Breaking News

Trump Desak Israel Hentikan Persidangan Korupsi Netanyahu: Upaya Bela "Sang Pahlawan" atau Intervensi Politik?

Presiden Donald Trump menyambut kunjungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ke Gedung Putih di Washington, Senin, 25 Maret 2019. AP / Manuel Balce Ceneta

D'On, Washington, Tel Aviv —
Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald J. Trump, kembali menjadi sorotan internasional setelah secara terbuka meminta otoritas Israel untuk menghentikan persidangan korupsi terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Permintaan itu ia sampaikan melalui platform media sosial miliknya, Truth Social, pada Jumat, 27 Juni 2025 — hanya beberapa hari sebelum Netanyahu dijadwalkan kembali menjalani pemeriksaan silang di pengadilan.

“Persidangan Netanyahu harus dibatalkan, segera, atau diberikan ampunan kepada seorang pahlawan besar yang telah berbuat banyak untuk negara (Israel),” tulis Trump, dalam sebuah pernyataan yang memicu gelombang kritik dan perdebatan tajam, baik di Israel maupun di kancah internasional.

Dakwaan Lama, Proses yang Panjang

Netanyahu, yang menjadi salah satu tokoh paling dominan dalam politik Israel selama dua dekade terakhir, pertama kali didakwa pada tahun 2019 atas tiga kasus pidana. Tuduhan yang dihadapinya meliputi penyuapan, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan. Ia secara konsisten membantah semua tuduhan tersebut dan menyebutnya sebagai bagian dari upaya sistematis untuk menjatuhkannya secara politis.

Persidangan terhadap Netanyahu dimulai pada tahun 2020 dan berjalan lambat dengan berbagai jeda politik dan pandemi. Namun, pada 3 Juni 2025, proses memasuki fase penting: pemeriksaan silang terhadap Netanyahu dimulai di Pengadilan Distrik Tel Aviv — sebuah tahap yang diperkirakan akan berlangsung selama sekitar satu tahun.

Trump: Netanyahu Jadi Korban "Perburuan Penyihir"

Trump menggambarkan proses hukum terhadap Netanyahu sebagai "witch hunt", istilah yang juga ia gunakan berulang kali dalam merespons kasus hukum yang menjerat dirinya sendiri di AS. Dalam narasi yang penuh dengan semangat pembelaan, Trump mengklaim bahwa Netanyahu adalah pahlawan yang berjasa besar bagi Israel dan seharusnya tidak diperlakukan seperti penjahat.

“Amerika Serikat-lah yang menyelamatkan Israel, dan sekarang Amerika Serikat-lah yang akan menyelamatkan Bibi Netanyahu,” tulis Trump, merujuk pada nama panggilan akrab Netanyahu di kalangan pendukungnya.

Kewenangan Pengampunan dan Sikap Istana Presiden Israel

Secara hukum, Presiden Israel Isaac Herzog memiliki otoritas untuk memberikan pengampunan kepada Netanyahu. Namun, hingga saat ini, belum ada permintaan resmi yang diajukan kepada kantor presiden terkait hal itu. Media lokal menyebutkan bahwa opsi pengampunan “tidak sedang dipertimbangkan” saat ini.

Herzog sendiri, dalam pernyataannya, menyatakan bahwa ia tidak menerima permintaan apa pun dan menekankan pentingnya menjaga independensi lembaga hukum di Israel.

Respons Keras dari Oposisi Israel

Pernyataan Trump langsung menuai reaksi tajam, terutama dari pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid. Dalam wawancara dengan media lokal Ynet, Lapid menyampaikan keprihatinannya atas apa yang ia sebut sebagai intervensi asing dalam sistem peradilan Israel.

“Dengan segala hormat dan terima kasih kepada presiden Amerika Serikat, dia tidak seharusnya campur tangan dalam proses hukum negara merdeka,” tegas Lapid.

Lebih jauh, Lapid menyatakan kecurigaannya bahwa sikap Trump mungkin merupakan bagian dari strategi politik yang lebih besar. Ia menilai Trump bisa jadi sedang mencoba ‘membayar di muka’ Netanyahu atas kemungkinan tekanan yang akan ia berikan dalam isu-isu besar seperti konflik di Gaza dan negosiasi penyanderaan yang tengah berlangsung.

“Saya berharap dan menganggap bahwa ini adalah hadiah yang diberikannya (Trump) kepadanya (Netanyahu) karena ia berencana untuk menekannya terkait Gaza dan memaksanya untuk melakukan kesepakatan penyanderaan yang akan mengakhiri perang,” ujar Lapid.

Konteks Politik dan Dampak Internasional

Pernyataan Trump datang di tengah masa yang sangat sensitif, baik bagi politik domestik Israel maupun hubungan diplomatik di Timur Tengah. Dengan Israel masih terlibat konflik di Gaza, serta meningkatnya tekanan internasional atas kebijakan militer dan kemanusiaan pemerintah Netanyahu, komentar Trump dinilai dapat memengaruhi opini publik dan diplomasi regional.

Lebih dari itu, desakan Trump juga menimbulkan pertanyaan etis dan hukum: sejauh mana seorang mantan pemimpin asing memiliki hak moral  apalagi politik  untuk mencampuri proses hukum internal negara lain?

Kesimpulan: Antara Loyalitas, Strategi, dan Peradilan

Apakah pembelaan Trump merupakan bentuk loyalitas personal kepada Netanyahu? Ataukah ini merupakan bagian dari strategi politik yang lebih besar menjelang Pemilu AS 2024, di mana Trump kembali mencalonkan diri?

Yang jelas, permintaan Trump telah memicu perdebatan penting tentang batas campur tangan politik internasional dalam sistem hukum suatu negara. Dan bagi Israel, yang tengah menghadapi tantangan hukum dan keamanan dalam negeri, isu ini hanya menambah panjang daftar persoalan yang harus mereka hadapi.

(Reuters)

#Internasional #DonaldTrump #BenjaminNetanyahu #AmerikaSerikat