Breaking News

Pelemahan Demokrasi dan Tantangan Etika dalam Pemilu 2024

Direktur Eksekutif SMRC Sirojudin Abbas. Foto: tangkapan layar/ANTARA/Syaiful Hakim

D'On, Jakarta-
Dalam sebuah Webinar Nasional yang diselenggarakan oleh Moya Institute dan Nusantara 2045 dengan tema "Pilpres Indonesia: Di Tengah Kemelut Etika dan Hukum?", pada Jumat (9/2/2024), Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas, menyoroti masalah pelemahan demokrasi yang mungkin dilakukan secara terencana oleh elite politik yang berkuasa di Indonesia, khususnya Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sirojudin mengutip filsuf Albert Camus, yang menyatakan bahwa pemimpin tanpa etika akan sama saja dengan melepaskan binatang buas ke rakyatnya. Hal ini merujuk pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan untuk meloloskan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden (cawapres) mendampingi capres Prabowo Subianto dalam Pemilu 2024.

Menurut Sirojudin, keputusan ini merupakan pelanggaran terhadap etika dan bisa berpotensi menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses pemilu. Ia mengingatkan bahwa pemimpin memiliki kewajiban untuk mendengarkan kritikan dari rakyat, dan pemilu yang adil dan transparan adalah kunci untuk menjaga demokrasi Indonesia.

Kritik terhadap keputusan MK juga disuarakan oleh Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsudi Syuhud, yang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara hukum dan etika dalam berbangsa dan bernegara. Marsudi menegaskan bahwa pemimpin harus mematuhi prinsip-prinsip demokrasi, termasuk musyawarah, kemaslahatan umum, dan pemilihan pemimpin yang sesuai dengan hukum.

Namun, Sirojudin juga menyoroti rendahnya tingkat kesadaran masyarakat akan masalah etika dalam politik. Mayoritas masyarakat masih terbuai oleh program-program sosial yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, sehingga kurang peka terhadap pelanggaran etika yang terjadi. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya peran cendekiawan, mahasiswa, dan masyarakat luas dalam mengawasi dan menyuarakan keadilan dalam proses pemilu.

Hery Sucipto, Direktur Eksekutif Moya Institute, menambahkan bahwa pelaksanaan pemilu yang jujur dan transparan adalah kunci untuk menyelamatkan demokrasi Indonesia dari ancaman pelemahan. Dia juga menekankan pentingnya peran organisasi masyarakat (ormas) dalam memastikan penyelenggaraan pemilu berjalan lancar.

Dengan demikian, analisis mendalam ini menyoroti kompleksitas tantangan yang dihadapi oleh demokrasi Indonesia dalam menghadapi Pemilu 2024, termasuk masalah etika dalam pengambilan keputusan politik dan perlunya partisipasi aktif dari berbagai elemen masyarakat untuk menjaga integritas demokrasi.

(*)

#Demokrasi #Politik #Nasional