Bus Cahaya Trans Tewaskan 16 Orang: Ilegal, Tak Laik Jalan, Namun Tetap Dipaksa Beroperasi

Petugas mengvakuasi korban kecelakaan bus PO Cahaya Trans bernomor polisi B-7201 IV terjadi di simpang susun exit Tol Krapyak, Kota Semarang, Senin 22 Desember 2025. (Dok Basarnas Semarang)
D'On, SEMARANG — Tragedi maut yang melibatkan bus PO Cahaya Trans di exit Tol Krapyak bukan sekadar kecelakaan lalu lintas biasa. Penyelidikan awal mengungkap rangkaian kelalaian serius baik administratif maupun teknis yang menjadikan insiden ini sebagai bom waktu di atas roda.
Bus bernomor polisi B 7201 IV yang mengangkut 33 penumpang dari Jatiasih menuju Yogyakarta itu ternyata tidak memiliki izin operasional resmi. Fakta ini disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Aan Suhanan, dalam keterangan resminya, Senin (22/12/2025).
“Berdasarkan pengecekan pada aplikasi Mitra Darat, kendaraan tersebut tidak terdaftar sebagai angkutan pariwisata maupun angkutan antarkota antarprovinsi (AKAP),” tegas Aan.
Dilarang Jalan, Namun Tetap Mengaspal
Lebih mengejutkan lagi, bus tersebut secara resmi telah dinyatakan tidak laik jalan. Data dari sistem BLU-e menunjukkan uji berkala terakhir dilakukan pada 3 Juli 2025. Namun pada ramp check 9 Desember 2025, petugas menyatakan kendaraan tidak memenuhi syarat keselamatan dan dilarang beroperasi.
Larangan itu diabaikan.
Bus tetap dipaksakan berangkat, menembus malam, membawa puluhan nyawa tanpa perlindungan keselamatan yang memadai.
Detik-detik Maut di Simpang Susun Krapyak
Insiden tragis terjadi sekitar pukul 00.30 WIB. Saat melintas di Simpang Susun Krapyak, bus melaju dengan kecepatan tinggi. Pengemudi diduga kehilangan kendali di jalur menurun yang membutuhkan kewaspadaan ekstra.
Menurut Aan Suhanan, kurangnya konsentrasi pengemudi serta ketidaktahuan terhadap karakter medan jalan menjadi faktor dominan kecelakaan.
Bus menghantam pembatas jalan dengan keras sebelum akhirnya terguling. Benturan brutal merusak parah bagian belakang dan samping kendaraan, menjebak penumpang di dalam badan bus yang ringsek.
Jeritan, kepanikan, dan kepedihan menyelimuti lokasi kejadian di tengah gelapnya malam.
16 Nyawa Melayang, Sistem Keselamatan Dipertanyakan
Akibat kecelakaan tersebut, 16 penumpang meninggal dunia di lokasi kejadian, sementara satu orang lainnya mengalami luka ringan. Korban berasal dari berbagai latar belakang orang tua, anak-anak, hingga pencari nafkah yang berangkat dengan harapan selamat sampai tujuan, namun justru berakhir di jalan maut.
Saat ini, Ditjen Perhubungan Darat, kepolisian, dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) tengah melakukan pendalaman menyeluruh di lapangan. Penyelidikan tidak hanya fokus pada pengemudi, tetapi juga tanggung jawab perusahaan otobus yang mengoperasikan kendaraan ilegal dan tidak laik jalan.
Peringatan Keras untuk PO Bus
Dirjen Hubdat menegaskan bahwa tragedi ini harus menjadi peringatan keras bagi seluruh perusahaan angkutan umum di Indonesia.
“Pemilik PO wajib memastikan armadanya memenuhi standar teknis dan administrasi. Pengemudi harus sehat, paham rute, dan tidak bekerja melebihi batas. Sopir cadangan juga wajib disiapkan,” tegas Aan.
Ia menekankan bahwa kelalaian sekecil apa pun dalam transportasi publik dapat berujung pada tragedi kemanusiaan besar.
Tragedi yang Seharusnya Bisa Dicegah
Kecelakaan bus Cahaya Trans membuka kembali luka lama dalam sistem transportasi darat nasional: pengawasan lemah, pelanggaran dibiarkan, dan nyawa penumpang dipertaruhkan demi keuntungan.
Bus yang ilegal, tidak laik jalan, dan dilarang beroperasi, tetap melaju bebas di jalan tol hingga akhirnya merenggut 16 nyawa sekaligus.
Kini publik menanti:
Siapa yang benar-benar bertanggung jawab?
Dan akankah tragedi ini menjadi titik balik, atau sekadar angka baru dalam daftar panjang kecelakaan transportasi?
(B1)
#Peristiwa #Kecelakaan #POCahayaTrans