Breaking News

DPR Bongkar Skandal Dapur MBG: 47 Karyawan Ternyata Satu Keluarga, dari Anak, Istri hingga Besan

Ilustrasi dapur MBG. (Foto: Arif Julianto)

D'On, Jakarta
– Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali jadi sorotan tajam. Bukan hanya karena kasus keracunan massal yang menimpa ratusan siswa, kini terungkap pula adanya dugaan praktik nepotisme besar-besaran dalam perekrutan karyawan dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

Fakta mencengangkan ini disampaikan langsung oleh Anggota Komisi IX DPR RI, Muazzim Akbar, dalam rapat kerja bersama Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (1/10/2025).

Menurut Muazzim, salah satu dapur MBG di daerah ternyata mempekerjakan satu keluarga besar dengan jumlah mencapai 47 orang. Mulai dari anak, keponakan, istri, besan, hingga sepupu, semua direkrut masuk menjadi karyawan di dapur tersebut.

“Ada satu SPPG yang isinya hampir semuanya keluarga. Anak, istri, keponakan, besan, sepupu, semua direkrut. Jumlahnya 47 orang. Jadi yang kerja di sana hanya keluarganya dia,” ungkap Muazzim dengan nada tegas.

Nepotisme vs Tujuan Awal MBG

Muazzim menilai praktik semacam ini menyalahi semangat awal pendirian program MBG. Dapur MBG seharusnya memberi ruang kerja baru bagi masyarakat sekitar, bukan justru menjadi lahan kerja eksklusif bagi satu keluarga besar.

“Padahal tujuan awalnya kan jelas, agar masyarakat sekitar bisa ikut mendapat manfaat ekonomi dari program ini. Jadi, dapur MBG itu bukan hanya tempat masak, tapi juga pintu untuk menyerap tenaga kerja lokal,” kritiknya.

Temuan nepotisme ini menambah daftar panjang masalah MBG yang seharusnya menjadi program unggulan pemerintah.

Karyawan Didatangkan dari Luar Daerah

Tak hanya soal nepotisme, Muazzim juga membeberkan temuan lain di lapangan. Ia menemukan dapur MBG di Bali yang justru merekrut tenaga kerja dari luar daerah.

“Di Bali, ada dapur MBG yang rekrut 21 orang dari Jawa. Dari warga sekitar hanya sedikit yang dipakai. Bahkan ada yang dikelola koperasi kepolisian. Artinya, perekrutan ini tidak sesuai semangat awal untuk memberdayakan masyarakat lokal,” jelasnya.

Konglomerasi Pengusaha SPPG

Lebih jauh, Muazzim mengingatkan adanya praktik “konglomerasi” dapur MBG. Ada pengusaha yang diketahui menguasai hingga 5 sampai 7 dapur sekaligus, padahal seharusnya setiap dapur dikelola secara mandiri oleh pelaku usaha kecil atau komunitas setempat.

“Seleksi SPPG ke depan harus diperketat. Jangan sampai satu pengusaha bisa menguasai banyak dapur sekaligus. Ini bukan soal bisnis semata, tapi soal penyediaan makanan sehat dan aman bagi anak-anak penerima manfaat,” tegasnya.

BGN Bertindak: 56 Dapur Dinonaktifkan

Sorotan DPR ini muncul di tengah langkah Badan Gizi Nasional (BGN) yang baru saja menonaktifkan 56 dapur MBG akibat maraknya kasus keracunan. Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, menegaskan pihaknya tidak akan main-main dengan keselamatan penerima program.

“Setiap SPPG wajib mematuhi standar keamanan pangan yang sudah ditetapkan. Nonaktif sementara ini adalah bagian dari evaluasi menyeluruh agar kejadian serupa tidak terulang. Keselamatan masyarakat, terutama anak-anak penerima MBG, jadi prioritas utama,” kata Nanik, Selasa (30/9/2025).

Beberapa dapur yang ditutup sementara antara lain SPPG Bandung Barat Cipongkor Cijambu, SPPG Cipongkor Neglasari, SPPG Cihampelas Mekarmukti, hingga SPPG Tinangkung, Banggai Kepulauan (Sulawesi Tengah). Semua dapur tersebut kini menunggu hasil uji laboratorium dari BPOM.

Bayangan Suram di Balik Program Besar

Program MBG sejatinya diharapkan menjadi solusi gizi anak-anak sekolah di seluruh Indonesia. Namun temuan DPR, mulai dari nepotisme hingga rekrutmen tenaga kerja dari luar daerah, memperlihatkan adanya celah besar dalam sistem pengawasan.

Bila masalah ini tidak segera dibenahi, program yang semestinya menyehatkan generasi bangsa justru bisa berubah menjadi ladang bisnis keluarga dan kelompok tertentu.

DPR pun menegaskan akan terus mengawasi jalannya program ini, sembari mendesak BGN memperketat seleksi dan pengawasan dapur MBG agar tidak lagi muncul “dapur keluarga” atau “dapur konglomerasi” yang hanya merugikan masyarakat luas.

Dengan skandal nepotisme 47 karyawan dari satu keluarga, ditambah kasus keracunan massal yang belum tuntas, publik kini mulai bertanya-tanya: Apakah program MBG benar-benar dijalankan untuk rakyat, atau justru untuk segelintir orang yang mencari keuntungan?

(IN)

#DapurMBG #Nepotisme #DPR