Wagub Sumbar Tegas soal Pasien Meninggal Usai Diduga Ditolak RSUD Rasidin: Cukup Sekali!
Wagub Sumbar Vasko Rusemy
D'On, Padang — Sebuah tragedi memilukan kembali mengguncang dunia layanan kesehatan Indonesia, kali ini dari Kota Padang, Sumatera Barat. Desi Erianti (37), seorang ibu rumah tangga dan pemegang Kartu Indonesia Sehat (KIS), menghembuskan napas terakhirnya setelah diduga ditolak oleh Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD dr. Rasidin Padang pada Sabtu dini hari, 31 Mei 2025. Ia meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit lain, menyisakan duka mendalam dan sederet pertanyaan tentang prosedur kemanusiaan yang seharusnya menjadi pondasi utama pelayanan publik.
Dini Hari yang Menentukan Nasib
Peristiwa tragis ini bermula di sebuah rumah sederhana di Jalan Pilakuik, Kelurahan Gunung Sariak, Kecamatan Kuranji. Sekitar pukul 00.15 WIB, Desi tiba-tiba mengalami sesak napas hebat. Panik dan cemas, keluarga segera membawanya ke RSUD dr. Rasidin, rumah sakit milik pemerintah daerah yang juga merupakan rujukan terdekat.
Namun harapan itu justru berubah menjadi kenyataan pahit. Keluarga mengaku bahwa petugas medis di IGD menolak memberikan penanganan darurat. Alasan mereka: kondisi Desi dinilai tidak masuk kategori gawat darurat.
"Kami sangat kecewa. Kakak saya datang dengan napas tersengal, dalam kondisi panik. Tapi mereka bilang itu bukan emergency. Kami merasa seperti dipukul berkali-kali," ungkap Yurnani, salah satu anggota keluarga yang mendampingi Desi malam itu.
Bentor, Harapan, dan Kematian
Dengan biaya terbatas dan waktu yang terus berjalan, keluarga tak punya banyak pilihan. Mereka membawa Desi pulang kembali menggunakan becak motor (bentor), berharap gejalanya mereda hingga pagi. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Napas Desi semakin berat. Saat fajar menyingsing, keluarga kembali bergegas ke rumah sakit, kali ini ke RSU Siti Rahmah, sebuah fasilitas swasta di Padang.
Namun segalanya sudah terlambat. Desi dinyatakan meninggal dunia tak lama setelah tiba. Detik-detik terakhir perjuangan hidupnya bahkan sempat direkam dalam video amatir yang kini beredar luas di media sosial—memicu gelombang kesedihan, kemarahan, dan kekhawatiran publik.
"Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Kami sangat menyesalkan sikap RSUD Rasidin. Kakak kami butuh pertolongan, tapi yang dia dapatkan adalah penolakan," ujar Yudi, adik Desi yang juga seorang jurnalis Padang Ekspres.
Reaksi Pemerintah: Evaluasi Sistem, Bukan Sekadar Sanksi
Peristiwa ini segera menarik perhatian Wakil Gubernur Sumatera Barat, Vasko Ruseimy. Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa kejadian seperti ini tidak boleh lagi terulang.
"Ini bukan sekadar insiden, ini alarm bagi kita semua. Sistem layanan kesehatan harus dievaluasi. Jangan ada lagi nyawa yang melayang karena birokrasi atau ketidakpekaan dalam pelayanan medis," tegasnya, dikutip dari Antara, Senin (2/6/2025).
Vasko menekankan pentingnya pendalaman kasus dan memastikan seluruh proses investigasi berjalan transparan. Pemerintah Provinsi Sumbar, katanya, akan bekerja sama dengan Pemerintah Kota Padang untuk menyelidiki dugaan kelalaian tersebut.
Pejabat RSUD Rasidin Dinonaktifkan, Evaluasi Dimulai
Wali Kota Padang, Fadly Amran, juga bertindak cepat. Ia langsung menonaktifkan jajaran utama di RSUD Rasidin mulai dari direktur, kepala bidang pelayanan dan keperawatan, hingga kepala seksi pelayanan.
"Ini bagian dari evaluasi menyeluruh. Kami tidak ingin ada kesan pembiaran atau pengabaian. RSUD adalah wajah kemanusiaan pemerintah, bukan tembok birokrasi yang dingin," ujarnya.
Penonaktifan ini, menurut Fadly, bukan semata bentuk hukuman, melainkan upaya untuk membuka ruang investigasi internal secara obyektif dan menyeluruh.
Pertanyaan Publik: Apa Sebenarnya Kriteria "Gawat Darurat"?
Kasus Desi membuka luka lama soal prosedur dan kebijakan rumah sakit dalam menangani pasien gawat darurat. Banyak warga bertanya-tanya, apa yang sebenarnya dimaksud dengan kondisi “emergency”? Apakah sesak napas tengah malam tak cukup dianggap sebagai tanda bahaya?
Prosedur medis yang rumit, birokrasi yang kaku, serta kurangnya empati disebut-sebut sebagai akar masalah. Penolakan pasien dengan alasan teknis atau administratif telah berulang kali mencuat dalam berbagai kasus di Indonesia dan kini, kembali merenggut nyawa.
Direktur RSUD dr. Rasidin, Desy Susanty, saat dihubungi media, belum memberikan keterangan rinci. Ia hanya menyampaikan permintaan maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi, serta janji untuk melakukan klarifikasi.
"Saya konfirmasi dulu di lapangan, mohon maaf atas ketidaknyamanan ini," tulisnya singkat melalui pesan.
Lebih dari Sekadar Kasus: Ini Ujian Kemanusiaan
Kasus Desi Erianti bukan hanya tentang satu rumah sakit, satu pasien, atau satu keluarga. Ini adalah refleksi dari betapa sistem kesehatan kita masih menyimpan lubang besar dari segi pelayanan, kepekaan, hingga keberpihakan terhadap warga tidak mampu.
Desi, yang hidup sederhana dan mengandalkan KIS untuk mendapatkan akses layanan dasar, telah menjadi simbol dari perjuangan rakyat kecil menghadapi sistem yang tak selalu berpihak.
Kini, publik menanti. Tidak hanya hasil investigasi, tapi perubahan nyata: sistem kesehatan yang lebih manusiawi, petugas medis yang lebih responsif, dan pemerintahan yang benar-benar menempatkan nyawa rakyat di atas segalanya.
(Mond)
#RSUDRasidin #PenolakanPasien #Padang #Viral