Mengiringi Perpisahan Midian Wahyu Tukuboya: Jejak Langkah di Negeri yang Elok
Midian Wahyu Tukuboya (Tengah). (Dok: Ist)
D'On, Padang — Setiap pertemuan pasti akan berujung pada perpisahan. Setiap perpisahan selalu menyisakan kenangan. Ada tawa yang takkan terulang, ada kisah yang akan dikenang seumur hidup. Itulah yang kini dirasakan jajaran keluarga besar Balai Wilayah Sungai Sumatera V (BWSS V), saat melepas kepergian salah satu sosok pemimpin terbaik mereka Midian Wahyu Tukuboya, ST, MT.
Selama menjabat sebagai Kepala Satuan Kerja (Kasatker) Operasi dan Pemeliharaan (OP) BWSS V, Midian telah menjalin begitu banyak kolaborasi, menorehkan capaian, dan yang lebih penting — membangun hubungan yang erat, bukan sekadar antarpegawai, tapi seolah seperti saudara sendiri. Dalam suasana yang penuh kehangatan itu, ia berpamitan, meninggalkan Sumatera Barat, negeri yang ia sebut sebagai tanah yang "elok, berhati, dan beradat".
Jejak yang Tak Sekadar Tugas
Bagi Midian, pengabdiannya di Ranah Minang bukanlah sekadar menjalankan tugas formal kenegaraan. Lebih dari itu, ia menyelami budaya, menyatu dalam kearifan lokal, serta membangun jembatan hati dalam setiap kerjasama. Tak heran jika ia menyebut bahwa raso badunsanak perasaan bersaudara yang tinggi dalam adat Minangkabau menjadi kekuatan utama dalam menjalankan setiap amanah.
“Kerjasama dalam membangun negeri yang mengikuti kearifan lokal, membantu saya menjalankan amanah yang dipercayakan. Semuanya ini bisa dilalui dengan rasa kebersamaan dan persaudaraan,” ujar Midian dalam momen perpisahannya.
Sosoknya yang ramah dan terbuka, juga membuatnya begitu dekat dengan banyak kalangan, tak terkecuali insan pers. Banyak jurnalis yang merasa kehilangan, karena Midian bukan hanya mitra kerja yang suportif, tapi juga sahabat yang bisa dipercaya.
Negeri yang Elok, Kenangan yang Dalam
Tak butuh waktu lama bagi Midian untuk jatuh hati pada Sumatera Barat. Alamnya yang elok, sumber air yang berlimpah, hingga adat yang begitu dijunjung tinggi, membuatnya merasa istimewa. Meski waktunya di ranah ini tergolong singkat, namun maknanya teramat dalam.
Dalam kesan yang disampaikan, ia menyebut Sumatera Barat sebagai negeri yang mengajarkannya banyak hal: tentang sinergi yang selaras dengan nilai budaya, tentang bekerja dalam kejujuran dan ketulusan, serta tentang memanusiakan sesama dalam ruang birokrasi.
“Sumatera Barat, negeri yang elok. Airnya jernih, melimpah dan menjadi sumber kehidupan. Tapi yang lebih mengagumkan adalah masyarakatnya, yang masih memegang teguh adat dan nilai,” tuturnya dengan mata yang sedikit berkaca.
Kenangan yang Tak Terlupakan
Setiap jejak langkah yang tertinggal bukan sekadar catatan program atau pelaksanaan proyek, tetapi juga kisah-kisah kecil yang menyentuh hati. Tentang bagaimana saling membantu saat kesulitan. Tentang tawa di sela-sela rutinitas. Tentang kebersamaan yang tak bisa dilupakan hanya karena jarak.
“Tampek jatuah, lagi dikenang. Apolagi tapian mandi...” Kalimat puitis Minang itu mencerminkan suasana batin para rekan kerjanya: masih terkenang masa-masa sulit yang dilalui bersama, apalagi saat-saat penuh kebersamaan yang telah dijalani.
Kini, saat perpisahan harus terjadi, hati para sahabat dan kolega seolah belum rela melepas. Tapi begitulah hidup, selalu membawa kita ke fase baru, meski harus berpamitan dari tempat yang telah begitu nyaman di hati.
Bapisah Bukannyo Bacarai
Di akhir pertemuan, Midian mengutip petuah Minang yang menyentuh jiwa:
“Bapisah bukannyo bacarai, jauah di mato dakek di hati.”
Perpisahan ini bukanlah akhir. Jarak mungkin memisahkan, namun ikatan batin akan selalu mendekatkan. Ia berharap, di masa depan, masih akan ada kesempatan untuk bersua kembali — dalam tugas, dalam kebersamaan, atau sekadar temu penuh canda yang mengingatkan pada masa-masa indah di Sumatera Barat.
Semoga langkah Midian Wahyu Tukuboya di tempat tugas yang baru tetap diberkahi dan diberi kelancaran. Terima kasih atas dedikasi, kehangatan, dan kenangan yang ditinggalkan. Selamat jalan, Pak Midian. Semoga sukses selalu. Aamiin.
(Mond)
#BWSSVPadang #Padang