Kasus Tambang Ilegal yang Tewaskan Kompol Ulil Resmi Dilimpahkan ke Polda Sumbar
D'On, Jakarta - Drama pertambangan ilegal di Solok Selatan kini memasuki babak baru. Kasus yang sebelumnya ditangani oleh Polres Metro Solok Selatan, di bawah kepemimpinan Kasatreskrim Kompol Anumerta Ryanto Ulil Anshar, kini telah resmi dilimpahkan ke Polda Sumatra Barat. Namun, cerita di balik kasus ini lebih dari sekadar pelanggaran hukum; ada konflik, tragedi, dan pertanyaan besar yang terus menggantung.
Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho, pada Selasa (26/11), mengungkapkan bahwa proses penyidikan terhadap kasus ini sudah berjalan di bawah kendali Ditreskrimum Polda Sumatra Barat. Penanganan kasus ini disebutnya berlangsung dengan baik. "Proses penindakan penyidikan tindak pidana yang diawali oleh Kasatreskrim Polres Solok Selatan ini sekarang sudah diambil alih oleh Polda Sumbar, sudah berjalan dengan baik," ujar Sandi dalam keterangannya di Gedung TNCC Polri.
Barang bukti yang berhasil diamankan dari aktivitas tambang ilegal galian tipe C juga telah dialihkan ke Polda Sumbar. Namun, sorotan tidak berhenti pada penyidikan tambang ilegal itu sendiri, melainkan meluas pada insiden tragis yang melibatkan Kompol Ulil—sebuah insiden yang menggemparkan institusi kepolisian dan publik.
Tragedi di Balik Penegakan Hukum: Penembakan di Malam Kelam
Sebuah insiden tragis terjadi pada Jumat (22/11) dini hari, di pelataran parkir Mako Polres Solok Selatan. Kompol Ulil, sosok yang dikenal gigih dalam penegakan hukum, ditembak dari jarak dekat. Dua peluru menembus pelipis dan pipinya hingga bersarang di tengkuk. Pelaku penembakan, AKP Dadang, merupakan rekan sesama polisi. Insiden ini menyisakan luka mendalam, tidak hanya bagi keluarga korban tetapi juga bagi citra institusi.
Laporan menyebut bahwa penembakan tersebut dipicu oleh ketegangan internal setelah Kompol Ulil menangkap seseorang yang diduga terlibat dalam aktivitas tambang ilegal. Orang tersebut kabarnya memiliki kedekatan dengan Dadang, sehingga menimbulkan konflik emosional yang berujung pada aksi brutal tersebut.
“Untuk kronologi lengkap dan motif penembakan, kita akan melihat lebih jelas dalam persidangan. Saat ini, kami hanya bisa memastikan bahwa prosesnya diawasi langsung oleh Kompolnas untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas,” ujar Irjen Sandi.
Penegakan Hukum yang Tidak Lepas dari Bahaya
Kasus tambang ilegal ini menguak sisi gelap penegakan hukum di Indonesia, terutama dalam menghadapi aktivitas ilegal yang sering kali melibatkan jejaring kuat, bahkan hingga ke oknum penegak hukum sendiri. Ulil, yang telah mendedikasikan hidupnya untuk memberantas kejahatan, menjadi simbol betapa berbahayanya menegakkan hukum di tengah kompleksitas sistem dan hubungan personal.
Tragedi ini menambah panjang daftar konflik internal di tubuh kepolisian, yang kerap kali menjadi perhatian publik. Banyak pihak berharap agar kasus ini ditangani dengan tuntas sehingga menjadi pelajaran bagi semua pihak, sekaligus memberikan keadilan bagi keluarga korban.
Menanti Keadilan di Tengah Sorotan
Proses persidangan terhadap AKP Dadang dipastikan akan menjadi sorotan. Publik ingin mengetahui bagaimana institusi kepolisian menangani kasus yang melibatkan anggotanya sendiri. Apakah hukum benar-benar ditegakkan tanpa pandang bulu, atau justru konflik kepentingan akan meredam keadilan?
Kasus ini tidak hanya menjadi ujian bagi Polda Sumatra Barat tetapi juga bagi Polri secara keseluruhan. Masyarakat menuntut transparansi, keadilan, dan komitmen dalam memberantas kejahatan, baik yang dilakukan oleh masyarakat umum maupun oknum aparat.
Tragedi yang menimpa Kompol Ulil adalah pengingat kelam bahwa penegakan hukum sering kali datang dengan risiko besar. Kini, publik menanti akhir dari kisah memilukan ini—sebuah akhir yang diharapkan dapat membawa terang, baik bagi keadilan maupun institusi hukum di Indonesia.
(Mond)
#PolisiTembakPolisi #TambangGalianCIlegal #PoldaSumbar