Breaking News

Pelecehan di SMA Sungai Geringging: Korban Disingkirkan, Bukti Dihapus, Siswa Melawan

Korban Dikeluarkan, Bukti Dihapus: Dugaan Pelecehan di SMA Sungai Geringging Picu Aksi Siswa – Dok. Sumbarkita.id

D'On, Padang Pariaman, Sumatera Barat
— Sebuah kisah kelam membayangi dunia pendidikan Indonesia, saat SMA Negeri 1 Sungai Geringging, Kabupaten Padang Pariaman, berubah dari tempat menimba ilmu menjadi lokasi yang kini disebut-sebut sebagai ladang pelecehan, intimidasi, dan pembungkaman. Ratusan siswa akhirnya angkat suara, melakukan aksi demonstrasi besar-besaran pada Rabu, 14 Mei 2025, menuntut keadilan untuk seorang siswi korban dugaan kekerasan seksual oleh seorang staf tata usaha sekolah.

Di tengah terik matahari yang menyengat halaman sekolah, suara orasi bergema lantang dari balik pengeras suara. Di sanalah George Ardian Sava, Ketua OSIS sekaligus juru bicara siswa, berdiri sebagai simbol keberanian. Dengan mata yang tampak lelah namun penuh tekad, ia menyampaikan fakta mengejutkan: korban telah dilecehkan secara seksual sebanyak dua kali sejak Oktober 2024 oleh seorang oknum TU berinisial A  dan pelaku masih bebas melenggang di lingkungan sekolah.

“Pelecehannya bukan hanya fisik, tapi juga psikologis. Ia diraba, dicium secara paksa, diancam saat menolak, bahkan ponselnya dirampas. Ini bukan kasus tunggal. Ini adalah bentuk pelecehan seksual yang sistematis di SMA Padang Pariaman,” ujar George kepada awak media, suara gemetar menahan emosi.

Tuduhan Serius: Intimidasi, Penghapusan Bukti, dan Uang Tutup Mulut

Namun cerita ini tidak berhenti di pelecehan. Menurut keterangan George dan sejumlah siswa lainnya, korban sempat melapor kepada guru Bimbingan Konseling. Sang guru  yang menyimpan bukti krusial kabarnya mengalami tekanan agar tidak menyebarkan informasi ke luar sekolah. Dugaan intervensi dari pihak manajemen sekolah pun menyeruak.

“Yang lebih parah,” lanjut George, “kami mendapat informasi bahwa sebuah LSM yang awalnya membantu korban, tiba-tiba berhenti mendampingi setelah menerima uang Rp2 juta. Ini seperti pertunjukan yang ditutup paksa sebelum kisahnya usai.”

Dalam orasinya, George menuduh pihak sekolah lebih sibuk menyelamatkan nama institusi ketimbang melindungi hak dan martabat korban. Kepala sekolah bahkan dituding terlibat langsung dalam penghapusan bukti-bukti penting yang ada di lingkungan sekolah.

Bahkan George sendiri tak luput dari tekanan. Ia mengaku sempat diancam akan dikeluarkan dari sekolah hanya dua hari sebelum aksi protes digelar.

“Saya disebut mencemarkan nama baik sekolah. Tapi kami di sini bukan untuk menghancurkan nama baik siapa pun. Kami menuntut keadilan. Kalau keadilan tidak ditegakkan, kami siap berhenti sekolah,” ujarnya disambut gemuruh tepuk tangan dan yel-yel solidaritas siswa lainnya.

Korban Dikeluarkan, Mediasi Diduga Sepihak

Di balik gejolak aksi protes itu, keluarga korban menanggung duka yang tak kalah berat. Suhardi, anggota keluarga korban, mengungkapkan bahwa korban kini telah resmi dikeluarkan dari SMA Negeri 1 Sungai Geringging — tanpa surat pemberitahuan, tanpa alasan jelas. Ia kini terpaksa bersekolah di tempat lain yang jaraknya cukup jauh dari rumah.

“Sekolah memang sempat melakukan mediasi. Tapi itu kami anggap tidak sah. Surat damai itu dibuat pada 15 April 2025 tanpa kehadiran orang tua korban,” kata Suhardi dengan nada getir.

Ayah korban saat itu menderita stroke, ibunya mengalami gangguan jantung. Dalam kondisi seperti itu, mediasi dilakukan secara diam-diam oleh pihak sekolah, menghasilkan dokumen dengan empat poin fatal: korban dianggap tidak akan mempermasalahkan kasus, kedua belah pihak dianggap telah berdamai, kasus dinyatakan selesai, dan korban tidak akan melapor ke pihak berwajib.

“Kami tidak pernah diberi ruang bicara. Kami bahkan tidak tahu ada surat damai seperti itu. Ini seperti keadilan yang dibunuh di meja sekolah,” tegas Suhardi.

Sekolah Diam, Siswa Melawan

Hingga kini, pihak sekolah belum memberikan keterangan resmi yang transparan kepada publik. Sementara itu, suara perlawanan para siswa kian nyaring. Mereka bersumpah tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan dan pelaku diadili secara hukum.

Aksi protes ini tak hanya menjadi ajang solidaritas antarsiswa, tetapi juga sebuah tamparan keras terhadap sistem pendidikan yang kerap kali menutup mata terhadap kejahatan yang terjadi di balik dinding sekolah.

“Ini bukan sekadar soal satu korban. Ini tentang masa depan kita semua. Kalau sekarang kita diam, suatu saat anak-anak kita bisa jadi korban berikutnya,” pungkas George, suaranya parau namun tegas, berdiri di barisan terdepan perjuangan.

(Mond)

#PelecehanSeksual #Padangpariaman #SMA1SungaiGaringgiang