Houthi Ancam Kapal Perang AS di Laut Merah Jika Iran Diserang: Laut Strategis Kian Memanas
Ilustrasi - Kelompok perlawanan Houthi di Yaman. ANTARA/Anadolu/py/pri.
D'On, Sanaa – Laut Merah kembali bergolak. Ancaman baru datang dari kelompok bersenjata Houthi di Yaman yang secara terbuka menyatakan kesiapan mereka untuk menargetkan kapal-kapal militer Amerika Serikat (AS) jika Washington terlibat dalam serangan terhadap Iran. Pernyataan ini menandai eskalasi baru dalam ketegangan geopolitik kawasan yang sudah lama bergolak.
Dalam pernyataan resminya pada Minggu (22/6/2025), juru bicara militer Houthi, Brigadir Yahya Saree, menyampaikan peringatan keras yang ditujukan langsung kepada pemerintah AS. Ia menyebut bahwa pihaknya telah bersiap untuk menyerang kapal-kapal perang AS yang melintas di perairan Laut Merah jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Laut Mediterania dengan Samudra Hindia dan menjadi urat nadi 10 persen perdagangan global.
"Kami akan menargetkan kapal-kapal AS dan kapal-kapal perang di Laut Merah jika Washington berpartisipasi dalam serangan terhadap Iran," ujar Saree, dikutip dari Euro News.
"Kami memantau dengan cermat setiap pergerakan militer dan tindakan bermusuhan di kawasan. Kami akan mengambil langkah-langkah strategis untuk melindungi bangsa dan perlawanan kami."
Latar Belakang Ketegangan
Pernyataan Saree muncul di tengah spekulasi meningkatnya konfrontasi antara Amerika Serikat dan Iran, terutama setelah laporan intelijen mengindikasikan potensi serangan terhadap fasilitas nuklir Iran. Ketegangan kian memuncak setelah AS menjatuhkan sanksi baru terhadap entitas ekonomi utama yang berafiliasi dengan Houthi—sanksi yang oleh kelompok tersebut dianggap sebagai bentuk agresi ekonomi yang mendahului kemungkinan konflik militer.
Kelompok Houthi, yang mendapat dukungan dari Teheran, memandang bahwa setiap serangan terhadap Iran bukanlah hanya ancaman terhadap sekutu ideologis mereka, tetapi juga bagian dari rencana yang lebih luas untuk menyingkirkan Iran sebagai penghalang utama dominasi Israel di Timur Tengah.
Mobilisasi Strategis AS
Sementara itu, situs militer The Aviationist melaporkan bahwa dua skuadron pembom strategis B-2 telah meninggalkan Pangkalan Angkatan Udara Whiteman di Missouri pada Jumat (20/6/2025). Pesawat-pesawat berkemampuan stealth ini diketahui menuju ke Pulau Guam di Samudra Pasifik, sebuah pangkalan strategis yang sering digunakan dalam operasi militer jangka jauh. Meski arah pergerakan mereka tidak mengarah langsung ke Diego Garcia pangkalan militer AS di Samudra Hindia keberadaan pesawat ini memunculkan spekulasi baru terkait persiapan militer besar-besaran AS di kawasan Indo-Pasifik.
Diplomasi Bayangan: Kesepahaman AS-Houthi yang Rapuh
Menariknya, meski terjadi peningkatan retorika militer, Presiden AS Donald Trump sebelumnya menyatakan bahwa pemerintahannya telah mencapai semacam kesepahaman dengan kelompok Houthi melalui mediasi Oman. Kesepakatan itu mencakup penghentian serangan Houthi terhadap kapal-kapal komersial di Laut Merah, sebagai imbalan atas dihentikannya serangan udara AS terhadap posisi-posisi Houthi di wilayah Yaman.
Namun, pernyataan terbaru dari pihak Houthi menunjukkan bahwa kesepakatan ini rapuh dan sewaktu-waktu bisa runtuh jika AS melibatkan diri dalam konflik militer yang menyasar Iran.
Implikasi Global: Laut Merah dalam Bahaya
Laut Merah bukan sekadar wilayah konflik lokal. Jalur ini menjadi rute utama pengangkutan minyak dan barang antara Asia, Afrika, dan Eropa. Ketidakstabilan di kawasan ini dapat memicu guncangan besar pada sistem perdagangan global dan harga energi dunia. Eskalasi konflik di wilayah ini akan membawa dampak langsung tidak hanya pada negara-negara Timur Tengah, tapi juga pada kestabilan ekonomi internasional.
Jika kapal-kapal militer AS benar-benar menjadi target serangan Houthi, risiko konflik terbuka dan perluasan perang di Timur Tengah menjadi nyata. Laut Merah bisa berubah menjadi medan tempur baru dalam persaingan geopolitik yang melibatkan aktor-aktor besar dunia.
Catatan Redaksi:
Kawasan Timur Tengah kembali berada di ambang jurang konflik berskala besar. Situasi ini menuntut ketenangan diplomatik, bukan retorika perang. Dunia menanti, akankah jalur damai bisa dipertahankan, atau akan kembali tenggelam dalam gelombang konflik yang tak berkesudahan?
(Mond)
#Internasional #Houthi #Yaman