Gibran Tolak Mundur dari Jabatan Wapres, Gugatan Rp125 Triliun Siap Lanjut ke Persidangan
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka (foto: Setwapres)
D'On, Jakarta - Upaya damai antara Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan penggugat Subhan resmi menemui jalan buntu. Mediasi yang diharapkan bisa meredam panasnya gugatan perdata senilai Rp125 triliun itu berakhir tanpa kesepakatan. Kini, kasus yang menyeret nama putra sulung Presiden Joko Widodo itu akan berlanjut ke sidang pokok perkara di pengadilan.
Subhan sosok yang kini menjadi pusat sorotan publik mengungkapkan bahwa kegagalan mediasi terjadi karena pihak Gibran menolak dua syarat utama yang ia ajukan: permintaan maaf secara terbuka dan pengunduran diri Gibran dari jabatan Wakil Presiden Republik Indonesia.
“Saya hanya mensyaratkan dua hal sederhana: minta maaf dan mundur dari jabatan. Tapi itu tidak bisa dipenuhi,” ujar Subhan kepada wartawan, Senin (13/10/2025).
Dengan nada tegas namun tetap menahan emosi, Subhan menegaskan bahwa dirinya siap melanjutkan perjuangan hukum ini hingga ke tahap pembuktian di pengadilan. Meski begitu, ia mengaku masih membuka ruang dialog bila ada itikad baik dari pihak tergugat.
“Saya tetap berharap baik pada Mas Gibran. Mungkin saja dalam perjalanan nanti ada jalan tengah. Tapi kalau tidak, kita lanjut saja sesuai proses hukum,” tambahnya.
Gibran Tetap Kukuh, Kuasa Hukum: Tidak Bisa Penuhi Permintaan Penggugat
Di sisi lain, kubu Gibran tampak tidak gentar. Kuasa hukumnya, Dadang Herli Saputra, menegaskan bahwa kliennya tidak bisa memenuhi permintaan yang dinilai berlebihan itu. Menurutnya, permintaan agar Wapres mundur dari jabatan adalah hal yang tidak proporsional dan tidak memiliki dasar hukum kuat.
“Kami sudah mendengar dan mempertimbangkan apa yang disampaikan penggugat. Namun tidak dapat memenuhi seluruh permintaan tersebut,” kata Dadang dengan nada diplomatis.
Meski terkesan dingin dan formal, pernyataan Dadang menunjukkan bahwa pihak Gibran memilih jalur hukum sepenuhnya untuk menyelesaikan perkara ini tanpa kompromi politik atau tekanan opini publik.
Akar Persoalan: Ijazah Gibran dan Syarat Pencalonan Cawapres
Gugatan Subhan berawal dari dugaan pelanggaran administratif terkait persyaratan ijazah Gibran saat mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden pada Pemilihan Umum 2024. Ia menilai bahwa ijazah luar negeri yang dimiliki Gibran tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.
Subhan merujuk pada Pasal 13 huruf (r) PKPU tersebut, yang secara eksplisit menyebutkan bahwa calon presiden dan wakil presiden wajib memiliki pendidikan minimal tamat SMA atau sederajat.
Menurutnya, Gibran tidak pernah secara terbuka menunjukkan bukti ijazah SMA yang diakui oleh otoritas pendidikan dalam negeri, sehingga pencalonannya dinilai cacat hukum.
“Kalau syarat dasarnya saja tidak terpenuhi, bagaimana bisa seseorang menduduki jabatan wakil presiden? Ini bukan soal pribadi, tapi soal integritas sistem pemilu,” tegas Subhan.
Gugatan Jumbo: Rp125 Triliun untuk Negara dan Rakyat
Salah satu hal yang membuat kasus ini mencuri perhatian publik adalah nilai gugatannya yang fantastis Rp125 triliun. Dalam petitumnya, Subhan menuntut agar Gibran dan pihak tergugat lainnya, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU), membayar ganti rugi tersebut untuk dan atas nama seluruh warga negara Indonesia.
Dana sebesar itu, kata Subhan, bukan untuk dirinya pribadi, melainkan untuk disetorkan ke kas negara sebagai bentuk tanggung jawab atas pelanggaran konstitusional yang ia tuduhkan.
“Saya tidak mencari uang, saya mencari keadilan. Kalau pun dikabulkan, uangnya untuk negara. Ini soal marwah hukum,” ucap Subhan.
Ia juga menuntut agar KPU meminta maaf secara terbuka kepada publik dan mundur dari jabatannya karena dianggap lalai dalam menjalankan verifikasi terhadap dokumen pencalonan Gibran pada Pilpres lalu.
Sidang Lanjutan: Ujian Moral dan Integritas Pemerintah
Kasus ini kini memasuki babak baru. Dengan gagalnya mediasi, pengadilan akan segera menjadwalkan sidang pokok perkara, di mana kedua belah pihak akan memaparkan bukti dan argumentasi masing-masing. Meski peluang damai masih terbuka hingga sebelum putusan hakim dibacakan, publik kini menantikan bagaimana pengadilan akan menyikapi perkara langka ini—sebuah gugatan rakyat terhadap wakil presiden yang sedang menjabat.
Jika perkara ini berlanjut hingga putusan akhir, bukan hanya Gibran yang akan diuji, tetapi juga moralitas dan kredibilitas lembaga peradilan serta keberanian negara menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Gugatan Subhan terhadap Wapres Gibran bukan sekadar pertarungan hukum, melainkan ujian transparansi dan akuntabilitas pejabat publik di era pasca-Pilpres. Apa pun hasil akhirnya, kasus ini sudah membuka perdebatan besar: apakah rakyat masih punya ruang untuk menggugat para penguasa, atau hukum hanya menjadi alat formalitas belaka?
(Mond)
#Hukum #Nasional #GibranRakabuming