Breaking News

Sudan Hapus Larangan Pindah Agama dan Konsumsi Alkohol bagi Non-Muslim


D'On, Sudan,- Sudan berencana menghapus undang-undang yang melarang warga negara pindah agama dan akan mengizinkan non-Muslim untuk mengonsumsi alkohol sebagai bagian dari transisi menuju demokrasi.

Sebelumnya, Sudan dipimpin oleh diktator Omar al-Bashir yang berkuasa selama 30 tahun hingga terjadi kudeta pada April 2019 lalu. Selama masa tersebut,  menggunakan Islam untuk menjustifikasi seluruh kebijakan-kebijakannya, termasuk pelanggaran hak dan kebebasan publik.

1. Pemerintahan transisi berjanji akhiri aturan-aturan yang tak menjunjung HAM

Menteri Kehakiman Nasradeen Abdulbari mengatakan, Pemerintah Sudan yang sekarang akan meninggalkan seluruh undang-undang yang melanggar hak asasi manusia. Pengumuman tersebut disampaikan pemerintah seminggu usai puluhan ribu warga melakukan demonstrasi anti-militer dan menuntut percepatan reformasi.

"Sebagai pemerintah, pekerjaan kami adalah melindungi seluruh masyarakat Sudan berdasarkan konstitusi dan peraturan yang harus konsisten dengan Konstitusi tersebut," kata Abdulbari, seperti dikutip The New York Times.

Warga Sudan meminta agar pemerintah segera menghapus seluruh peraturan yang dibuat oleh rezim al-Bashir serta pemimpin sebelumnya, Gaafar al-Nimeiry. Di bawah kendali tangan besi dari kedua diktator itu, Pemerintah Sudan memberlakukan aturan di mana Islam dijadikan sumber kebijakan.

Ini membuat penduduk yang tidak menganut Islam, misalnya Kristen dan agama kebudayaan, menjadi korban diskriminasi dan pelanggaran HAM berat. Situasi tersebut akhirnya membuat Sudan Selatan memilih memerdekakan diri dan secara resmi menjadi negara baru pada 2011 lalu.

2. Aturan yang sebelumnya sangat mendiskriminasi dan menyakiti perempuan

Salah satu peraturan paling kontroversial yang ada di Sudan sebagai hasil dari kepemimpinan al-Bashir adalah sunat perempuan. Berdasarkan data UNICEF pada 2014, sebanyak 86,6 persen perempuan berusia 15 sampai 49 tahun di negara itu terpaksa melakukan sunat.

Ini membuat Sudan sebagai satu dari sejumlah negara yang paling mengalami kemunduran perihal hak-hak perempuan. Apalagi sebelumnya, perempuan juga wajib mendapatkan izin dari suami atau saudara laki-laki ketika ingin melakukan aktivitas di luar rumah. 

Perempuan juga dilarang memakai pakaian yang dianggap terbuka. Bagi yang melanggar, hukumannya adalah mendekam di penjara atau membayar denda. Dalam aturan yang baru, pemerintah transisi yang berisi perwakilan sipil dan militer memutuskan mengakhiri praktik-praktik tersebut. 

3. Sudan mengizinkan individu meninggalkan keyakinan lama dan warga non-Muslim boleh mengonsumsi alkohol

Sementara, ketika dulu warga non-Muslim dilarang mengonsumsi alkohol, kini pemerintah menegaskan bahwa aturan itu sudah tidak berlaku lagi. Namun, seperti dilaporkan BBC,pemerintah tetap akan melarang warga Muslim untuk minum alkohol. Non-Muslim yang ketahuan mengonsumsi alkohol dengan orang Muslim juga akan kena hukuman.

Menurut Abdulbari dalam suatu konferensi pers, peraturan baru ini sebagai cara untuk tetap melindungi hak-hak warga non-Muslim meski secara jumlah mereka adalah kelompok minoritas. Pemerintah juga mengizinkan mereka untuk mengimpor dan menjual alkohol.

"Kami berniat menghancurkan semua jenis diskriminasi yang dibuat oleh rezim lama dan bergerak maju menuju kesetaraan kewarganegaraan dan transformasi demokratis," kata Abdulbari.

Berikutnya, pemerintah menghapus Undang-undang yang mengharamkan warga negara untuk meninggalkan keyakinan atau pindah agama. Keputusan tersebut sangat mendapatkan sorotan apalagi setelah ada seorang perempuan Sudan yang dihukum karena meninggalkan Islam.

Perempuan bernama Meriam Ibrahim itu divonis hukuman mati dengan cara digantung pada 2014 setelah memutuskan tak lagi memeluk Islam dan menikahi seorang laki-laki Kristen. Ia bahkan melahirkan di dalam penjara. Situasi ini mendapat kecaman dari komunitas internasional.

Meriam berhasil lolos dari hukuman tersebut, tapi aturan larangan meninggalkan keyakinan masih ada ketika al-Bashir berkuasa. Abdulbari mengatakan aturan itu adalah ancaman terhadap keamanan dan keselamatan masyarakat sehingga dicabut.

(mond/IDN)