Polisi Bongkar Jaringan WA Bertema Gay di Surabaya, 4 Orang Diamankan, 300 Anggota Terdata
Polisi Bekuk 4 Pelaku Duagaan Penyebaran Vidio Gay di Surabaya
D'On, Surabaya — Aparat Direktorat Reserse Siber (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur berhasil membongkar praktik penyebaran konten pornografi bermuatan sesama jenis yang berlangsung secara diam-diam melalui aplikasi WhatsApp. Dalam penggerebekan yang dilakukan pada awal Juni 2025 ini, empat orang yang diduga sebagai pengelola dan anggota aktif grup ditangkap, menandai babak baru dalam upaya kepolisian memberantas kejahatan siber berbasis penyimpangan penggunaan media sosial.
Grup WhatsApp yang menjadi sorotan tersebut bernama “INFO VID”, dan diketahui digunakan sebagai sarana berbagi konten pornografi sesama jenis serta menjalin hubungan homoseksual secara daring. Kasus ini bermula dari temuan awal yang viral di media sosial, terutama Facebook, yang mengungkap adanya komunitas "Gay Tuban-Lamongan-Bojonegoro". Kelompok ini, yang semula berdiskusi di forum terbuka Facebook, perlahan berpindah ke platform yang lebih tertutup dan privat: WhatsApp.
Peran Masing-Masing Tersangka
Penyelidikan mendalam Ditreskrimsus Polda Jatim mengarah pada penangkapan empat pria yang diduga kuat terlibat aktif dalam pengelolaan serta distribusi konten ilegal di grup tersebut:
- MI (21), warga Gubeng, Surabaya penggagas awal yang menginisiasi pembentukan grup WhatsApp dari sebuah komentar di Facebook.
- NZ (24), warga Tambaksari, Surabaya bergabung pada Februari 2025, diduga ikut menyebarkan konten.
- FS (44), warga Dukuh Pakis, Surabaya turut aktif sejak Maret 2025.
- S (66), warga Jombang anggota tertua yang masuk grup pada Mei 2025.
Menurut Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Jules Abraham Abast, MI pertama kali menemukan grup Facebook yang secara terbuka membicarakan komunitas homoseksual. Dari sana, ia mulai membagikan tautan menuju grup WhatsApp tertutup "INFO VID" untuk menjaring lebih banyak anggota dengan tujuan tertentu: mencari pasangan sesama jenis dan membagikan konten pornografi.
“Modusnya cukup sistematis. Setelah mendapat perhatian dari Facebook, pelaku langsung mengarahkan anggota potensial ke WhatsApp untuk aktivitas yang lebih tertutup,” ungkap Kombes Abast dalam konferensi pers di Gedung Bidhumas Polda Jatim, Jumat (13/6).
Puncak Aktivitas Ilegal: 2 Juni 2025
Investigasi menyebutkan bahwa puncak penyebaran konten vulgar terjadi pada 2 Juni 2025. Saat itu, beberapa tersangka secara aktif mengirimkan video dan foto pornografi ke dalam grup. Tidak sekadar berbagi, motifnya jelas: untuk menarik perhatian dan menjalin relasi antaranggota yang memiliki orientasi seksual serupa.
Kompol Nandu Dyanata, Kasubdit II Ditreskrimsus Polda Jatim, menegaskan bahwa tiga dari empat tersangka teridentifikasi secara aktif mengunggah konten bermuatan seksual, baik foto maupun video, yang melanggar hukum.
“Motif utama mereka adalah untuk mencari pasangan, bukan semata menyebarkan. Tetapi karena caranya melibatkan konten eksplisit, maka unsur pidananya terpenuhi,” jelas Kompol Nandu.
Kompol Noviar Anindhita menambahkan bahwa grup WhatsApp INFO VID memiliki sekitar 300 anggota aktif, sementara grup Facebook yang menjadi pintu masuk pertama mencatat jumlah fantastis: sekitar 11.400 anggota.
Barang Bukti dan Pasal Berat Menanti
Dalam penggerebekan tersebut, polisi turut menyita sejumlah barang bukti penting:
- 4 unit ponsel dari berbagai merek,
- Belasan akun media sosial (Facebook dan WhatsApp),
- Tangkapan layar konten pornografi yang disimpan di perangkat para tersangka.
Atas perbuatannya, keempat tersangka dikenai pasal berlapis dari berbagai undang-undang, antara lain:
- Pasal 45 Ayat 1 Jo Pasal 27 Ayat 1 UU ITE No. 11 Tahun 2008, yang telah diubah menjadi UU No. 1 Tahun 2024, terkait distribusi konten elektronik bermuatan pornografi.
- Pasal 29 Jo Pasal 4 Ayat 1 UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
- Pasal 82 Jo Pasal 76E UU No. 17 Tahun 2016, yang merupakan perubahan dari UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, jika terbukti kontennya melibatkan atau mengeksploitasi anak di bawah umur.
Ancaman hukumannya tidak main-main: pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda hingga Rp1 miliar, bahkan bisa diperberat menjadi 12 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp6 miliar apabila pelanggaran menyentuh unsur eksploitasi anak.
Polisi Tegaskan Komitmen: “Kami Tidak Akan Kompromi”
Kasus ini menjadi cermin keseriusan aparat kepolisian dalam menindak penyalahgunaan media sosial untuk tindakan ilegal yang melanggar norma sosial dan hukum di Indonesia.
"Ini bukan sekadar soal orientasi seksual. Ini soal hukum, soal penyebaran konten yang secara eksplisit bertentangan dengan aturan, dan kami tidak akan pernah kompromi dalam hal itu," tegas Kombes Abast.
Pihak kepolisian saat ini masih mendalami kemungkinan adanya anggota lain yang berperan sebagai pengedar atau pengumpul konten di dalam grup tersebut, serta menelusuri apakah ada indikasi perdagangan atau eksploitasi seksual terselubung di balik jaringan ini.
Kasus ini menjadi pengingat keras bahwa ruang digital bukanlah zona bebas hukum. Apa yang kita bagikan, tonton, dan diskusikan di balik layar gawai tetap berada di bawah pengawasan hukum yang berlaku. Aparat kini semakin aktif memantau ruang siber terutama untuk melindungi masyarakat dari potensi kerusakan moral dan sosial.
(Mond)
#Gay #Homoseksual #Pornografi