjata yang Hanya Nama, Gaza Jadi Neraka Terbuka
Sejak gencatan senjata disepakati pada 10 Oktober 2025, Israel telah mencatat lebih dari 80 pelanggaran, menurut data Kantor Media Gaza. Namun serangan pada Minggu (19/10) adalah yang paling brutal. Dalam waktu satu hari, 46 warga Palestina tewas, termasuk anak-anak dan perempuan, sementara lebih dari 200 orang luka-luka akibat hujan bom tanpa ampun itu.
Saksi mata menggambarkan suasana seperti kiamat kecil: rumah-rumah rata dengan tanah, tubuh-tubuh tertimbun puing, dan teriakan kehilangan menggema di setiap sudut kota. Di tengah reruntuhan, relawan menggali dengan tangan kosong, mencari sisa-sisa keluarga mereka yang lenyap dalam kobaran api.
Bagi penduduk Gaza, gencatan senjata yang diumumkan Israel kini tak lebih dari dokumen tanpa makna, sebuah tipuan politik untuk menenangkan opini internasional sambil terus melanjutkan penghancuran sistematis terhadap rakyat Palestina.
Bom Sebagai Simbol Kekuasaan, Bukan Pertahanan
Alih-alih menyesalkan jatuhnya korban sipil, Netanyahu justru menjadikan angka bom sebagai simbol keberhasilan. Sikap itu memicu kemarahan luas, bahkan dari sebagian anggota parlemen Israel sendiri.
“Tidak ada yang bisa dibanggakan dari membunuh warga sipil di tengah gencatan senjata,” seru salah satu anggota oposisi di Knesset, yang kemudian diinterupsi oleh loyalis Netanyahu.
Namun kritik itu tak menghentikan sang perdana menteri yang semakin tenggelam dalam retorika perang dan pembenaran moral palsu. Ia menyebut serangan ke Gaza sebagai tindakan balasan terhadap roket Hamas meski pihak Hamas membantah tuduhan tersebut.
Kebanggaan yang Mengoyak Nurani Dunia
Reaksi keras datang dari berbagai penjuru dunia. Media internasional menyorot bagaimana Netanyahu secara terbuka membanggakan kekerasan, sesuatu yang jarang dilakukan bahkan oleh pemimpin perang paling keras kepala sekalipun.
Analis Timur Tengah Alon Ben Meir menulis dalam kolomnya di Middle East Monitor,
“Ketika seorang perdana menteri mengukur keberhasilan perang dengan jumlah bom yang dijatuhkan, itu bukan strategi itu adalah krisis moral yang mendalam.”
Netanyahu seolah ingin menegaskan bahwa kekejaman kini bukan lagi dosa, melainkan kebanggaan nasional. Ia menjadikan penderitaan rakyat Gaza sebagai panggung politik untuk menunjukkan kekuatan militer Israel, tanpa memedulikan fakta bahwa sebagian besar korban adalah anak-anak yang bahkan belum mengenal arti kata ‘perang’.
Gaza: Kuburan Kolektif Kemanusiaan
Sejak konflik kembali berkobar pada 7 Oktober 2023, serangan Israel telah menewaskan lebih dari 68.200 warga Palestina dan melukai lebih dari 170.000 lainnya.
Rumah sakit lumpuh, infrastruktur hancur, dan pasokan air serta listrik diputus total. Kota yang dulunya hidup kini berubah menjadi kuburan terbuka bagi kemanusiaan.
“Israel menjadikan gencatan senjata hanya sebagai alat politik, bukan komitmen kemanusiaan,” tegas juru bicara Hamas dalam pernyataannya.
Namun bagi dunia yang mulai terbiasa dengan berita pembantaian di Gaza, setiap angka baru seolah kehilangan makna hingga muncul pemimpin seperti Netanyahu yang menjadikan pembunuhan massal sebagai prestasi politik.
Ketika Kekuasaan Kehilangan Hati Nurani
Netanyahu bukan hanya melanggar gencatan senjata; ia juga menghapus batas antara pembelaan diri dan kebiadaban. Dengan mengumumkan jumlah bom seolah menyebut pencapaian militer, ia menunjukkan kepada dunia bahwa bagi Israel, kekuatan berarti hak mutlak untuk menghancurkan.
Di tengah reruntuhan Gaza, anak-anak yang kehilangan keluarga mereka menjadi saksi bisu dari satu kenyataan pahit: dunia telah membiarkan kebiadaban menjadi bahasa resmi perang.
(AP)
#Internasional #BenjaminNetanyahu #AgresiIsrael