Vonis 14 Tahun Penjara untuk Hendry Lie: Bos Sriwijaya Air Terjerat Korupsi Timah Rp 300 Triliun
D'On, Jakarta – Gemuruh palu sidang menggema di ruang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta ketika Ketua Majelis Hakim Tony Irfan membacakan putusan yang mencengangkan publik. Hendry Lie, taipan penerbangan sekaligus pemilik maskapai Sriwijaya Air, dijatuhi hukuman penjara selama 14 tahun atas keterlibatannya dalam skandal megakorupsi komoditas timah yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun.
Tak hanya pidana penjara, Hendry Lie juga dibebani denda Rp 1 miliar, subsider enam bulan kurungan, serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 1,05 triliun. Bila uang pengganti itu tidak dilunasi dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka aset Hendry bisa disita dan dilelang. Dan bila hartanya tak mencukupi, ia akan kembali masuk penjara selama 8 tahun tambahan.
Drama di Balik Vonis
Vonis ini sebenarnya lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yang sebelumnya meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman 18 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun, dan uang pengganti yang sama besar namun dengan ancaman 10 tahun penjara bila tak dibayar.
Dalam pertimbangannya, hakim menyebut perbuatan Hendry sangat merugikan negara dan tidak mencerminkan komitmen mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia. “Perbuatan terdakwa bertentangan dengan semangat negara dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” kata hakim Tony.
Namun, ada pula faktor meringankan: Hendry Lie belum pernah dihukum sebelumnya. Meski begitu, hal itu tak cukup kuat untuk mengurangi bobot perbuatannya yang memperkaya diri sendiri dari sumber daya alam milik negara.
Modus Korupsi Lewat PT Tinindo Internusa
Kasus ini mencuat dari investigasi mendalam atas tata niaga komoditas timah di wilayah Bangka Belitung—kawasan yang selama ini dikenal sebagai “lumbung timah dunia”. Hendry Lie, melalui PT Tinindo Internusa, diduga memainkan peran sentral dalam memperkaya diri sendiri secara ilegal dengan jumlah fantastis.
Dalam surat dakwaan, jaksa mengungkap bahwa Hendry telah memperkaya diri hingga Rp 1.059.577.589.599.019. Ia tak sendiri. Skema ini dijalankan bersama sejumlah tokoh lain dalam lingkaran bisnis timah, termasuk:
- Rosalina (General Manager Operasional PT Tinindo Internusa)
- Fandy Lingga (Marketing PT Tinindo Internusa 2008–2018)
- Suparta (Dirut PT Refined Bangka Tin / RBT)
- Reza Andriansyah (Direktur Pengembangan Usaha PT RBT)
- Harvey Moeis (perwakilan PT RBT dan suami artis Sandra Dewi)
Nama-nama besar lainnya seperti Helena Lim, sosok yang dikenal sebagai crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK), juga ikut terseret dalam pusaran kasus ini, bersama lebih dari 22 tersangka lainnya yang kini tengah diadili secara terpisah.
Kerugian Negara Rp 300 Triliun: Salah Satu Terbesar dalam Sejarah
Majelis Hakim menegaskan bahwa kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp 300 triliun, menjadikannya salah satu skandal korupsi terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Kerugian itu muncul dari praktik pengelolaan timah yang tidak sesuai prosedur, manipulasi izin usaha, penggelapan hasil ekspor, hingga kongkalikong antara pengusaha dan pejabat di berbagai level.
Tidak hanya berdampak pada keuangan negara, korupsi ini juga dinilai merusak ekosistem tata kelola pertambangan nasional, serta menghancurkan kepercayaan publik terhadap dunia usaha dan pemerintahan.
Potret Ironi: Dari Kabin Pesawat ke Kursi Terdakwa
Hendry Lie dikenal luas sebagai sosok sukses di industri penerbangan, memimpin salah satu maskapai domestik terbesar di Indonesia. Namun, karier gemilang itu kini tercoreng oleh status barunya sebagai narapidana kasus korupsi.
Vonis ini menjadi babak baru dalam upaya Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membongkar jaringan mafia tambang di Indonesia, yang selama ini sulit disentuh hukum karena keterlibatan banyak tokoh berpengaruh.
Apa Selanjutnya?
Dengan vonis yang sudah dijatuhkan, publik kini menanti kelanjutan sidang para terdakwa lain, termasuk Harvey Moeis dan Helena Lim, serta tindakan nyata dari negara untuk menelusuri dan menyita aset-aset yang berasal dari hasil kejahatan tersebut.
Kasus Hendry Lie menjadi pengingat keras bahwa kerakusan terhadap kekayaan negara, meski dibungkus rapih dalam baju korporasi, tetap akan terungkap pada waktunya.
(Mond)
#KorupsiTimah #Korupsi #Hukum