Breaking News

Golkar Dukung Pelarangan FPI: Kita Semua Sudah Tahu Rekam Jejaknya Selama Ini

D'On, Jakarta,- Ketua DPP Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily, menilai dasar hukum pemerintah melarang kegiatan Front Pembela Islam (FPI) sudah cukup kuat. Ace mengatakan, sudah jelas bagaimana rekam jejak FPI selama ini.

"Saya kira pemerintah memiliki kewenangan dan memiliki dasar hukum yang kuat dalam melarang aktivitas organisasi FPI. Kita semua sudah tahu rekam jejak FPI selama ini," ujarnya kepada wartawan, Rabu (30/12).

Ace mengutip Perppu Ormas Pasal 59 ayat (3). Disebutkan organisasi masyarakat dilarang melakukan tindak permusuhan terhadap suku agama, ras atau golongan, melakukan penyalahgunaan, penistaan atau penodaan agama, melakukan tindak kekerasan dan mengganggu ketertiban umum, hingga melakukan kegiatan yang menjadi kewenangan penegak hukum.

Selain itu, pasal 61 juga menyebutkan sanksi tegas. Mulai dari peringatan tertulis, penghentian aktivitas, hingga pencabutan izin badan hukum ormas yang melanggar.

Sehingga, Ace menyimpulkan dasar hukum itu sudah jelas dipakai pemerintah untuk melarang FPI.

"Jadi, kebijakan Pemerintah ini jelas memiliki landasan hukumnya," kata pimpinan Komisi VIII DPR RI ini.

Dalam pertimbagan Surat Keputusan Bersama (SKB) juga jelas dibeberkan pemerintah pelanggaran dalam rekam jejak FPI. Misalnya dugaan keterlibatan anggota FPI dalam tindak pidana terorisme hingga melakukan sweeping di masyarakat.

"Soal keterlibatan beberapa anggotanya ke dalam tindakan terorisme, melakukan sweeping yang berarti telah memposisikan dirinya sebagai penegak hukum, melakukan tindakan kekerasan dan lain-lain," jelas Ace.

Dasar Pertimbangan Pemerintah

Pemerintah melarang kegiatan dan aktivitas Front Pembela Islam (FPI). Kegiatan organisasi yang dipimpin oleh Muhammad Rizieq Syihab itu dihentikan setelah dianggap tak memiliki kedudukan hukum sebagai organisasi masyarakat maupun organisasi biasa.

Dalam surat keputusan bersama Mendagri, Menkum HAM, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BNPT tentang Larangan Kegiatan dan Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI, ada enam hal yang menjadi pertimbangan pemerintah.

Pertama, demi menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar bernegara, yaitu Pancasila, UUD RI 1945, keutuhan NKRI, Bhinneka Tunggal Ika yang sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi masyarakat (Ormas).

Kedua, pemerintah menilai anggaran dasar FPI bertentangan dengan Pasal 2 UU Ormas. Yaitu, asas organisasi masyarakat tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD RI 1945

Ketiga, FPI belum memperpanjang surat keterangan terdaftar (SKT) sebagai ormas yang berlaku sampai 20 Juni 2019. FPI juga tidak memenuhi syarat untuk memperpanjang SKT. Sehingga secara de jure sejak 21 Juni 2019 FPI dianggap bubar.

Keempat, kegiatan FPI dianggap telah bertentangan dengan pasal 5 huruf g, pasal 6 huruf f, pasal 21 huruf b dan d, pasal 59 ayat 3 huruf a, c, dan d, pasal 59 ayat 4 huruf c, dan pasal 82 UU Ormas.

Kelima, anggota dan pengurus FPI terlibat dalam tindak pidana terorisme serta tindak pidana umum. Sebanyak 35 orang terlibat tindak pidana terorisme dan 20 di antaranya telah dijatuhi pidana. Serta, 206 orang anggota dan atau pengurus FPI terlibat berbagai tindak pidana umum yang 100 di antaranya telah dijatuhi pidana.

Keenam, anggota dan pengurus FPI kerap melakukan tindakan razia atau sweeping di masyarakat yang sesungguhnya merupakan tugas dan kewenangan aparat penegak hukum.


(mdk/lia)