Diskon Listrik Batal, Anak Buah Bahlil Tak Dilibatkan: Koordinasi Antar Lembaga Dipertanyakan
![]() |
Kementerian ESDM mengaku tak diajak bicara soal diskon listrik Juni-Juli 2025 yang batal. Anggaran dialihkan ke BSU pekerja bergaji di bawah Rp 3,5 juta. |
D'On, Jakarta — Rencana pemerintah untuk memberikan diskon tarif listrik sebesar 50% kepada pelanggan rumah tangga dengan daya 1.300 VA ke bawah pada bulan Juni dan Juli 2025 resmi dibatalkan. Namun, yang mengemuka bukan hanya soal batalnya insentif, melainkan drama koordinasi antar lembaga pemerintah yang kini dipertanyakan publik.
Secara mengejutkan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) lembaga teknis yang menjadi otoritas utama di bidang ketenagalistrikan mengaku tidak pernah dilibatkan sejak awal dalam pembahasan maupun penyusunan kebijakan tersebut.
Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Juru Bicara Kementerian ESDM, Dwi Anggia, yang menegaskan bahwa tidak ada permintaan resmi kepada pihaknya untuk memberikan masukan teknis, apalagi terlibat aktif dalam perumusan kebijakan strategis yang berdampak langsung kepada jutaan rumah tangga.
“Kementerian ESDM tidak terlibat dalam pembuatan keputusan diskon tarif listrik pada periode Juni dan Juli 2025,” tegas Anggia, Selasa (3/6/2025).
“Kami sejatinya siap jika diminta untuk memberikan dukungan teknis, namun dalam hal ini, tidak ada pelibatan sejak awal,” tambahnya.
Padahal, Kementerian ESDM adalah instansi yang memiliki pemahaman paling mendalam tentang peta ketenagalistrikan nasional, termasuk dampak fiskal dan operasional dari sebuah kebijakan tarif. Tidak heran bila ketidakhadiran mereka dalam proses pengambilan keputusan menimbulkan tanya: siapa yang menyusun kebijakan ini, dan atas dasar apa?
Sri Mulyani: Terhambat Proses Anggaran
Dari sisi fiskal, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa rencana diskon gagal dilaksanakan bukan karena pertimbangan teknis, melainkan alasan administratif: proses penganggaran yang memakan waktu terlalu lama, sehingga tidak memungkinkan kebijakan diterapkan tepat waktu.
“Untuk pelaksanaan Juni-Juli, proses anggarannya tidak memungkinkan. Maka kami putuskan tidak bisa dijalankan,” ungkap Sri Mulyani, Senin (2/6/2025), usai rapat di Istana Kepresidenan.
Sebagai gantinya, pemerintah memutuskan mengalihkan anggaran tersebut ke program Bantuan Subsidi Upah (BSU), yang akan menyasar pekerja dengan gaji di bawah Rp 3,5 juta per bulan. Meskipun tetap menyasar kelompok rentan, perubahan mendadak ini menimbulkan kebingungan publik—terutama mereka yang sebelumnya telah berharap dapat menikmati keringanan tagihan listrik pada musim puncak konsumsi.
Benang Kusut Koordinasi: Gejala atau Simptom?
Yang menjadi sorotan bukan semata soal batalnya kebijakan, tetapi bagaimana kebijakan tersebut diumumkan, dibatalkan, dan ternyata tidak melibatkan kementerian yang secara fungsional mestinya menjadi aktor utama.
Keputusan yang diumumkan tanpa koordinasi lintas sektor memperlihatkan ada ruang kosong dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan publik. Hal ini sekaligus memunculkan pertanyaan lebih luas: apakah proses pembuatan kebijakan saat ini cukup transparan dan inklusif?
Pakar kebijakan publik menilai bahwa dinamika ini adalah cerminan dari lemahnya sinergi antarkementerian. Dalam sistem pemerintahan yang kompleks seperti Indonesia, koordinasi menjadi kunci agar kebijakan tidak hanya tepat sasaran, tapi juga tepat waktu dan tepat proses.
“Kebijakan publik idealnya disusun secara partisipatif, terutama yang berdampak luas. Ketika kementerian teknis tidak dilibatkan, maka risiko kesalahan implementasi atau pembatalan di tengah jalan menjadi sangat tinggi,” ujar seorang analis dari Lembaga Studi Kebijakan Negara (LSKN).
Apa yang Bisa Dipelajari?
Kasus ini menjadi alarm penting bagi pemerintah untuk memperbaiki mekanisme koordinasi dan perencanaan kebijakan strategis. Keterlibatan para pemangku kepentingan sejak awal, transparansi proses penganggaran, serta komunikasi publik yang jelas adalah elemen-elemen mendasar dalam tata kelola pemerintahan yang baik.
Sementara itu, masyarakat kembali dihadapkan pada realitas bahwa kebijakan publik bisa berganti arah sewaktu-waktu bahkan ketika belum benar-benar dijalankan. Ini bukan sekadar soal subsidi listrik yang batal, tetapi tentang bagaimana negara merancang, menyusun, dan merealisasikan janji-janji kebijakan kepada rakyatnya.
(B1)
#DiskonTarifListrikBatal #Nasional #DiskonTarifListrik #KementerianESDM