Copot Listyo Sigit Prabowo, Sebuah Keniscayaan Demi Menyelamatkan Wibawa Polri
Mahdiyal Hasan SH
D'On, Sumatera Barat - Desakan agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengundurkan diri semakin hari kian nyaring. Bukan hanya dari kalangan aktivis, melainkan juga dari tokoh muda dan praktisi hukum. Salah satunya datang dari Mahdiyal Hasan, tokoh kepemudaan asal Sumatera Barat yang sekaligus seorang praktisi hukum.
Menurut Mahdiyal, tragedi yang menewaskan Affan Kurniawan setelah dilindas mobil taktis Brimob bukanlah sekadar insiden, melainkan potret buram wajah kepolisian Indonesia hari ini. Ia menilai, kegagalan sistemik yang berulang seharusnya membuat Kapolri tahu diri. “Dalam kondisi bangsa dan negara seperti sekarang, ditambah kegagalan institusi kepolisian, Kapolri harusnya legowo dan meletakkan jabatan,” tegasnya, Sabtu (30/8/2025).
Kapolri Melempar Bola ke Presiden
Pernyataan Listyo Sigit yang menyebut dirinya hanyalah “prajurit di bawah perintah dan komando presiden” justru memantik reaksi keras. Bagi Mahdiyal, sikap tersebut bukan bentuk tanggung jawab, melainkan justru lempar beban kepada presiden.
Pernyataan itu seakan ingin mengatakan bahwa segala tindakan represif aparat adalah konsekuensi dari instruksi presiden. Ini tentu berbahaya, sebab membangun persepsi publik bahwa negara secara sadar menggunakan aparatur kepolisian untuk menekan rakyatnya. Di titik inilah, menurut Mahdiyal, wibawa Kapolri jatuh semakin dalam.
Pertanggungjawaban Moral
Kapolri memang sudah menyampaikan permintaan maaf atas tragedi Affan, bahkan menyesali peristiwa itu. Namun, permintaan maaf tanpa tindakan nyata dianggap hampa. Mahdiyal menekankan bahwa yang dipertaruhkan bukan sekadar nasib tujuh anggota Brimob yang kini ditahan Propam, melainkan kredibilitas seluruh institusi Polri.
“Seorang pemimpin tidak cukup hanya meminta maaf. Pemimpin sejati bertanggung jawab dengan langkah berani. Bila lembaga yang dipimpinnya gagal, konsekuensinya adalah mundur,” papar Mahdiyal.
Keniscayaan Pergantian
Opini publik kini menilai pencopotan Listyo Sigit Prabowo bukan sekadar tuntutan emosional, melainkan sebuah keniscayaan. Bukan karena dendam, melainkan demi kondusifitas bangsa dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap kepolisian.
Polri sebagai institusi penegak hukum tak bisa dibiarkan terus-menerus kehilangan wibawa. Setiap insiden kekerasan aparat yang berujung pada korban jiwa menambah luka mendalam di hati masyarakat. Bila pucuk pimpinan tak bisa menjawab krisis ini dengan elegan, maka pergantian adalah jalan yang tak terhindarkan.
Mengapa Mahdiyal Hasan Layak Didengar
Pernyataan Mahdiyal Hasan menarik karena ia berbicara bukan dari ruang kosong. Sebagai tokoh kepemudaan Sumatera Barat sekaligus praktisi hukum, ia memandang persoalan ini dari dua sisi: keprihatinan sosial dan kesadaran hukum.
Suara semacam ini bukan sekadar kritik, melainkan alarm keras yang seharusnya tidak diabaikan. Mahdiyal mengingatkan bahwa tanggung jawab moral seorang Kapolri adalah menjaga agar polisi tetap dipercaya rakyat, bukan sekadar bertahan dengan dalih prerogatif presiden.
Kematian Affan Kurniawan menjadi titik balik yang menyakitkan. Jika tragedi ini hanya diselesaikan dengan penahanan beberapa anggota Brimob tanpa adanya sikap besar dari pucuk pimpinan, maka luka publik akan semakin dalam.
Mahdiyal Hasan menyuarakan hal yang sebenarnya sederhana: tahu diri. Jika memang kepolisian gagal menjaga amanah rakyat, maka Kapolri harus berani mundur. Inilah langkah terhormat yang bisa menyelamatkan Polri dari jurang ketidakpercayaan yang semakin lebar.
(Mond)
#Hukum #Polri