Menanti Salinan Lengkap Putusan MK, Mendikdasmen Abdul Mu’ti Siap Bahas Implikasi Besar pada UU Sisdiknas
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti berjabat tangan dengan siswa di SMKN 3 Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Jumat (9/5/2025). ANTARA
D'On, Jakarta – Di tengah sorotan publik terhadap kesenjangan akses pendidikan dasar di Indonesia, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, menyatakan kesiapannya untuk membedah putusan penting Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Namun, langkah itu masih menunggu satu hal krusial: salinan lengkap dari putusan MK.
“Kami baru akan membahas kalau sudah mendapatkan berkas salinan putusan lengkap,” ujar Mu’ti di Jakarta, Selasa (27/5/2025), seperti dilaporkan oleh Antara.
Pernyataan tersebut mencerminkan kehati-hatian pemerintah dalam menafsirkan putusan MK yang menyentuh langsung jantung persoalan pendidikan dasar di Indonesia—yakni soal kewajiban negara dalam membiayai pendidikan, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Isi Putusan MK: Negara Wajib Biayai Pendidikan Dasar, Termasuk di Sekolah Swasta
Putusan MK yang dimaksud adalah amar Putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024 yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo. MK menyatakan bahwa frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas menimbulkan multitafsir dan diskriminasi.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan bahwa norma tersebut selama ini dipraktikkan hanya untuk sekolah negeri, sehingga menciptakan ketimpangan sistemik banyak anak terpaksa bersekolah di lembaga swasta dengan biaya tinggi karena keterbatasan daya tampung sekolah negeri.
“Konstitusi tidak membatasi bahwa pendidikan dasar yang dibiayai negara harus di sekolah negeri. Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 justru mewajibkan negara untuk membiayai pendidikan dasar secara menyeluruh, tanpa membedakan pengelola satuan pendidikannya,” tegas Enny.
Makna Frasa Baru: Pembiayaan Tanpa Diskriminasi
Melalui putusan ini, MK secara resmi mengubah norma Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas menjadi:
“Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat.”
Ini adalah titik balik yang krusial. Dengan amar ini, negara dituntut hadir tidak hanya di sekolah negeri, tetapi juga menjangkau sekolah dan madrasah swasta yang selama ini menanggung beban operasional sendiri meskipun ikut menyelenggarakan pendidikan dasar.
Pemerintah Menimbang Kemampuan Fiskal
Mendikdasmen Abdul Mu’ti menyambut putusan MK tersebut dengan penuh tanggung jawab, meski dengan catatan.
“Kewajiban membiayai pendidikan dasar juga untuk sekolah swasta memang sudah jelas. Namun, pelaksanaannya harus disesuaikan dengan kemampuan fiskal pemerintah,” ujar Mu’ti.
Artinya, negara tidak serta-merta menanggung semua biaya operasional sekolah swasta, terutama yang belum atau tidak memenuhi kriteria tertentu untuk bantuan. Pemerintah akan mempertimbangkan kapasitas anggaran sebelum merancang skema bantuan pembiayaan yang baru.
Sekolah Swasta Masih Bisa Memungut Biaya Dengan Syarat
Putusan MK juga tidak serta-merta menutup pintu bagi sekolah swasta untuk memungut biaya. Sebaliknya, pengenaan biaya masih diperbolehkan pada sekolah-sekolah yang memiliki kurikulum tambahan seperti kurikulum internasional, keagamaan, atau program pendidikan khusus yang menjadi nilai jual mereka.
“Peserta didik yang memilih sekolah seperti ini melakukannya secara sadar, dengan pertimbangan preferensi pribadi, bukan karena keterpaksaan akses,” kata Enny Nurbaningsih.
Sekolah semacam itu bukanlah alternatif terakhir akibat daya tampung terbatas sekolah negeri, melainkan pilihan berbasis kualitas, orientasi kurikulum, dan nilai-nilai tertentu.
Menanti Implementasi dan Regulasi Turunan
Meski putusan MK telah keluar, Abdul Mu’ti menegaskan bahwa pihaknya tidak akan berspekulasi atau mengambil langkah teknis sebelum membaca salinan resmi secara lengkap. Itu penting untuk memastikan tafsir dan implementasi yang tepat.
“Kami belum akan membahas pengubahan norma secara substansial sebelum salinan lengkap putusan kami terima,” ujarnya.
Pernyataan ini juga menegaskan bahwa proses harmonisasi regulasi akan melalui tahapan legal formal, analisis fiskal, serta koordinasi lintas kementerian dan lembaga.
Suara Sipil yang Mengubah Aturan
Perlu dicatat bahwa uji materi ini diajukan bukan oleh partai politik atau kelompok elite, melainkan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia bersama tiga ibu rumah tangga: Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum. Gugatan mereka mencerminkan aspirasi akar rumput terhadap keadilan pendidikan.
Dan kini, aspirasi itu berhasil mengubah wajah regulasi pendidikan nasional.
Catatan Redaksi:
Putusan MK ini membuka peluang bagi pemerintah untuk menyusun ulang peta pendidikan dasar di Indonesia secara lebih adil dan inklusif. Namun, tantangan besarnya justru baru akan dimulai: bagaimana negara mewujudkan pembiayaan pendidikan dasar tanpa diskriminasi, di tengah keterbatasan anggaran?
(Mond)
#Mendikdasmen #PutusanMK #SekolahGratis #Nasional #Pendidikan