Breaking News

Viral Bantuan Beras Korban Banjir Sumatra Disebut Rp60 Ribu per Kg, Wamentan Buka Fakta Sebenarnya: Bukan Per Kilo, Tapi Per 5 Kilo

Wamentan Sudaryono

D'On, Jakarta
- Isu bantuan pangan beras untuk korban bencana banjir dan tanah longsor di Sumatra mendadak viral di media sosial. Publik dibuat terkejut sekaligus curiga setelah beredar informasi bahwa harga bantuan beras dari pemerintah mencapai Rp60 ribu per kilogram angka yang dinilai jauh di atas harga pasar dan memicu dugaan pemborosan anggaran hingga potensi penyelewengan.

Menanggapi kegaduhan tersebut, Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono akhirnya angkat bicara. Ia menegaskan, informasi yang beredar luas itu tidak benar secara satuan, meskipun dari sisi perhitungan anggaran tetap sesuai dan tidak mengalami manipulasi.

“Saya mau jelaskan, itu yang sempat ramai di media sosial katanya Kementan menghitung satu kilo beras Rp60 ribu. Itu tidak benar. Yang benar adalah Rp60 ribu per satu paket, dan satu paket itu isinya 5 kilogram,” ujar Sudaryono saat menghadiri peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia di lingkungan Kementerian Pertanian, Jakarta, Rabu (10/12/2025).

Salah Ketik yang Berujung Kegaduhan Nasional

Menurut Sudaryono, kegaduhan ini bermula dari kesalahan penulisan satuan dalam informasi awal yang beredar ke publik. Alih-alih tertulis “Rp60 ribu per 5 kilogram”, informasi itu justru dipersepsikan sebagai “Rp60 ribu per 1 kilogram”.

Padahal, lanjut Sudaryono, tidak pernah ada skema bantuan pemerintah berupa beras 1 kilogram per keluarga penerima manfaat.

“Kan nggak mungkin kita kasih bantuan cuma satu kilo. Standarnya itu satu keluarga menerima satu pack 5 kilogram. Jadi kalau satu pack Rp60 ribu, maka satu kilonya sekitar Rp12.500, masih dalam batas wajar,” jelasnya.

Dengan demikian, Sudaryono memastikan tidak ada praktik penggelembungan harga, dan tidak ada satu rupiah pun anggaran yang merugikan masyarakat.

Standar Pasar: Beras Kemasan 5 Kg, Bukan Eceran

Lebih jauh, Sudaryono menjelaskan bahwa di pasaran, beras kemasan resmi hampir selalu diproduksi dalam ukuran 5 kilogram. Sementara ukuran di bawah itu umumnya dijual secara curah di pasar tradisional dan ditimbang sesuai kebutuhan.

Artinya, penggunaan kemasan 5 kilogram dalam bantuan bencana justru mempermudah distribusi, pencatatan logistik, serta pengawasan penyaluran.

“Yang di bawah 5 kilo itu biasanya beras curah. Kalau bantuan pemerintah pasti menggunakan standar kemasan agar tidak rawan disalahgunakan,” tegasnya.

Pemerintah Sudah Salurkan 1.200 Ton Beras Senilai Rp16 Miliar

Di tengah polemik harga, pemerintah juga membeberkan progres distribusi bantuan. Hingga awal Desember 2025, Kementerian Pertanian mencatat telah menyalurkan 1.200 ton beras bagi masyarakat terdampak banjir dan longsor di sejumlah wilayah Sumatra.

Total nilai bantuan tersebut mencapai Rp16 miliar.

“Hingga saat ini, pemerintah telah menyalurkan 1.200 ton bantuan beras untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan pangan warga terdampak bencana,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementan, Moch. Arief Cahyono, dalam keterangannya di Jakarta, Senin (8/12).

Namun angka itu baru tahap awal. Secara keseluruhan, pemerintah menargetkan akan menyalurkan hingga 10.000 ton bantuan beras dalam rangka tanggap darurat dan pemulihan pascabencana.

Kementan Ajak Warga Ikut Mengawasi: “Jangan Takut Mengkritik”

Menariknya, Kementerian Pertanian justru mengapresiasi kegelisahan publik dan peran aktif warganet dalam mengawasi distribusi bantuan.

“Pemerintah menyampaikan apresiasi kepada masyarakat yang ikut mengawasi dan memberi masukan terkait transparansi data bantuan,” kata Arief.

Menurutnya, keterlibatan publik sangat penting untuk mencegah potensi penyimpangan di lapangan, terutama pada fase distribusi yang rawan diselewengkan oleh oknum.

Kementan pun membuka ruang pengawasan seluas-luasnya agar bantuan benar-benar tepat sasaran, tidak disunat, tidak dipindahkan, dan tidak disalahgunakan.

Transparansi Diuji di Tengah Derita Korban Bencana

Kasus ini menjadi pengingat bahwa di tengah penderitaan korban banjir dan longsor di Sumatra, transparansi anggaran dan kejelasan informasi adalah kunci menjaga kepercayaan publik. Kesalahan kecil dalam penulisan satuan pun bisa berubah menjadi krisis kepercayaan berskala nasional.

Dengan klarifikasi langsung dari Wamentan, pemerintah berharap masyarakat tidak lagi terjebak dalam kesimpangsiuran informasi dan tetap mengawal jalannya bantuan dengan kritik yang sehat, objektif, dan berbasis fakta.

Di sisi lain, jutaan warga terdampak kini hanya berharap satu hal: bantuan datang tepat waktu, cukup, dan benar-benar sampai ke tangan mereka yang membutuhkan bukan sekadar jadi angka dalam laporan.

(L6)

#Kementan #Viral #BantuanBerasBencanaSumatera