Breaking News

Pelaku Penyiksaan Satwa Langka Simpai di Sumbar Ditangkap

D'On, Padang (Sumbar),- BKSDA dan Ditkrimsus Polda Sumatera Barat (Sumbar) berhasil menangkap para pelaku penyiksaan terhadap satwa langka Simpai atau Surili Sumatera. Aktivitas penyiksaan satwa itu direkam dalam sebuah video yang kemudian viral di media sosial.

Pengendali Ekosistem Hutan BKSDA Sumatera Barat, Ade Putra mengatakan, melalui video yang beredar luas tersebut, pihaknya berhasil menelusuri lokasi pembuatan video. Pihaknya kemudian menemukan para pelaku.

"Dari video yang beredar, kita dari BKSDA dan Ditkrimsus Polda Sumbar berhasil mengidentifikasi lokasi kejadian dan juga menemukan para pelaku," kata Ade dalam perbincangannya, Minggu (4/4/2021).

Ia mengatakan, lokasi kejadian berada di Jorong Aia Mudiak, Nagari Tambangan, Kecamatan X, Koto Kabupaten Tanah Datar. Di lokasi itu, kata Ade, adalah habitat simpai.

"Kita mencocokan lokasi dengan tempat yang biasanya banyak Simpai. Simpai ini kan endemik, jadi lokasinya hanya di beberapa daerah saja, sehingga dengan cepat berhasil kita identifikasi yakni di Nagari Tambangan, Tanah Datar," tambah dia.

Petugas juga mengamankan enam orang pelaku yang ada dalam video. Keenamnya memiliki peran masing-masing.

Pelaku berinisial A (17) bertindak sebagai perekam video, lalu ada MR (15) yang memegang Simpai, HF (32) bertindak memegang karung, TPT (16) batik biru yang menyaksikan penyiksaan Simpai, serta JM (45) yang juga berdiri dengan mengenakan kaos hitam. Sedangkan video disebarkan oleh pelaku berinisial RM (18).

"Mereka kita amankan, kita identifikasi dan peristiwanya juga direkonstruksi ulang oleh pelaku disaksikan perangkat nagari, jorong dan warga," katanya.

Dari hasil pemeriksaan, video itu kata Ade direkam 14 Januari 2021 silam. Para pelaku menemukan satwa langka itu saat akan mandi di sungai.

"Berdasarkan berdasarkan hasil pemeriksaan terpisah para pelaku dan rekonstruksi ulang diperoleh fakta bahwa para pelaku menemukan satwa tersebut saat akan mandi di sungai. Mereka melihat simpai terjatuh dan terluka, bermaksud menyelamatkannya. Satwa ditangkap, namun satwa itu bereaksi," katanya.

"Melihat hal itu spontan para pelaku tertawa, selanjutnya satwa ditangkap dan dibawa dengan karung ke rumah yang berjarak 30 meter dan diobati. Satwa juga sudah dilepaskan pada hari itu juga," kata dia.

Terhadap para pelaku, diakui Ade, hanya dilakukan pembinaan dalam bentuk surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatannya di Mapolres Padang Panjang. Pelaku kemudian dipulangkan.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, viral video dengan konten kekerasan terhadap satwa jenis Simpai. Dalam video berdurasi 28 detik itu, terlihat empat orang lelaki sedang berusaha menangkap seekor Simpai di sebuah pinggir sungai.

Mereka terdengar tertawa kencang, saat salah seorang diantaranya yang tidak mengenakan baju memegang ekor satwa. Satwa itu sendiri terlihat meronta berusaha melepaskan diri, saat ekornya ditarik dengan kencang.

Satwa yang masuk daftar salah satu satwa endemik pulau Sumatera itu berusaha melepaskan diri dengan melompat, namun terjebak dalam kepungan aliran sungai. Keempat pemuda terlihat berhasil menangkap kembali primata tersebut dan memasukkannya ke dalam karung.

Simpai atau Presbytis melalophosadalah salah satu satwa endemik pulau Sumatera. Primata dari famili Cercopithecidae ini terdapat di beberapa daerah terbatas di pulau Sumatera.

Penurunan populasi dan ancaman yang terus terjadi membuat IUCN memasukkannya sebagai spesies Endangered dalam daftar merahnya. CITES juga memasukkannya dalam daftar appendix II. Di Indonesia, Simpai termasuk hewan yang dilindungi berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem.

Sesuai pasal 21 ayat 2 UURI nomor 5 tahun 1990 tentang KSDAHE, setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, memiliki, menyimpan, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi baik dalam keadaan hidup, mati ataupun bagian-bagian tubuhnya serta hasil olahannya. Sanksinya adalah pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda 100 juta rupiah.

(*)