Breaking News

Yusril Bantah Jadi Kuasa Hukum Moeldoko untuk Gugat Demokrat ke MA

D'On, Jakarta,- Advokat senior Yusril Ihza Mahendra membantah mewakili Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko dalam melayangkan gugatan formil dan materiil AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA). Yusril mengaku hanya mewakili kepentingan empat eks kader Demokrat yang dipecat oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) karena ikut hadir dalam Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang.

Empat eks kader partai berlambang mercy yang mengajukan gugatan Peninjauan Kembali (PK) ke MA yaitu Ketua DPC Demokrat Ngawi Muhammad Isnaini Widodo, eks Ketua DPC Demokrat Bantul Nur Rakhmat Juli Purwanto, eks Ketua DPC Demokrat Kabupaten Tegal, Ayu Palaretins dan eks Ketua DPC Demokrat Kabupaten Samosir Binsar Trisakti Sinaga.

Mereka mempertanyakan keabsahan AD/ART yang diresmikan pada 2020 lalu. Sebab, di dalam AD/ART dikenal istilah Mahkamah Partai. Keempatnya dipecat berdasarkan rekomendasi Mahkamah Partai tersebut. Di dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 2011 mengenai partai politik, Mahkamah Partai disebut berhak menuntaskan perkara di internal parpol.

Namun, di dalam AD/ART Demokrat, putusan Mahkamah Partai hanya bersifat rekomendasi. Empat eks kader Partai Demokrat tersebut melihat keputusan diambil atas dasar suka-suka ketum partai. 

Gugatan AD/ART ini menjadi babak baru konflik dualisme Partai Demokrat. Sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM tak mengakui kepengurusan Demokrat yang dibentuk berdasarkan KLB di Deli Serdang. 

"Jadi, tidak ada (nama) Pak Moeldoko di situ. Walaupun orang bilang ah nanti kan Pak Moeldoko bisa saja bermain di belakang. Saya bilang itu mah politik. Bisa saja kan AHY terlihat di depan, tetapi di belakang ada Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono)," tutur Yusril ketika berbicara kepada media pada Sabtu, 25 September 2021 lalu. 

Bila gugatan formil dan materiil soal AD/ART Partai Demokrat ini dikabulkan, apakah bakal berdampak pada kursi ketum yang kini diduduki oleh AHY?


1. Yusril tegaskan gugatan AD/ART parpol ke MA merupakan terobosan di bidang hukum

Yusril mengakui belum pernah ada pihak yang menggugat Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga parpol ke MA. Ini merupakan kali pertama gugatan formil dan materiil dilayangkan ke MA. 

Menurut Yusril, bila gugatan ini dikabulkan maka akan membuka jalan bagi AD/ART dari partai lain yang ingin digugat. "Peran parpol itu begitu besar dalam proses berdemokrasi dan penyelenggaraan bernegara. Di dalam UUD 1945 tertulis begitu partai didirikan, maka partai tidak bisa dibubarkan oleh siapapun termasuk oleh presiden. Hanya Mahkamah Konstitusi (MK) yang dapat membubarkan parpol," tutur pria yang pernah duduk sebagai Menteri Hukum dan HAM itu. 

"Hanya partai pula yang bisa ikut pemilu, calon presiden dan calon wakil presiden cuma bisa dicalonkan lewat parpol. Sekarang setelah partai berdiri, mereka wajib bikin AD/ART, dituangkan dalam akte notaris, lalu disahkan oleh Menkum HAM. Begitu kami baca (isi AD/ART) kok pasal-pasal yang dibuat suka-sukanya sendiri, nabrak UU bahkan UUD 1945," katanya menambahkan. 

Ia mengatakan bila partai membuat kekeliruan seperti itu, siapa pihak yang berhak menguji parpol. Sementara, parpol milik publik bukan orang-perorangan. Sebab, parpol turut mendapat bantuan keuangan melalui APBN. 

"Partai yang memiliki kader di DPR itu memiliki hak atas bantuan keuangan dari APBN. Nah, sekarang parpol sikapnya suka-suka, sering kali sikap yang ditunjukkan suka-suka ketumnya atau keluarganya. Memang bisa begitu?" tanya Yusril. 

Maka, ia bersedia membantu empat eks kader Partai Demokrat dan membuat terobosan baru. Yusril kemudian mengusulkan agar membawa gugatan itu ke MA. Ia mengklaim langkah hukum tersebut ditempuh setelah berkonsultasi dengan sejumlah ahli. 

"Bila Partai Demokrat (kubu AHY) keberatan ya silakan sampaikan saja di MA. Bagaimana mereka menyampaikan itu ke MA ya silakan diurus, saya kan bukan lawyer Partai Demokrat," katanya lagi. 

2. Yusril bantah terima kuasa dari eks kader Demokrat karena ingin balas perlakuan SBY

Sejumlah pihak di kubu AHY kemudian mempertanyakan motif Yusril menerima kuasa dari eks kader Demokrat untuk mengajukan gugatan ke MA. Banyak yang kemudian mengaitkan dengan peristiwa di masa lalu ketika Yusril sempat memiliki hubungan dekat dengan SBY.

Yusril diketahui sempat diangkat menjadi Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) pada 2005 lalu oleh SBY. Tetapi, dipecat SBY pada 2007. Padahal, di tahun itu, Yusril membantu SBY mencairkan dana di BNP Paribas cabang London, Inggris.

"Setelah saya dipecat, beberapa bulan selanjutnya saya dinyatakan sebagai tersangka (dugaan korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum) oleh Jaksa Agungnya SBY sendiri, Hendarman Supanji. Sampai saya gregetan dan saya lawan, akhirnya Jaksa Agungnya jatuh. Tapi, oleh Pak SBY, Hendarman diangkat menjadi Kepala BPN (Badan Pertanahan Nasional). Saya juga bertanya-tanya ada apa di balik ini semua," tutur dia lagi. 

Meski begitu, Yusril mengatakan tetap membantu SBY ketika diminta. Ia membantu mulai dari persoalan hukum keluarga mulai dari Edhy "Ibas" Baskoro hingga permasalahan pemerintahan. Yusril pun mengaku juga sering membantu kesulitan persoalan hukum yang dialami oleh pemerintahan SBY. 

"Bila saat ini saya berbeda pendapat (dengan SBY), saya kira sah saja. Dulu saja juga pernah mewakili Aburizal Bakrie dalam menghadapi konflik dengan Agung Laksono di tubuh Golkar. Begitu juga Surya Darma Ali dengan Rommy di PPP. Bedanya, mereka tidak mencaci saya secara pribadi," kata Yusril. 

Ia merasa Demokrat kubu AHY sudah menyerangnya secara pribadi. Sebab, hingga kini Yusril masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Bulan Bintang dan dianggap ikut campur parpol lain. 

3. Demokrat kubu AHY dorong Yusril juga periksa AD/ART parpol koalisi pemerintah

Sementara, politikus Partai Demokrat kubu AHY, Rachland Nashidik justru mempertanyakan mengapa AD/ART partai berlambang mercy itu yang diperiksa oleh Yusril ke MA. Bila motifnya mengajukan gugatan ke MA demi perkembangan demokrasi di masa mendatang, seharusnya Yusril juga memeriksa AD/ART semua parpol. Tidak hanya fokus di Partai Demokrat saja. 

"Dalam keperluan itu, ia bisa saja sengaja memilih bertindak sebagai professor tata negara yang berjuang sepenuhnya pamrih akademis. Tapi, tidak. Ia justru secara spesifik dan selektif menyoal AD/ART Partai Demokrat dan melewatkan secara sengaja AD/ART parpol anggota koalisi pemerintah," kata Rachland yang dikutip dari akun Instagram Partai Demokrat pada Minggu (26/9/2021). 

Di sisi lain, politikus Partai Demokrat lainnya, Andi Arief menilai yang dilakukan oleh Yusril bukan terobosan hukum. Yusril dianggap sedang membangun fiksi terhadap SK Menkum HAM di mana beberapa pasal sudah sah diresmikan oleh negara. 


(IDN)