Breaking News

BNNP Sumbar Bongkar 14 Kasus Narkotika Sepanjang 2025, 37 Tersangka Seluruhnya Bandar dan Kurir Sumbar Tak Lagi Sekadar Daerah Transit, Kini Mulai Jadi Pengirim Sabu Antarprovinsi

BNNP Sumbar Bongkar 14 Kasus Narkoba Selama Tahun 2025

D'On, PADANG
— Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumatera Barat mencatat capaian pengungkapan narkotika yang mengkhawatirkan sekaligus mencerminkan perubahan besar dalam peta peredaran barang haram tersebut. Sepanjang tahun 2025, BNNP Sumbar berhasil mengungkap 14 Laporan Kasus Narkotika (LKN) dengan total 37 tersangka, yang seluruhnya berperan sebagai bandar dan kurir, tanpa satu pun berstatus pengguna.

Fakta ini menegaskan bahwa peredaran narkotika di Sumatera Barat telah masuk ke fase yang lebih serius dan terorganisir, bukan lagi sekadar penyalahgunaan individu.

Kepala BNNP Sumbar, Brigjen Pol Ricky Yanuarfi, menegaskan bahwa capaian ini mencerminkan peningkatan kualitas pengungkapan yang menyasar langsung jantung jaringan narkotika.

“Sepanjang 2025, kami mengungkap 14 kasus dengan 37 tersangka. Seluruhnya adalah bandar dan kurir. Tidak ada pengguna. Ini menunjukkan bahwa kami fokus memutus mata rantai peredaran, bukan sekadar menangkap pemakai,” ujar Ricky saat konferensi pers akhir tahun di Kantor BNNP Sumbar, Selasa (23/12).

Pola Berubah: Dari Daerah Tujuan Menjadi Daerah Pengirim

Lebih jauh, Ricky mengungkapkan adanya pergeseran signifikan pola peredaran narkotika di Sumatera Barat. Jika selama ini Sumbar dikenal sebagai daerah tujuan atau transit narkotika, kini wilayah ini justru mulai berperan sebagai daerah pengirim ke provinsi lain.

“Kasus terakhir menunjukkan sabu dikirim dari Sumatera Barat ke Sumatera Selatan. Ini sangat berbeda dengan pola lama, di mana Sumbar selalu menjadi daerah penerima,” ungkapnya.

Perubahan ini menjadi alarm keras bahwa jaringan narkotika tidak hanya memanfaatkan Sumbar sebagai pasar, tetapi juga mulai menjadikannya sebagai simpul distribusi regional.

Rumah Singgah dan Gudang Sabu Terungkap

Dalam sejumlah pengungkapan, petugas BNNP Sumbar tidak langsung menemukan barang bukti narkotika dalam jumlah besar. Yang ditemukan justru bekas pemakaian di lokasi tertentu. Namun pengembangan mendalam mengungkap fakta lain yang lebih mengerikan: keberadaan rumah singgah dan lokasi penyimpanan tersembunyi yang digunakan untuk menimbun sabu sebelum diedarkan.

Modus ini menunjukkan bahwa jaringan narkotika bekerja dengan sistematis, berlapis, dan berupaya mengelabui aparat penegak hukum.

Lonjakan Tajam: Hingga 20 Kg Sabu Masuk Tiap Bulan

BNNP Sumbar mencatat lonjakan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, baik dari sisi jumlah tersangka maupun barang bukti. Bahkan, pengungkapan sabu di internal BNN mengalami peningkatan hampir 100 persen, di luar kasus yang ditangani Polda Sumbar.

“Hasil evaluasi bersama aparat penegak hukum memperkirakan sekitar 20 kilogram sabu masuk ke Sumatera Barat setiap bulan. Ini angka yang sangat besar dan mengkhawatirkan,” tegas Ricky.

Angka tersebut memperlihatkan betapa masifnya ancaman narkotika di Sumbar dan sekaligus menunjukkan besarnya potensi kerusakan sosial yang ditimbulkan jika tidak dicegah secara serius.

Jalur Masuk dan Daerah Rawan

BNNP Sumbar juga telah memetakan jalur peredaran narkotika di wilayah ini. Untuk ganja, daerah Pasaman, Pasaman Barat, dan Pasaman Timur masih menjadi pintu masuk utama. Sementara sabu-sabu umumnya berasal dari Sumatera Utara dan Riau, yang masuk melalui jalur lintas antarprovinsi.

Berdasarkan survei BNN, sekitar 1,1 persen penduduk Sumatera Barat terpapar narkotika, dengan hampir 60 persen di antaranya merupakan pengguna ganja. Mayoritas pasokan narkotika yang masuk ke Sumbar sepanjang 2025 diketahui berasal dari Sumatera Utara.

Hukuman Mati dan Jaringan Tanpa Ampun

Sementara itu, Kasi Narkotika Kejaksaan Tinggi Sumbar, Rieski, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menangani sejumlah perkara narkotika dengan tuntutan dan putusan berat. Bahkan, beberapa kasus telah berujung pada hukuman mati.

“Ada perkara yang dituntut hukuman mati dan sudah diputus oleh pengadilan. Sebagian lainnya masih dalam proses hukum,” jelasnya.

Hal ini menunjukkan bahwa negara tidak main-main dalam menghadapi kejahatan narkotika yang telah merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat.

Anak Muda Jadi Sasaran Empuk Bandar

Ricky juga menyoroti keterlibatan usia produktif dalam jaringan narkotika, khususnya sebagai kurir. Para bandar besar sengaja merekrut anak-anak muda karena dianggap lebih mudah dikendalikan dan memiliki risiko hukuman yang lebih ringan.

“Rata-rata kurir berusia 24 hingga 35 tahun. Bandar besar tidak terjun langsung karena ancaman hukuman mereka sangat berat, bahkan bisa hukuman mati,” tegasnya.

Fenomena ini menjadi ancaman serius bagi masa depan generasi muda Sumatera Barat.

Seruan Kolaborasi dan Kesadaran Bersama

Mengakhiri pernyataannya, Ricky menegaskan bahwa perang melawan narkotika tidak bisa hanya mengandalkan aparat penegak hukum. Dibutuhkan kolaborasi lintas instansi, mulai dari Polri, Bea Cukai, hingga pemerintah daerah, serta partisipasi aktif masyarakat.

“Tanpa pencegahan menyeluruh dan kesadaran bersama, generasi muda akan terus menjadi sasaran empuk jaringan narkotika,” pungkasnya.

Perang melawan narkotika di Sumatera Barat kini memasuki babak baru lebih keras, lebih kompleks, dan menuntut keberanian semua pihak untuk tidak tinggal diam.

(PM)

#Narkoba #BNNPSumbar