Breaking News

Mahfud: Tidak Boleh Mewajibkan Anak Nonmuslim Memakai Jilbab di Sekolah

D'On, Jakarta,- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam), Mahfud MD turut berkomentar terkait fenomena aturan penggunaan jilbab di sekolah yang terjadi di SMKN 2 Padang, Sumatera Barat. Dia menuturkan pada era 1970-an anak-anak sekolah dilarang mengenakan jilbab. Aturan tersebut diprotes kepada Departemen Pendidikan (Depdikbud) setelah itu para siswi diperbolehkan menggunakan jilbab.

"Setelah sekarang memakai jilbab dan busana muslim dibolehkan dan menjadi mode, tentu kita tak boleh membalik situasi dengan mewajibkan anak nonmuslim memakai jilbab di sekolah," kata Mahfud dalam akun twitternya dikutip pada Minggu (24/1).

Mahfud pun menjelaskan pada awal 1950 Menteri Agama Wahid Hasyim dan Mendikjar Bahder Johan (Masyumi) membuat kebijakan yaitu sekolah umum dan sekolah agama mempunyai 'civil effect' yang sama. Hasilnya, kata Mahfud, sejak 1990-an kaum santri terdidik bergelombang masuk ke posisi-posisi penting di dunia politik dan pemerintahan.

"Kebijakan penyetaraan pendidikan agama dan pendidikan umum oleh dua menteri itu skrng menunjukkan hasilnya. Pejabat-pejabat tinggi di Kantor-kantor pemerintah, termasuk di TNI dan POLRI, bnyk diisi oleh kaum santri. Mainstream keislaman mereka adl "wasarhiyah Islam": moderat dan inklusif," ungkap Mahfud.

Kepala Sekolah SMKN 2 Minta Maaf

Sebelumnya kabar mengenai siswi nonmuslim di SMKN 2 Padang dipaksa menggunakan hijab atau kerudung oleh pihak sekolahnya viral di media sosial. Ibu dari siswi tersebut mengunggah video komplain terkait kebijakan itu ke facebook pada Kamis (20/1).

Atas kejadian tersebut, Kepala Sekolah SMKN 2 Padang, Rusmadi menyampaikan permohonan maafnya. "Selaku Kepala Sekolah SMKN 2 Padang, saya menyampaikan permohonan maaf atas segala kesalahan. Dari jajaran staf bidang kesiswaan dan bimbingan konseling dalam penerapan aturan dan tata cara berpakaian bagi siswi," katanya dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (23/1).

Dia pun menegaskan bahwa siswi kelas 10 itu akan tetap bersekolah di SMKN 2. "Ananda (J) tetap bersekolah seperti biasa. Kami berharap, kekhilafan dan simpang siur informasi di media sosial dapat kita selesaikan dengan semangat kesamaan dalam keberagaman," lanjut Rusmadi.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Barat, Adib Alfikri menegaskan, pihaknya tidak pernah membenarkan sikap pemaksaan tersebut. "Saya perintahkan, tidak ada diskriminatif, jika ada akan kami proses sesuai aturan yang berlaku," terangnya.

(mdk/mond/eko)