Terkepung Kabut dan Jurang: Perjuangan Dramatis Evakuasi Pendaki Brasil di Tebing Rinjani
Petugas Kepolisian Berupaya Evakuasi Warga Brazil yang Terjatuh di Lereng Gunung Rinjani (Dok: Humas Polri)
D'On, Mataram — Di balik keindahan megah Gunung Rinjani, terselip kisah pilu dan perjuangan penuh risiko: seorang pendaki asal Brasil berusia 27 tahun terjebak di tebing terjal pada ketinggian sekitar 500 meter. Upaya penyelamatan pun berubah menjadi misi yang berpacu dengan waktu dan cuaca, membawa seluruh tim gabungan ke ujung batas kemampuan mereka.
Insiden bermula saat pendaki asing itu tengah dalam perjalanan menuju puncak Rinjani, tepatnya melalui jalur Cemara Nunggal. Namun, petualangan menuju langit tertinggi Pulau Lombok itu berubah menjadi malapetaka ketika ia terjatuh dan tersangkut di tebing batu yang curam dan nyaris tak terjangkau.
Pencarian dari Udara: Jejak dalam Diam
Senin pagi, 23 Juni 2025, sekitar pukul 06.30 Wita, harapan sempat membuncah. Drone pengintai berhasil mendeteksi keberadaan korban dalam posisi tergantung di sela tebing. Namun, yang menyayat hati, ia terlihat tidak menunjukkan tanda-tanda pergerakan. Diam, seperti membeku di antara batu dan kabut yang menyelimuti pegunungan.
“Saat kami temukan, korban terlihat tersangkut dalam posisi yang sangat sulit dijangkau. Tidak ada gerakan sama sekali,” ungkap Kombes Pol. Mohammad Kholid, S.I.K., M.M., Kabid Humas Polda NTB, dalam keterangannya, Selasa (24/6).
Medan Mematikan dan Ancaman Cuaca
Tak butuh waktu lama, dua personel rescue segera diturunkan untuk mendekati lokasi dan mencari titik pemasangan anchor kedua sebagai jalur evakuasi vertikal. Namun, dua overhang besar lekukan batu yang menjorok keluar menghalangi setiap upaya untuk memasang sistem pengaman. Dalam istilah pendakian, medan ini adalah mimpi buruk para penyelamat: licin, curam, dan rapuh.
“Ini bukan sekadar operasi SAR biasa. Ini medan ekstrem, dan nyawa taruhannya. Strategi climbing mungkin satu-satunya jalan, tapi sangat berisiko, terutama saat cuaca tak menentu,” jelas Kholid, menegaskan betapa kompleksnya misi ini.
Kondisi cuaca memperparah situasi. Kabut tebal turun begitu cepat, seolah menelan jalur pendakian. Angin kencang menambah ancaman bagi para penyelamat. Demi keselamatan, tim akhirnya ditarik mundur ke titik aman.
Koordinasi Tingkat Tinggi dan Harapan dari Udara
Sementara di posko utama, situasi terus dipantau secara intensif. Sekitar pukul 14.30 Wita, Kapolsek Sembalun bersama Kepala Resort Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) menerima kedatangan keluarga korban yang datang langsung dari Brasil. Raut cemas terlihat jelas, menunggu kabar dari atas sana — dari gunung yang kini menggenggam nasib orang yang mereka cintai.
Gubernur NTB, Lalu Muhammad Iqbal, juga turut turun tangan langsung dalam rapat evaluasi yang digelar secara virtual bersama seluruh unsur terkait.
“Pak Gubernur mendesak agar proses evakuasi dipercepat. Salah satu opsi yang dikaji serius adalah penggunaan helikopter. Tapi tentu tidak bisa sembarangan — harus heli dengan sistem hoist untuk evakuasi vertikal dari udara,” terang Kholid.
Namun Kepala Basarnas Mataram menambahkan bahwa opsi heli sangat bergantung pada dua faktor kunci: spesifikasi teknis pesawat dan kondisi cuaca ekstrem yang bisa berubah dalam hitungan menit.
Golden Time yang Semakin Menipis
Hingga Senin sore, belum ada perkembangan signifikan. Tim masih menyiapkan upaya lanjutan yang dijadwalkan dilanjutkan Selasa pagi (hari ini), dengan harapan kabut mulai menipis dan angin tidak terlalu mengganas.
Golden time istilah dalam dunia SAR untuk menyebut waktu krusial penyelamatan kini kian menipis. Setiap menit yang lewat bisa menjadi penentu antara hidup dan kehilangan.
Meski demikian, semangat di lapangan tidak surut.
“Doa kami menyertai korban dan keluarganya. Tim tetap siaga penuh. Misi ini belum selesai, dan kami akan terus berjuang. Ini adalah tugas kemanusiaan, dan kami tidak akan menyerah,” tegas Kombes Pol. Mohammad Kholid, menutup keterangannya.
Catatan Akhir
Gunung Rinjani, dalam keheningannya, kini menjadi saksi bisu dari misi penuh dedikasi dan risiko tinggi. Di balik awan tebal dan jurang menganga, ada tekad tak tergoyahkan untuk menyelamatkan satu nyawa karena di atas segalanya, kemanusiaan selalu menjadi panggilan tertinggi.
(*)
#Peristiwa #GunungRinjani #Polri #PendakiTerjatuhkeLerengGunungRinjani #NTB