Breaking News

Ini 8 Fakta Baru Kasus Mayat Bocah Korban Ruwatan Disimpan 4 Bulan di Rumah

D'On, Temanggung (Jateng),- Misteri kematian bocah perempuan A berusia 7 tahun, yang ditemukan sudah menjadi mayat dalam kondisi mengenaskan di rumahnya di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, akhirnya terungkap. Berikut fakta-fakta yang terungkap dalam kejadian tersebut.

1. Kedua orang tua, dukun dan asisten jadi tersangka
Polisi akhirnya menetapkan kedua orang tua korban serta seorang dukun H dan asistennya sebagai tersangka penganiayaan yang mengakibatkan tewasnya bocah perempuan itu.

Keempat tersangka itu adalah ayah korban M (43), S (39) ibu korban, dukun H (56), dan asistennya B (43).

"Tersangka ada empat orang yaitu saudara M, S, B dan H," kata Kapolres Temanggung AKBP Benny Setyowadi dalam konferensi pers di Mapolres Temanggung, Rabu (19/5).

2. Masing-masing tersangka dijerat dengan pasal berbeda
Polisi menjerat kedua orang tua bocah dan dukun dengan pasal yang berbeda.

"Tersangka ada empat orang yang kita amankan. Dua orang merupakan orang tua korban, Saudara M dan Saudari S. Kemudian dua orang lagi merupakan dukun dan asistennya, Saudara H dan Saudara B," kata Kasat Reskrim Polres Temanggung AKP Setyo Hermawan.

Setyo mengaku menjerat kedua orang tua korban, yakni M (43) dan istrinya S (39), dengan pasal kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kemudian si dukun H dan asistennya B dengan UU Perlindungan Anak.

"Kemudian para pelaku kita sangkakan ancaman untuk orang tua kita sangkakan Pasal 76 c juncto 80 ayat 3 UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak subsider Pasal 44 ayat 3 UU RI No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, kemudian subsider Pasal 351 ayat 3 KUHP. Itu untuk kedua orang tua korban," terang Setyo.

"Sedangkan untuk pelaku berinisial B atau asisten dukun, kita sangkakan Pasal 76 c juncto Pasal 80 ayat 3 UU No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak subsider Pasal 351 ayat 3 KUHP. Kemudian untuk pelaku berinisial H kita sangkakan Pasal 55 juncto Pasal 76 c juncto Pasal 80 ayat 3 UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak subsider Pasal 351 ayat 3 KUHP," sambungnya.

3. Korban A ditenggelamkan di bak kamar mandi
Setyo menyebut korban ditenggelamkan di bak kamar mandi pada Januari 2021.

"Untuk kejadian ditemukan mayat pada hari Minggu (16/5) sekitar pukul 23.40 WIB. Sedangkan kejadian penganiayaan, menurut keterangan pelaku dan ada keterangan beberapa saksi, peristiwa itu terjadi pada sekitar Januari atau lebih, tepatnya awal bulan Januari, waktunya sekitar pukul 14.00 WIB," kata Setyo.

Setyo menyebut bocah perempuan itu dianiaya oleh kedua orang tuanya atas arahan dukun H dan asistennya B. Bocah perempuan itu ditenggelamkan di dalam bak kamar mandi berukuran lebar 1 meter, panjang 2 meter, dan tinggi 1 meter.

"Untuk penganiayaan dilakukan para tersangka dengan membenamkan kepala korban di dalam bak mandi di kamar mandi. Ukurannya (bak) adalah dengan lebar 1 meter, panjang 2 meter, tinggi 1 meter," ungkap Setyo.

4. Korban ditenggelamkan sebagai cara ruwatan
Dari pengakuan tersangka, korban ditenggelamkan sebagai bentuk dari ritual untuk menghilangkan nakal korban. Korban juga sebelumnya sempat dibenamkan, yakni pertama pada Desember 2020 dan terakhir Januari 2021 yang menewaskan korban.

"Jadi untuk peristiwa pembenaman ini memang merupakan bagian dari ritual yang sudah dilakukan sebelumnya dua kali (Desember dan Januari). Jadi ini yang kedua ini mengakibatkan meninggalnya," urai Setyo.

"Untuk niat menghilangkan nyawa sebetulnya tidak ada, karena ini memang hanya ritual untuk menghilangkan sifat nakal dari anak tersebut. Ini tujuan mereka, sebagai bagian dari ritual meruwat," sambungnya.

5. Bocah A dianggap titisan genderuwo
Bocah perempuan A (7) ditenggelamkan dengan dalih diruwat karena dianggap titisan genderuwo.

"Orang tua korban yakin karena dukun ini memberi tahu bahwa anaknya merupakan titisan genderuwo yang mana apabila dibiarkan nanti tumbuh besar bisa meresahkan warga sekitar. Makanya mereka yakin dan mengikuti anjuran atau masukan dari dukun itu," kata Setyo.

6. Inisiatif ritual ruwatan dari dukun
Setyo menyebut ide melakukan ritual ruwatan dengan cara ditenggelamkan ini berasal dari dukun H. Kepada orang tua korban, H menyebut, jika tidak diruwat, kelak A akan merepotkan.

"Siapa yang memiliki inisiatif, memang kalau kita lihat dari pemeriksaan pelaku H, yang di mana adalah dianggap sebagai dukun memiliki inisiatif untuk meruwat. Istilahnya meruwat dengan beberapa ritual. Jadi sudah beberapa kali dilakukan ritual karena anak ini dianggap nakal dan dapat meresahkan warga sekitar apabila sudah besar nantinya. Itu menurut keterangan beberapa pelaku dan keterangan saksi yang kita mintai keterangan," paparnya.

7. Agar tak bau, mayat bocah diberi pengharum dan rutin dibersihkan
Polisi mengamankan sejumlah barang bukti (barbuk), salah satunya pengharum ruangan. Pengharum ini diberikan agar mayat tidak mau selama 4 bulan disimpan.

"Barang bukti yang kita amankan adalah karpet plastik warna biru, kain putih, ada beberapa pengharum ruangan, tisu, dan cotton bud. Ini digunakan untuk merawat mayat selama kurang-lebih 4 bulan," kata Setyo.

"Kemudian, keranjang sampah adalah tempat hasil perawatan dibuang di sini. Baju milik korban ketika dilakukan penganiayaan, jadi ketika korban dianiaya mengenakan pakaian ini," lanjutnya.

8. Bocah A dikenal pintar mengaji
Semasa hidupnya, korban dikenal merupakan anak yang pintar mengaji. Selain itu, aktif di usianya.

"Keterangan yang kita dapat dari tetangga, Saudari A atau korban merupakan anak yang memang aktif untuk usianya. Yang bersangkutan memang memiliki kelebihan di mana anak ini pintar mengaji dan memang aktif berkawan," kata Setyo.

"Kalau dikatakan nakal, kita akan mengalami kesulitan untuk menentukan standar kenalannya itu sejauh apa. Apalagi dengan anak usia 7 tahun, memang masih dalam proses pertumbuhan dan membutuhkan jati diri," tutur Setyo.

(*)