Amerika Memanas! Rakyat Kepung Kota, Desak Trump Mundur Usai Serangan ke Iran
D'On, Washington D.C. — Amerika Serikat kembali bergolak. Ribuan warga dari berbagai penjuru negeri turun ke jalan dalam gelombang demonstrasi nasional sebagai reaksi atas keputusan Presiden Donald Trump yang memerintahkan serangan militer mendadak ke Iran. Seruan moral, kecaman tajam, dan tuntutan pengunduran diri menggema di jalanan, menandai babak baru krisis kepercayaan terhadap kepemimpinan Gedung Putih.
Serangan yang dilakukan tanpa persetujuan Kongres dan minim transparansi ini langsung menyulut kemarahan publik. Alih-alih mempersatukan bangsa, langkah militer itu justru membuka luka lama, menghidupkan trauma invasi masa lalu, dan menyulut perdebatan sengit tentang arah kebijakan luar negeri Amerika Serikat.
Rakyat Tumpah ke Jalan: “Bukan Atas Nama Kami!”
Dari New York hingga San Francisco, dari Chicago hingga Atlanta, lautan manusia memenuhi jalanan, membawa poster bertuliskan “No War in Our Name”, “Trump Out Now!”, dan “Hands Off Iran!”. Aksi protes ini bukan hanya sekadar respons spontan. Ini adalah akumulasi dari keresahan panjang terhadap gaya kepemimpinan Trump yang kerap dianggap impulsif, agresif, dan terlalu condong ke sekutu-sekutu strategis tertentu.
“Demonstrasi pecah di seluruh penjuru Amerika. Rakyat turun ke jalan dengan penuh kemarahan karena Amerika menyerang Iran,” tulis akun @PriyaPurohit di platform X, yang menjadi salah satu sumber utama arus informasi demonstrasi ini.
Banyak demonstran mengenakan pakaian hitam sebagai simbol duka dan penolakan terhadap pertumpahan darah. Sebagian lainnya datang membawa anak-anak mereka sebuah pesan simbolis bahwa generasi masa depan tidak boleh diwarisi kebijakan perang.
Kritik Mengalir Deras: “Trump Dengarkan Netanyahu, Bukan Rakyatnya!”
Nada protes tidak hanya memenuhi ruang publik, tapi juga membanjiri media sosial. Netizen meluapkan kekesalan mereka dengan menuduh Trump tidak lagi memprioritaskan kepentingan nasional. Beberapa bahkan menyebut bahwa keputusan serangan ke Iran lebih dipengaruhi oleh tekanan dari luar negeri, khususnya Israel.
“Trump lebih dengar Netanyahu daripada rakyatnya sendiri,” tulis seorang pengguna X.
Lainnya mengaitkan kebijakan ini dengan kepentingan politik dan ekonomi tersembunyi: “Ini bukan tentang keamanan nasional, ini tentang bisnis senjata, pengaruh politik, dan pemenuhan agenda sekutu. Dan rakyat yang jadi korbannya.”
Sorotan tajam juga diarahkan pada pemborosan dana negara. Banyak yang menilai bahwa anggaran pertahanan justru dimanfaatkan untuk mendanai konflik, bukan kesejahteraan rakyat.
“Uang pajak rakyat seharusnya dipakai untuk pendidikan, kesehatan, bukan untuk menyalakan api perang!” tulis seorang demonstran dalam sebuah video yang viral.
Amerika Dituding Jadi ‘Boneka Perang’
Kritik yang paling menggugah datang dari sejumlah kalangan progresif dan intelektual muda yang menyebut bahwa Amerika kini sedang kehilangan arah. Dalam berbagai forum diskusi daring, muncul istilah pedas: America, the Proxy Warrior Amerika sebagai petarung pesanan pihak luar.
“Amerika adalah buruh Israel, elitnya tertawan,” tulis seorang warganet dengan nada getir.
“Rakyat tak pernah dimintai persetujuan, tapi malah dijadikan alasan. Ini bukan demokrasi, ini tirani berkedok patriotisme,” tambah lainnya.
Tuntutan Mundur Menggema
Tuntutan agar Trump mundur dari jabatannya makin hari makin lantang. Demonstran menyebut bahwa keputusan sepihak yang menyulut potensi konflik besar seperti ini sudah cukup menjadi alasan kuat untuk pencopotan presiden.
“Trump telah mengkhianati janji kampanye. Ia berjanji menghindari perang dan fokus pada pembangunan dalam negeri. Kenyataannya? Ia membawa kita ke tepi jurang perang besar,” ucap Rachel B., seorang aktivis perempuan di Washington, yang diwawancarai langsung oleh sejumlah media lokal.
Tuntutan mundur bukan hanya datang dari rakyat sipil. Sejumlah tokoh politik oposisi juga mulai menunjukkan sinyal kuat untuk mendorong pemakzulan ulang, dengan menyebut keputusan Trump sebagai “abuse of power” dan “reckless endangerment of national security”.
Gedung Putih Bungkam, Dunia Waspada
Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari Gedung Putih yang menanggapi demonstrasi besar-besaran ini. Trump sendiri, yang biasanya aktif di media sosial, tampak lebih berhati-hati dan belum mengeluarkan komentar langsung.
Di panggung global, negara-negara sekutu Amerika Serikat mulai menunjukkan sikap hati-hati. Beberapa bahkan meminta klarifikasi langsung atas alasan dan tujuan strategis dari serangan tersebut. Iran sendiri sudah mengeluarkan peringatan bahwa mereka tidak akan tinggal diam, meningkatkan kekhawatiran akan pecahnya konflik regional yang lebih luas.
Amerika di Titik Balik?
Kini muncul satu pertanyaan besar: Apakah ini adalah awal dari keruntuhan politik Donald Trump, atau justru momentum yang akan ia gunakan untuk mengukuhkan diri sebagai pemimpin ‘perang’?
Satu hal yang pasti Amerika sedang berada di titik genting. Di antara desakan rakyat, ketegangan internasional, dan ancaman perpecahan internal, negeri adidaya itu kini tengah diuji: Apakah akan memilih jalan diplomasi dan perdamaian, atau terus melaju menuju pusaran konflik berkepanjangan?
(B1)
#Internasional #AmerikaSerikat #Demonstrasi #DonaldTrump