Breaking News

Bareskrim dan KLH Telusuri Dugaan Kejahatan Tambang Nikel di Raja Ampat: Surga Alam yang Terancam

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo

D'On, Jakarta
 — Di tengah keheningan gugusan pulau eksotis Raja Ampat, sebuah penyelidikan serius tengah berlangsung. Bukan soal wisata atau keindahan terumbu karangnya, tetapi soal aktivitas empat perusahaan tambang nikel yang diduga merusak lingkungan alam yang selama ini menjadi kebanggaan dunia. Bareskrim Polri bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta kemungkinan juga Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), turun langsung ke lokasi untuk menyelidiki dugaan pelanggaran pidana lingkungan oleh perusahaan-perusahaan tambang tersebut.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyampaikan bahwa tim gabungan dari kepolisian dan kementerian telah berada di lokasi tambang di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Tujuannya jelas: menggali fakta-fakta di balik aktivitas pertambangan yang telah lama menjadi sorotan banyak pihak, khususnya terkait potensi kerusakan lingkungan.

“Yang jelas, tim dari Bareskrim kemarin gabungan ya dengan LHK dan sepertinya juga dari ESDM melakukan pendalaman. Tentunya kita ingin mengetahui lebih jauh apa yang terjadi,” ujar Kapolri di Mabes Polri, Kamis (12/6/2025).

Empat Perusahaan, Empat Izin Dicabut

Sumber penyelidikan bermula dari pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) empat perusahaan tambang oleh pemerintah. Keempat perusahaan tersebut adalah:

  • PT Anugerah Surya Pratama
  • PT Nurham
  • PT Melia Raymond Perkasa
  • PT Kawai Sejahtera Mining

Pencabutan izin itu bukan hanya soal administrasi. Ia bisa menjadi petunjuk awal tentang potensi pelanggaran hukum yang lebih dalam. Penyelidikan dilakukan bukan karena adanya laporan dari masyarakat atau lembaga, melainkan hasil temuan langsung dari aparat penegak hukum.

Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Nunung Syaifuddin, menegaskan bahwa pihaknya saat ini masih berada dalam tahap awal penyelidikan. Namun ia tidak menutup kemungkinan bahwa aktivitas tambang tersebut telah menimbulkan kerusakan lingkungan serius.

“Tambang mana yang enggak ada kerusakan, saya tanya? Cuma makanya ada aturan untuk reklamasi. Di situ ada kewajiban pengusaha untuk memberikan jaminan reklamasi,” kata Brigjen Nunung.

Mengapa Raja Ampat?

Raja Ampat bukanlah wilayah biasa. Ia adalah kawasan konservasi laut dan darat yang menjadi habitat ribuan spesies flora dan fauna. Kerusakan lingkungan di wilayah ini bisa berdampak jauh melampaui batas administratif. Ancaman terhadap ekosistem Raja Ampat bukan hanya soal lokal, tetapi juga global.

Pencemaran air, pembukaan hutan, dan penghilangan tutupan lahan akibat pertambangan dapat memicu kehancuran ekosistem yang telah bertahan selama ribuan tahun. Oleh karena itu, penyelidikan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab Bareskrim dan KLH semata, tetapi juga menjadi kepentingan nasional dan dunia.

Langkah Hukum: Masih dalam Proses

Penyelidikan terus berlanjut. Polisi belum dapat memberikan kesimpulan karena analisa terhadap legalitas dan pelaksanaan IUP keempat perusahaan tersebut masih dikaji. Namun, Jenderal Sigit menegaskan bahwa jika ditemukan unsur pelanggaran hukum, maka Polri tidak akan ragu memprosesnya sesuai perundang-undangan.

“Apabila ada pelanggaran, tentu akan disesuaikan dengan pelanggaran tersebut. Saya kira itu dulu karena tim sedang bekerja,” tutup Kapolri.

Antara Tambang dan Kelestarian

Kasus ini menjadi pengingat kuat akan pentingnya keseimbangan antara eksploitasi sumber daya alam dan pelestarian lingkungan. Di satu sisi, pertambangan adalah bagian dari roda ekonomi nasional. Namun di sisi lain, kekayaan ekologis Raja Ampat adalah warisan tak tergantikan yang tidak bisa dibeli kembali setelah rusak.

Pertanyaannya kini: akankah hukum mampu menjadi pagar pelindung terakhir bagi Raja Ampat? Ataukah keindahan surgawi ini akan kembali menjadi korban kepentingan industri?

(Mond)

#TambangNikelRajaAmpat #RajaAmpat #KementerianLH #Polri #Nasional