Lima Perusahaan Tambang Disegel, Diduga Jadi Biang Banjir Sumatra Barat

Kementerian Lingkungan Hidup Segel perusahaan melakukan pertambangan secara ilegal yang jadi penyebab banjir di Sumatra Barat (Foto: KLH)
D'On, Sumatera Barat — Negara akhirnya menunjukkan sikap tegas. Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) secara resmi menyegel dan menghentikan paksa operasional lima perusahaan pertambangan yang beroperasi di kawasan elevasi tinggi Sumatra Barat. Langkah drastis ini diambil setelah ditemukan bukti kuat pelanggaran lingkungan serius yang diduga menjadi salah satu pemicu utama banjir besar yang berulang kali menghantam wilayah Padang dan sekitarnya.
Penyegelan dipimpin langsung oleh Deputi Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup, menandai bahwa kasus ini tidak lagi dipandang sebagai pelanggaran administratif biasa, melainkan telah memasuki wilayah kejahatan lingkungan yang berdampak langsung pada keselamatan publik.
Sedimentasi Parah Mengalir ke Sungai Batang Kuranji
Hasil pengawasan lapangan KLH/BPLH mengungkap fakta mencengangkan. Aktivitas tambang dari lima perusahaan tersebut menyebabkan sedimentasi masif yang bermuara ke Sungai Batang Kuranji, salah satu sungai vital yang mengalir di jantung Kota Padang.
Endapan lumpur dan material tambang yang terus mengalir dari kawasan hulu mempercepat pendangkalan sungai, menggerus daya tampung aliran air, dan menjadikan hujan deras sebagai bencana yang nyaris tak terelakkan.
Saat curah hujan tinggi, sungai yang telah kehilangan kapasitas alaminya meluap dengan cepat, menerjang pemukiman warga, merendam rumah, merusak fasilitas umum, dan mengancam keselamatan jiwa.
Lima Perusahaan Dihentikan Paksa
Adapun perusahaan yang disegel dan dihentikan seluruh aktivitas operasionalnya adalah:
- PT Parambahan Jaya Abadi
- PT Dian Darell Perdana
- CV Lita Bakti Utama
- CV Jumaidi
- PT Solid Berkah Ilahi
Kelima perusahaan ini diketahui beroperasi di kawasan sensitif secara ekologis, termasuk wilayah perbukitan dan daerah aliran sungai (DAS), namun mengabaikan prinsip kehati-hatian lingkungan.
Pelanggaran Berat: Dari Tanpa Drainase hingga Izin Lingkungan Absen
KLH/BPLH mencatat serangkaian pelanggaran serius, antara lain:
- Tidak adanya sistem drainase yang memadai di area tambang, sehingga air hujan langsung membawa material tambang ke sungai.
- Pembukaan lahan tanpa dokumen persetujuan lingkungan, sebuah pelanggaran fundamental dalam tata kelola pertambangan.
- Operasi tambang kurang dari 500 meter dari pemukiman warga, tanpa pengelolaan dampak lingkungan maupun sosial.
- Pengabaian total terhadap mitigasi risiko banjir dan longsor di kawasan elevasi tinggi.
Kelalaian ini bukan sekadar kesalahan teknis, melainkan mencerminkan pola eksploitasi yang abai terhadap keselamatan warga dan keberlanjutan lingkungan.
Menteri LH: Tidak Ada Kompromi untuk Perusak Lingkungan
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa negara tidak akan tinggal diam ketika aktivitas bisnis mengorbankan alam dan rakyat.
“Penyegelan ini adalah langkah awal untuk mengevaluasi total operasional perusahaan yang diduga kuat memicu banjir. Tidak ada kompromi bagi pelaku usaha yang mengabaikan dampak lingkungan dan keselamatan warga,” tegas Hanif dalam keterangan resminya, dikutip Tirto, Minggu (21/12).
Menurut Hanif, kepatuhan terhadap aturan lingkungan bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan tanggung jawab moral yang harus dibayar mahal jika dilanggar.
Evaluasi Menyeluruh dan Transparan
KLH/BPLH memastikan proses evaluasi akan dilakukan secara menyeluruh, terbuka, dan transparan, termasuk kemungkinan penjatuhan sanksi lanjutan berupa pencabutan izin hingga proses pidana lingkungan jika ditemukan unsur kesengajaan atau kelalaian berat.
“Ini adalah pesan keras: lingkungan bukan untuk dikorbankan. Kami akan mengejar setiap pelanggaran hingga ke akarnya demi memastikan hak rakyat atas lingkungan yang sehat dan aman tetap terjaga,” pungkas Hanif.
Banjir dan Akuntabilitas Korporasi
Kasus ini kembali menegaskan satu hal: bencana bukan semata takdir alam, melainkan sering kali buah dari akumulasi kebijakan dan praktik usaha yang abai. Di tengah jeritan warga yang kehilangan rumah dan rasa aman, penyegelan lima perusahaan ini menjadi ujian nyata apakah penegakan hukum lingkungan benar-benar berpihak pada rakyat.
Publik kini menunggu: apakah langkah tegas ini akan berlanjut hingga ke meja hijau, atau berhenti sebagai simbol sesaat.
(T)
#TambangIlegal #BanjirSumbar #SumateraBarat #KementerianLingkunganHidup