Breaking News

Bapak dan Anak dalam Pusaran Korupsi

D'On, Lembang (Jabar),- Penyidik Komisi menyatroni kediaman Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna di Jalan Murhadi, RT 03 RW 02, Desa Lembang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) pada Rabu (16/3) dua pekan lalu. Penyidik berjumlah sekitar 8 orang itu datang didampingi polisi dan Satpol PP.

Bukan hanya kediaman Aa Umbara yang disatroni petugas KPK. Rumah anaknya, Andri Wibawa yang berdekatan turut disambangi penyidik lembaga antirasuah.

Kedatangan penyidik KPK guna membuka penyidikan baru kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang tanggap darurat bencana Pandemi Covid 19 pada Dinas Sosial Pemerintahan Kabupaten Bandung Barat Tahun 2020. Aa Umbara dan Andri diduga diduga terlibat dalam pusaran korupsi tersebut.

Dua hari kemudian KPK melakukan penggeledahan maraton di tiga kantor dinas di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, Kamis (18/3). Tim KPK melakukan penggeledahan selama kurang lebih 8 jam di Gedung A Kompleks Pemerintah Kabupaten Bandung Barat (KBB). Mereka terlihat di lokasi sekitar pukul 09.30 WIB lalu melakukan penggeledahan di Kantor Dinas Sosial (Dinsos), Dinas Pendidikan (Disdik), dan Dinas Kesehatan (Dinkes).

Kegiatan ini merupakan penggeledahan hari ketiga. Sebelumnya, Selasa (16/3), penyidik KPK mendatangi kediaman Bupati Aa Umbara di Jalan Murhadi, Lembang, lalu Kantor Bupati di Ngamprah, dan tempat pemotongan ayam di Jayagiri, Lembang. Kemudian, Rabu (17/3), mereka menyasar Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) KBB.

Pada hari ketiga ini, penyidik KPK membawa sejumlah barang diduga hasil penggeledahan yang dimuat dalam dua koper besar. Namun tidak ada yang bersedia memberikan penjelasan mengenai isi koper itu.

KPK juga memeriksa sejumlah pejabat Pemkab Bandung Barat. Pejabat yang diperiksa itu di antaranya Kadinsos dan Kepala BPKD.

Aa Umbara dan Anak Ditetapkan KPK Sebagai Tersangka Korupsi Bansos Covid-19

Berselang dua pekan kemudian KPK menetapkan Aa Umbara dan Andri sebagai tersangka korupsi dalam pengadaan barang tanggap darurat bencana Pandemi Covid 19 pada Dinas Sosial Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat Tahun 2020. KPK juga menetapkan tersangka terhadap pihak swasta dan Pemilik PT Jagat Dir Gantara sekaligus Sentral Sayuran Garden City Lembang M Totoh Gunawan (MTG).

30 saksi terdiri ASN Pemkab Bandung Barat dan beberapa pihak swasta telah diperiksa tim penyidik KPK terkait perkara ini. "AUS Bupati Bandung Barat periode 2018-2023, AW, MTG pemilik PT JDG dan CV SSGCL," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam keterangannya, Kamis (1/4).

Alex menambahkan, tim penyidik melakukan penahanan terhadap tersangka Totoh untuk 20 hari ke depan terhitung mulai tanggal 1 April 2021 sampai dengan 20 April 2021 di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur. Namun, sebagai upaya antisipasi penyebaran Covid 19 di lingkungan Rutan KPK, Totoh akan di isolasi mandiri dulu selama 14 hari pada Rutan KPK Kavling C1.

"Sedangkan 2 tersangka yaitu AUS dan AW hari ini telah dilakukan pemanggilan namun yang bersangkutan mengkonfirmasi tidak bisa hadir karena sakit," kata Alex.

Dia menjelaskan duduk perkara korupsi tersebut. Alex bilang, pada Maret 2020 Pemkab Bandung Barat menganggarkan sejumlah dana untuk penanggulangan pandemi Covid-19 dengan melakukan refocusing anggaran APBD tahun 2020 pada Belanja Tidak Terduga.

Kemudian, pada bulan April 2020, diduga ada pertemuan khusus antara AUS dengan MTG yang membahas keinginan dan kesanggupan MTG untuk menjadi salah satu penyedia pengadaan paket bahan pangan (sembako) pada Dinas Sosial Kabupaten Bandung Barat. Dengan kesepakatan adanya pemberian komitmen fee sebesar 6 persen dari nilai proyek.

"Untuk merealisasikan keinginan MTG, kemudian AUS memerintahkan Kadis Sosial KBB dan Kepala UKPBJ KBB untuk memilih dan menetapkan MTG sebagai salah satu penyedia pengadaan paket sembako pada Dinas Sosial KBB," ungkap Alex.

Selanjutnya, pada bulan Mei 2020, AW menemui AUS, untuk turut dilibatkan menjadi salah satu penyedia pengadaan sembako dampak Covid-19 di Kabupaten Bandung Barat. AUS langsung setuju dengan kembali memerintahkan Kadis Sosial Kabupaten Bandung Barat dan PPK Dinsos setempat agar AW dilibatkan.

Berikutnya, pada kurun waktu April sampai Agustus 2020, di wilayah Kabupaten Bandung Barat, dilakukan pembagian bantuan sosial bahan pangan dengan 2 jenis paket. Yaitu bansos Jaring Pengaman Sosial dan bantuan sosial terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar sebanyak 10 kali pembagian dengan total realisasi anggaran senilai Rp52,1 miliar.

Alex mengungkapkan, dengan menggunakan bendera CV Jayakusuma Cipta Mandiri dan CV Satria Jakatamilung, AW mendapatkan paket pekerjaan dengan total senilai Rp36 miliar untuk pengadaan paket bahan pangan Bansos JPS dan pengadaan paket bahan pangan Bansos JPS.

Sedangkan, MTG dengan menggunakan PT JDG dan CV SSGCL mendapatkan paket pekerjaan dengan total senilai Rp15, 8 Miliar untuk pengadaan bahan pangan Bansos JPS dan Bansos PSBB.

"Dari kegiatan pengadaan tersebut, AUS diduga telah menerima uang sejumlah sekitar Rp1 Miliar MTG diduga telah menerima keuntungan sejumlah sekitar Rp 2 milliar dan AW juga di duga menerima keuntungan sejumlah sekitar Rp2,7 Miliar," jelas Alex.

Alex menyebut kasus yang menjerat Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna (AUS) karena konflik kepentingan dalam pengadaan barang tanggap darurat bencana pandemi COVID-19 pada Dinas Sosial Kabupaten Bandung Barat Tahun 2020.

"Berdasarkan analisis dari penyidik dan JPU pada saat ekspose itu tidak ditemukan adanya suap. Artinya, tidak ada penyalahgunaaan kewenangan yang digunakan oleh bupati sehubungan dengan jabatan atau kewenangannya tetapi semata terjadi konflik kepentingan," ucap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis.

Atas perbuatan tersebut, AUS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf i dan atau Pasal 15 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 56 KUHP.

Sedangkan, AW dan MTG disangkakan melanggar Pasal 12 huruf i dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 56 KUHP.

Bukan Kasus Korupsi Pertama Ayah dan Anak

Kasus korupsi melibatkan ayah dan anak bukan hanya menyeret Aa Umbara dan Andri. Perkara serupa juga menjerat mantan Wali Kota Kendari Andriatma Dwi Putra dan ayahnya yang juga mantan Wali Kota Kendari Asrun.

Keduanya telah divonis di Pengadilan Tipikor pada Rabu (31/10) silam. Keduanya divonis 5 tahun 6 bulan dan denda Rp 250 juta atau subsider 3 bulan kurungan setelah dinyatakan bersalah dan terbukti menerima suap Rp 6,8 miliar dari kontraktor PT Sarana Bangun Nusantara, Hasmun Hamzah.

"Menjatuhkan pidana terhadap Adriatma dan Asrun penjara masing-masing 5 tahun 6 bulan dan denda Rp 250 juta atau subsider 3 bulan kurungan," ucap Ketua Majelis Hakim Haryono saat membacakan vonis keduanya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (31/10).

Dalam vonis tersebut majelis hakim mencantumkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan terhadap vonis Adriatma dan Asrun, keduanya tidak mendukung pemerintahan yang bersih, tidak mengakui perbuatannya, tidak menyesali perbuatannya.

"Hal hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum, dan punya tanggungan keluarga," ucapnya.

Vonis majelis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum pada KPK yang menuntut ayah dan anak tu dengan tuntutan delapan tahun penjara, denda Rp 500 juta, atau subsider enam bulan kurungan.

Adriatma yang baru menjabat Wali Kota sejak 2017 ini disebut menyetujui dan memenangkan PT SBN untuk melaksanakan proyek tahun jamak (multi years) pembangunan Jalan Bungkutoko-Kendari New Port tahun 2018-2020. Jaksa menyampaikan Asrun menunjuk Adriatma dan Fatmawaty Faqih sebagai tim pemenangan pasangan calon gubernur Sulawesi Tenggara, Asrun-Hugua. Salah satu tugas mereka ialah mengurusi dan mengumpulkan dana kampanye.

Pada Oktober 2017, Hasmun Hamzah menemui Fatmawaty di rumahnya. Dalam pertemuan dibicarakan proyek yang telah maupun yang akan dikerjakan Hasmun. Dalam pembicaraan itu Fatmawaty menyampaikan mahalnya biaya politik yang dibutuhkan Asrun di Pilkada Sulteng. Kemudian meminta bantuan Hasmun.

Pada 23 Januari 2018, Hasmun diumumkan sebagai pemenang lelang paket pekerjaan tahun jamak pembangunan Jalan Bungkukoto-Kendari New Port tahun anggaran 2018-2020 dengan nilai kontrak Rp 60,168 miliar.

Selanjutnya Adriatma mengundang Hasmun datang ke rumah jabatan wali kota melalui aplikasi Telegram pada 16 Februari 2018. Adriatma kemudian meminta bantuan Hasmun untuk membiayai kampanye ayahnya dan meminta uang Rp 2,8 miliar. Hasmun menyanggupi dan menyerahkan uang tersebut pada tanggal 26 Februari 2018.

Setelah itu Hasmun Hamzah, Adriatma Dwi Putra, Asrun dan Fatmawaty Faqih ditangkap petugas KPK dan beberapa hari kemudian uang yang diterima Adriatma Dwi Putra tersebut diserahkan Ivan Santri Jaya, Kisra Jaya Batari dan Sadam kepada penyidik KPK dalam bungkus kardus coklat dengan tulisan 'Paseo', selanjutnya dihitung menggunakan mesin penghitung uang dengan disaksikan Rini Erawati Sila, Hidayat, Wahyu Ade Pratana, Kisra Jaya Batari, Ivan Santri Jaya dan Sadam ternyata jumlah seluruhnya hanya Rp 2.798.300.000.

Adriatma dan Asrun divonis telah melanggar Pasal 12 b UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. 

(mdk/gil)