Breaking News

Ketum FPI Bakal Buka-bukaan di Pengadilan

D'On, Jakarta,- Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI), Ahmad Shobri Lubis menolak untuk diperiksa sebagai saksi tersangka Habib Rizieq Shihab oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Namun, semua akan dibuka dalam pengadilan.

Alasan Shobri menolak dimintai keterangan sebagai saksi untuk Habib Rizieq karena ingin fokus kepada perkara yang dihadapinya dulu, yakni tersangka kasus kerumunan massa dengan melanggar Undang-undang Kekarantinaan Kesehatan.

“Beliau disamping sebagai tersangka, juga sebagai saksi,” kata Pengacara Shobri Lubis, Sugito Atmo Pawiro di Jakarta pada Rabu, 16 Desember 2020.

Menurut dia, Shobri Lubis diperlukan keterangannya sebagai saksi untuk tersangka Habib Rizieq Shihab. Karena, saat itu acara yang menimbulkan kerumunan massa yakni Maulid Nabi Muhammad sekaligus pernikahan putri Habib Rizieq digelar di Petamburan, Jakarta Pusat.

Akan tetapi, Sugito mengatakan Shobri Lubis mau mengungkapkan semuanya dalam persidangan saja nantinya. “Untuk keterangan detailnya, Ustaz Shobri akan jelaskan di pengadilan,” ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, Ketua Umum FPI Ahmad Shobri Lubis menolak diperiksa jadi saksi untuk tersangka Habib Rizieq Shihab. Hal itu dikatakannya usai diperiksa sebagai tersangka kasus kerumunan massa simpatisan Habib Rizieq Shihab di acara pernikahan putri Habib Rizieq di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

"Saya keberatan, saya berkeberatan diperiksa sebagai saksi dan saya fokus dulu dengan urusan tersangka saya," ucap Shobri di Markas Polda Metro Jaya pada Selasa, 15 Desember 2020.

Dalam kapasitasnya sebagai tersangka, Shobri menjawab sebanyak 63 pertanyaan yang diajukan penyidik kepadanya.

Kuasa hukum FPI, Sugito Atmo Prawiro, menambahkan penyidik bertanya seputar masalah keorganisasian FPI pada Sugito. Kemudian, ada juga soal pelaksanaan Maulid Nabi dan pernikahan putri Habib Rizieq.

“Tadi sudah saya cek, sepertinya tidak ada penahanan. Jadi, ini hanya menghabiskan waktu 1X24 jam karena semalam jam 1 belum selesai," ucap Sugito.

Sebelumnya diberitakan, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus, mengungkapkan dua orang tersangka kasus kerumunan massa di Petamburan November lalu sudah menyerahkan diri ke tim penyidik Polda Metro Jaya pada Senin, 14 Desember 2020.

Dua orang tersangka yang menyerahkan diri, yaitu Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI), Ahmad Shobri Lubis dan Panglima Laskar FPI, Maman Suryadi. Mereka akan diperiksa sebagai tersangka kasus pelanggaran Undang-undang Kekarantinaan Kesehatan.

Dalam kasus ini, polisi menetapkan status tersangka terhadap lima orang lainnya yaitu ketua panitia acara pernikahan putri Habib Rizieq, Haris Ubaidillah, sekretaris panitia yaitu Ali Bin Alwi Alatas, penanggung jawab keamanan acara yang juga Panglima Laskar FPI, Maman Suryadi.

Selanjutnya, ada Ahmad Shobri Lubis yang juga penanggung jawab acara sekaligus Ketua Umum DPP FPI, dan terakhir adalah kepala seksi acara, Habib Idrus, dipersangkakan dengan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Pasal 93 tersebut berbunyi 'setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100 juta'.

Sedangkan Habib Rizieq dipersangkakan Pasal 160 dan Pasal 216 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dia terancam pidana penjara maksimal enam tahun dalam kasus kerumunan massa simpatisan saat acara pernikahan putrinya di Petamburan, Jakarta Pusat.

Untuk Pasal 160 KUHP berbunyi, 'barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak Rp4.500'.

Kemudian, isi Pasal 216 ayat (1) yakni 'barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp9.000'.


(VV/mond)