Breaking News

Divonis 3,5 Tahun Penjara, Hasto Kristiyanto Tegak Berdiri: “Ini Bukan Kekalahan, Tapi Panggilan Melawan Ketidakadilan”

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (kanan) mengangkat tangannya sebelum menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (25/7/2025). Hasto divonis 3,5 tahun penjara karena melakukan suap dalam proses PAW Harun Masiku. (Antara Foto/Bayu Pratama)

D'On, Jakarta –
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, akhirnya menerima vonis 3,5 tahun penjara dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) yang menyeret nama buron Harun Masiku. Putusan itu dibacakan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Jumat (25/7/2025). Namun alih-alih tunduk dan patah semangat, Hasto justru menyatakan menerima vonis tersebut dengan kepala tegak—sebuah simbol perlawanan dan keteguhan hati di tengah apa yang ia anggap sebagai ketimpangan hukum yang bernuansa politis.

“Saya Terima, Tapi Ini Bukan Pengakuan Bersalah”

Dalam keterangan pers usai sidang, Hasto dengan lantang menyatakan bahwa sikap menerima putusan bukanlah bentuk pengakuan atas kesalahan, melainkan bentuk kesadaran terhadap situasi hukum di tanah air yang menurutnya telah dibajak oleh kepentingan kekuasaan.

“Karena itulah terhadap putusan tadi, ya saya terima dalam konteks bahwa ini adalah ketidakadilan. Bahwa tema menggugat keadilan itu akan selalu relevan,” ujar Hasto, penuh keteguhan.

Ia menekankan bahwa proses hukum yang ia jalani bukanlah proses yang bersih dari nuansa politis. Menurutnya, sejak awal, aroma politisasi telah menyelimuti kasus ini. Bahkan, ia mengaku sudah mendapatkan bocoran tentang vonis yang akan dijatuhkan sejak April 2025.

“Saya sudah mengetahui informasi-informasi terkait angka 3,5 tahun sampai 4 tahun. Maka saya memutuskan saat itu, saya menghitung bahwa bulan April saya sudah mengetahui adanya tuntutan sekian, adanya hukuman sekian,” imbuhnya.

Dugaan Manuver Politik Menjelang Kongres PDIP

Lebih jauh, Hasto mengaitkan proses peradilan ini dengan agenda besar internal partainya. Ia menyebut bahwa vonis tersebut merupakan bagian dari upaya sistematis untuk melemahkan konsolidasi PDI Perjuangan menjelang pelaksanaan kongres partai.

“Apalagi ini berkaitan juga dengan agenda konsolidasi partai. Sejak awal dikatakan bahwa ada yang mau mengganggu kongres PDI Perjuangan, mau mengawut-awut kongres,” ungkap Hasto.

Pernyataan ini mempertegas posisinya bahwa vonis bukanlah sekadar konsekuensi hukum, melainkan juga bagian dari skenario politik yang lebih besar. Bagi Hasto, apa yang ia hadapi hari ini adalah “politik hukum”, bukan sekadar hukum dalam arti murni.

Dukungan dari Kader Hingga Akar Rumput

Dalam suasana yang penuh tekanan itu, Hasto tak lupa menyampaikan terima kasih kepada jajaran penasihat hukum serta seluruh kader PDI Perjuangan dari berbagai tingkatan. Ia menyebut dukungan mereka sebagai kekuatan moral yang membuatnya mampu bertahan dan tetap tegak meski dibalut vonis.

“Kepada seluruh simpatisan, anggota, dan kader PDI Perjuangan, kami mengucapkan terima kasih. Sejak awal proses ini, ketika bulan Januari 2020 terjadi OTT, itu sudah ada motif politik,” katanya.

“Kepada simpatisan, anggota dan kader PDI Perjuangan khususnya dari DPP, DPD, DPC dan seluruh anak ranting, ranting, PAC hingga Repdem dan Satgas partai kami mengucapkan terima kasih atas dukungannya,” lanjutnya dengan suara penuh emosi.

Pernyataan ini seolah menjadi jembatan antara personalitas Hasto sebagai pejabat partai dengan basis massa partai yang selama ini dikenal solid dan militan.

Perjuangan Belum Selesai

Meski divonis bersalah dan dijatuhi hukuman penjara, Hasto menegaskan bahwa langkahnya belum berhenti. Ia masih percaya bahwa perjuangan untuk menegakkan keadilan sosial belum usai. Dengan suara yang tenang tapi berapi-api, Hasto menyampaikan pesan pamungkas yang penuh makna:

“Dengan putusan ini, kepala saya tegak, karena kita terus akan melawan berbagai ketidakadilan itu. Kita akan menggugat keadilan agar cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia betul-betul dapat terwujud,” tegasnya.

Kalimat itu menjadi penutup pernyataan Hasto di hari yang berat, namun sekaligus menjadi penegas bahwa dirinya belum menyerah.

Vonis terhadap Hasto Kristiyanto menandai babak baru dalam percaturan politik dan hukum di Indonesia. Kasus PAW Harun Masiku yang telah lama menggantung kini menjelma menjadi polemik berlapis antara hukum dan politik. Di tengah ketegangan itu, Hasto memilih berdiri bukan sebagai terdakwa yang tunduk, melainkan sebagai tokoh politik yang mengklaim sedang menghadapi ujian rezim.

Apakah vonis ini akan memengaruhi arah PDI Perjuangan ke depan? Dan apakah dugaan politisasi hukum akan mendapat ruang dalam diskursus publik? Waktu yang akan menjawab.

(Mond)

#Hukum #HastoKristiyanto #Suap #HarunMasiku