Prabowo Menetapkan Empat Pulau Sengketa Resmi Milik Aceh, Akhiri Ketegangan Wilayah dengan Sumut
Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Ketet dan Mangkir Gadang yang sempat disengketakan Provinsi Aceh dan Sumut sebelum diputuskan Mendagri masuk Sumut, April 2025. (Googlemaps)
D'On, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto akhirnya mengambil sikap tegas dalam sengketa wilayah yang selama ini menimbulkan keresahan antara dua provinsi besar di Pulau Sumatera. Setelah melalui proses panjang, empat pulau yang selama ini diperebutkan antara Aceh dan Sumatera Utara resmi dinyatakan sebagai bagian dari wilayah Aceh. Keputusan ini diumumkan secara resmi pada Selasa, 17 Juni 2025, di Kantor Presiden, Jakarta.
"Berlandaskan dokumen yang sah dan kuat, pemerintah telah mengambil keputusan bahwa keempat pulau tersebut adalah milik Aceh," tegas Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, dalam konferensi pers usai rapat lintas kementerian.
Keempat pulau yang dimaksud adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek — wilayah strategis yang sebelumnya memicu ketegangan administratif dan politik antara Aceh dan Sumut, terutama setelah terbitnya Keputusan Menteri Dalam Negeri beberapa bulan lalu.
Pertarungan Data dan Dokumen: Awal Mula Sengketa
Sengketa ini bermula dari keputusan kontroversial yang tertuang dalam Keputusan Mendagri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138/2025, yang ditandatangani pada 25 April 2025. Dalam keputusan tersebut, Kementerian Dalam Negeri menetapkan keempat pulau itu sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Penetapan itu dilakukan dalam rangka kodifikasi wilayah nasional serta pendaftaran nama-nama pulau kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Namun, keputusan itu justru memicu gelombang penolakan di Aceh, terutama dari masyarakat Aceh Singkil yang merasa secara historis, kultural, dan geografis, pulau-pulau tersebut merupakan bagian integral dari wilayah mereka. Protes merebak. Isu ini tak hanya menjadi bahan pembicaraan di tingkat daerah, tapi juga mengemuka dalam rapat-rapat DPR hingga memaksa pemerintah pusat untuk membuka kembali peta-peta lama dan menelusuri jejak administratif yang kompleks.
Rapat Puncak dan Bukti Baru: Menelusuri Akar Masalah
Pemerintah tidak tinggal diam. Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, yang ditugaskan langsung oleh Mendagri Tito Karnavian, memimpin penelusuran ulang terhadap bukti-bukti administratif dan geografis terkait kepemilikan keempat pulau tersebut.
Dalam sebuah rapat lintas instansi yang digelar pada Senin, 16 Juni 2025, dihadiri berbagai pihak termasuk Kementerian Pertahanan, Badan Informasi Geospasial (BIG), TNI AL, TNI AD, serta para sejarawan Bima mengungkapkan bahwa timnya menemukan novum atau bukti baru yang sebelumnya belum pernah dijadikan rujukan dalam penetapan wilayah.
"Kami pelajari lebih dalam lagi, dan dari proses ini, ditemukan data baru yang menguatkan klaim Aceh atas keempat pulau tersebut," ungkap Bima, yang juga mantan Wali Kota Bogor.
Penemuan ini menjadi dasar kuat yang akhirnya menggeser posisi keputusan sebelumnya dan mendorong dilakukannya evaluasi pada tingkat tertinggi pemerintahan.
Kesepakatan Tertinggi: Prabowo Tegaskan Keputusan Final
Puncak dari proses penyelesaian ini terjadi dalam rapat khusus di Istana Presiden, Jakarta, pada 17 Juni 2025. Rapat tersebut dihadiri oleh Presiden Prabowo, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Gubernur Aceh Muzakir Manaf, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, dan unsur pimpinan DPR seperti Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.
Hasil rapat tersebut menetapkan bahwa keempat pulau yang sebelumnya sempat masuk dalam wilayah administratif Tapanuli Tengah kini secara resmi dikembalikan menjadi bagian dari Aceh.
"Ini adalah hasil kesepakatan bersama, dan semua pihak telah sepakat untuk menghormati keputusan ini," kata Dasco kepada wartawan usai rapat.
Prasetyo Hadi juga menambahkan, pemerintah meminta masyarakat agar tidak lagi mempercayai isu liar atau spekulasi yang berkembang mengenai perebutan wilayah. "Keputusan ini final dan berdasarkan dokumen administratif negara," tegasnya.
Dampak Politik dan Sosial: Simbol Kedaulatan Daerah
Keputusan ini menjadi momen penting bagi masyarakat Aceh. Bagi mereka, ini bukan hanya soal batas wilayah, tetapi menyangkut identitas, sejarah, dan harga diri daerah. Bagi Sumatera Utara, keputusan ini juga menjadi refleksi bahwa penyelesaian konflik wilayah dapat dilakukan secara konstitusional dan damai, tanpa perlu benturan fisik maupun sosial.
Sementara itu, Mendagri Tito Karnavian memastikan bahwa pihaknya tetap membuka ruang hukum bagi pihak-pihak yang ingin menggugat keputusan tersebut. "Silakan jika ada yang ingin membawa ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Pemerintah siap menghadapi dan terbuka untuk evaluasi," ujarnya.
Catatan Tentang Keadilan Wilayah
Kasus empat pulau ini menjadi pengingat betapa pentingnya transparansi, akurasi data, dan keterlibatan berbagai pihak dalam menentukan batas-batas administrasi di negara kepulauan seperti Indonesia. Dalam era kepemimpinan Prabowo, penyelesaian sengketa ini menjadi preseden bagaimana keputusan bisa diambil berdasarkan kajian yang jujur, dokumen yang valid, dan kesepakatan politik yang matang.
Kini, Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek kembali pulang ke pangkuan Aceh. Sebuah babak baru dimulai semoga bukan dengan ketegangan, tetapi dengan kerja sama antardaerah untuk membangun Indonesia yang lebih utuh.
(Mond)
#Nasional #SengketaPulauAcehdanSumut #PrabowoSubianto