Menteri Lingkungan Hidup: Tiga Perusahaan Tambang di Raja Ampat Terbukti Lakukan Pelanggaran Serius
Menteri Lingkungan Hanif Faisol Nurofiq
D'On, Jakarta — Keindahan Raja Ampat yang tersohor hingga ke mancanegara kini berada di ambang ancaman. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Hanif Faisol Nurofiq, mengungkapkan bahwa tiga perusahaan tambang nikel di wilayah tersebut telah melakukan pelanggaran lingkungan serius, yang memicu tindakan tegas dari pemerintah: penghentian sementara seluruh aktivitas mereka.
Pernyataan itu disampaikan Hanif pada Minggu (8/6), saat ditemui di sela kegiatan di Hotel Pullman, Jakarta. Tanpa menyebut nama perusahaan secara langsung, ia menegaskan bahwa temuan di lapangan menunjukkan indikasi kuat terhadap kerusakan lingkungan yang mengkhawatirkan.
“Ada tiga kegiatan (tambang) yang sedang kami awasi ketat. Ketiganya sudah kami hentikan sementara karena memang ada pelanggaran serius ada yang jebol, dan kondisi lain yang tidak bisa ditoleransi,” kata Hanif.
Langkah ini menegaskan komitmen Kementerian LHK dalam menjaga kelestarian alam Raja Ampat, sebuah kawasan yang tidak hanya penting secara ekologis tetapi juga menjadi kebanggaan nasional sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati laut dunia.
Tambang di Pulau Kecil: Dilarang, Tapi Terlanjur Diizinkan
Menariknya, sebagian besar izin tambang di Raja Ampat, termasuk yang kini dihentikan, diterbitkan sebelum keberadaan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, serta sebelum lahirnya sejumlah putusan penting dari Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) yang secara eksplisit melarang kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil dan hutan lindung.
Satu-satunya pengecualian, menurut Hanif, adalah PT Gag Nikel, perusahaan tambang yang beroperasi di Pulau Gag sejak 1998 melalui skema kontrak karya (KK). Ia mengakui bahwa dari sisi operasional, PT Gag Nikel menunjukkan kinerja lingkungan yang cukup baik, namun tetap tidak bisa lepas dari sorotan karena lokasi aktivitasnya berada di pulau kecil.
“Prinsip dasarnya, kegiatan tambang di pulau kecil tidak diperkenankan. Ini amanat undang-undang, bukan hanya kebijakan LHK. Jadi, kami akan terus mengkaji secara hukum dan menyelaraskan dengan putusan MA dan MK,” jelas Hanif.
Putusan MA tahun 2022 dan MK tahun 2023 menegaskan bahwa tidak ada pengecualian dalam pelarangan tambang di pulau kecil. Artinya, meski izin tambang telah diterbitkan sebelum undang-undang dan putusan itu lahir, pemerintah kini dihadapkan pada dilema antara aspek legalitas formal dan tuntutan konservasi jangka panjang.
Peta Izin Tambang di Raja Ampat: 5 Perusahaan, 2 dari Pemerintah Pusat
Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa hingga saat ini terdapat lima perusahaan tambang yang mengantongi izin resmi beroperasi di wilayah Raja Ampat:
Izin dari Pemerintah Pusat:
- PT Gag Nikel – Mengantongi izin Operasi Produksi sejak 2017 (kontrak karya sejak 1998).
- PT Anugerah Surya Pratama (ASP) – Izin Operasi Produksi sejak 2013.
Izin dari Pemerintah Daerah (Bupati Raja Ampat):
- PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) – IUP diterbitkan pada 2013.
- PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) – IUP diterbitkan pada 2013.
- PT Nurham – IUP baru terbit pada 2025.
Dari kelima perusahaan tersebut, tiga kini tengah disorot dan aktivitasnya dihentikan sementara karena pelanggaran lingkungan. Meski belum diungkap secara terbuka, dugaan mengarah kuat pada perusahaan yang mendapatkan izin dari pemerintah daerah.
Pertambangan vs Konservasi: Titik Kritis Kebijakan Lingkungan
Raja Ampat bukan sekadar destinasi wisata kelas dunia. Ia adalah bagian dari ekosistem kritis yang menjaga keseimbangan hayati laut Indonesia dan dunia. Aktivitas tambang di pulau-pulau kecil seperti Gag, Kawei, dan sekitarnya membawa risiko besar mulai dari pencemaran air laut, kerusakan hutan bakau, hingga ancaman terhadap terumbu karang.
Pemerintah kini dituntut untuk menempuh jalan hukum dan kebijakan yang tegas. Hanif menyatakan akan mengkaji kembali yurisprudensi hukum yang melibatkan kontrak lama, izin daerah, serta dampak ekologis yang muncul.
“Ini soal keberlanjutan jangka panjang. Bukan hanya soal legalitas, tetapi juga tentang moralitas menjaga alam. Kita semua bertanggung jawab atas warisan ini,” tegasnya.
Momentum Menjaga Raja Ampat
Penghentian sementara tiga perusahaan tambang di Raja Ampat adalah alarm keras bahwa investasi dan eksploitasi sumber daya alam tidak boleh mengorbankan prinsip keberlanjutan. Raja Ampat terlalu berharga untuk dihitung dalam neraca ekonomi semata.
Kini bola ada di tangan pemerintah: apakah akan meninjau ulang seluruh izin tambang di pulau-pulau kecil, atau terus melangkah dalam bayang-bayang kompromi yang mengorbankan lingkungan?
(Mond)
#TambangNikelRajaAmpat #Nasional #RajaAmpat #MenteriLingkunganHidup #PTGagNikel