Breaking News

Jangan Berdebat dengan Keledai: Sebuah Kisah tentang Kesia-siaan dan Kebijaksanaan


Dirgantaraonline
- Di tengah rimba raya yang lebat dan penuh kehidupan, terjadi sebuah peristiwa yang kelak menjadi bahan renungan bagi seluruh penghuni hutan. Bukan sekadar cerita tentang warna rumput, melainkan pelajaran tentang kebijaksanaan, kesabaran, dan harga diri dalam menghadapi kebodohan.

Awal Perdebatan: Ketika Realitas Diputarbalikkan

Suatu pagi, seekor keledai menatap hamparan padang rumput yang luas. Dengan penuh keyakinan, ia berkata kepada harimau yang kebetulan melintas:

"Rumput itu berwarna biru," ucapnya mantap.

Harimau, yang terbiasa mengamati alam dengan tajam, terkejut mendengarnya. Dengan tenang ia membalas, "Tidak, rumput itu hijau."

Apa yang awalnya hanya perbedaan sederhana, seharusnya selesai dengan saling diam, berubah menjadi perdebatan panjang. Keledai bersikeras dengan keyakinan butanya, sementara harimau, yang dikenal sebagai makhluk cerdas dan pemberani, terus mencoba menjelaskan kenyataan yang sesungguhnya.

Namun semakin lama, diskusi itu tak kunjung menemukan jalan keluar. Keledai tidak ingin kebenaran, yang ia inginkan hanyalah pembenaran.

Menghadap Sang Raja Hutan

Karena tak puas dengan perdebatan itu, keduanya sepakat untuk membawa persoalan ini kepada singa, sang Raja Hutan. Dengan langkah penuh percaya diri, keledai berlari mendahului dan berteriak lantang bahkan sebelum tiba di hadapan raja:

"Yang Mulia, benarkah rumput itu berwarna biru?"

Singa, dengan pandangan bijak, menjawab singkat, "Benar, rumput itu berwarna biru."

Keledai pun bersorak gembira. Ia melompat-lompat dengan penuh kemenangan, lalu menambahkan, "Harimau itu tidak setuju denganku, ia menentang dan menggangguku. Tolong hukum dia, wahai Raja."

Singa pun mengangguk, lalu dengan suara lantang memutuskan:
"Harimau ini akan menerima hukuman."

Keledai melanjutkan perjalanannya dengan penuh kepuasan, mengulang-ulang kalimat favoritnya, "Rumput itu biru, rumput itu biru."

Hukuman yang Mengandung Hikmah

Harimau menerima keputusan itu dengan hati berat. Namun, keberanian dan rasa ingin tahu membuatnya tak bisa diam. Ia bertanya kepada singa:

"Yang Mulia, mengapa Anda menghukumku? Bukankah rumput itu sesungguhnya berwarna hijau?"

Singa menghela napas panjang. Dengan suara penuh wibawa, ia menjawab, "Memang benar, rumput itu hijau."

Harimau semakin heran. "Kalau begitu, mengapa saya dihukum?" tanyanya lagi.

Singa menatap harimau dengan tajam namun penuh kasih, lalu berkata:

"Hukuman ini bukan karena persoalan warna rumput. Hukuman ini karena engkau, makhluk yang cerdas dan berani, telah membuang waktu berharga untuk berdebat dengan seekor keledai. Dan lebih buruk lagi, engkau menggangguku dengan masalah yang tak seharusnya sampai ke sini."

Pelajaran Hidup dari Hutan

Kisah ini mengandung pesan yang sangat dalam, bukan hanya untuk penghuni hutan, tetapi juga bagi kita manusia. Berdebat dengan orang yang keras kepala, fanatik, atau dikuasai oleh egonya ibarat mencoba menjelaskan warna langit kepada seseorang yang menutup matanya rapat-rapat.

Kebenaran tidak lagi menjadi tujuan. Yang dicari hanyalah kemenangan semu, kepuasan ego, dan ilusi bahwa dirinya selalu benar.

Itulah sebabnya singa menghukum harimau—bukan karena salah melihat warna, tetapi karena bersedia membuang energi, waktu, dan ketenangan demi perdebatan sia-sia.

Relevansi dalam Kehidupan Kita

Betapa sering kita terjebak dalam situasi serupa. Di media sosial, ruang diskusi, atau bahkan lingkaran pertemanan, selalu ada orang yang tidak peduli pada fakta. Mereka menolak bukti, menentang logika, dan menutup telinga dari kebenaran.

Berargumen dengan orang seperti itu ibarat berteriak di jurang tak bertepi: melelahkan, sia-sia, dan hanya menguras emosi.

Kecerdasan sejati tidak selalu ditunjukkan dengan memenangkan perdebatan, tetapi dengan kemampuan memilih kapan harus diam. Diam bukan tanda kalah, melainkan bukti kedewasaan untuk menjaga ketenangan batin.

Bijak dalam Menggunakan Energi

Cerita tentang keledai, harimau, dan singa bukan sekadar dongeng hutan. Ia adalah refleksi tentang bagaimana kita seharusnya bijak dalam memilih pertempuran. Tidak semua argumen pantas dihadapi, tidak semua serangan perlu dibalas, dan tidak semua kebodohan layak ditanggapi.

Ketika ketidaktahuan berteriak, kecerdasan justru memilih diam.
Karena pada akhirnya, kedamaian jiwa jauh lebih berharga daripada kemenangan semu dalam sebuah perdebatan.

(***)

#KisahInspiratif