Breaking News

Takut Dimarahi, Purbaya Kini Tak Lagi Ceplas-Ceplos: "Sekarang Harus Hati-Hati Bicara"

Menteri Keuangan 

D'On, Jakarta
— Ada nada canda, tapi juga tersirat kehati-hatian dalam suara Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa ketika menanggapi isu kenaikan tunjangan kinerja (tukin) di lingkungan kementerian. Ia tidak lagi berbicara selugas dulu. Wajahnya yang biasanya tenang kini tampak lebih berhitung sebelum berkomentar.

“Katanya ngomongnya mesti gitu sekarang, enggak boleh ceplas-ceplos, nanti saya dimarahin,” ujar Purbaya dengan nada ringan namun bermakna dalam, Selasa (28/10/2025).

Pernyataan tersebut dilontarkannya menanggapi ucapan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang sebelumnya menyebut tunjangan pegawai Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) naik hingga 100 persen.
Namun, Purbaya dengan cepat menahan diri. Ia tidak ingin tergesa memberikan tanggapan sebelum ada data resmi.

“Kenaikan 100 persen atau menjadi 100 persen? Saya belum tahu. Kalau ada surat resmi dari kementerian, ya kita ikut. Tapi saya belum tahu untuk ESDM seperti apa,” ujarnya hati-hati.

Menunggu Arahan Pusat, Bukan Sekadar Angka di Atas Kertas

Menurut Purbaya, anggaran untuk tunjangan kinerja sebenarnya sudah disiapkan. Namun, keputusan akhir tetap berada di tangan pemerintah pusat. Ia menegaskan bahwa setiap kebijakan harus mengikuti mekanisme dan prosedur yang berlaku, bukan sekadar reaksi terhadap pernyataan antarpejabat.

“Soal tukin di Kemenkeu sendiri? Kita lihat saja nanti. Kalau untuk saya sih gaji sudah kegedean,” katanya sambil tersenyum, mencoba mencairkan suasana.

Di balik gurauan itu, tersimpan pesan: setiap kata pejabat publik kini bisa berdampak luas  bukan hanya di kalangan birokrat, tetapi juga di pasar dan masyarakat.

Hasan Nasbi: Gaya Komunikasi Pejabat Terlalu Reaktif

Pernyataan Purbaya itu seolah menjadi refleksi dari fenomena yang belakangan ini ramai disorot publik: gaya komunikasi pejabat negara yang dianggap terlalu spontan, bahkan saling bersilang di depan umum.

Mantan Kepala Public Communication Office (PCO), Hasan Nasbi, menilai hal ini sebagai gejala yang perlu segera dibenahi. Ia mengingatkan, komunikasi publik dalam lingkup pemerintahan bukan sekadar soal kecepatan, melainkan juga soal keselarasan pesan antar-kementerian.

“Sesama anggota kabinet enggak bisa baku tikam terus-terusan di depan publik. Itu akan melemahkan pemerintah,” ujar Hasan tegas.

Hasan menambahkan, bila gaya komunikasi ceplas-ceplos terus dipertahankan, lama-lama masyarakat bisa menilainya sebagai tanda ketidakkompakan di tubuh pemerintahan.

“Sekarang mungkin orang melihatnya lucu, jadi hiburan. Tapi kalau dibiarkan berlarut, itu akan memunculkan kesan pemerintah tidak solid. Padahal soliditas itu sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik,” katanya.

Disindir “Cawe-Cawe”, Purbaya Pasang Badan: “Saya Bantu, Bukan Ikut Campur”

Dalam kesempatan berbeda, Purbaya kembali jadi sorotan setelah dituding “cawe-cawe” atau ikut campur dalam urusan kementerian lain. Tuduhan ini muncul karena ia aktif mendorong percepatan belanja pemerintah di berbagai instansi.

Namun, Purbaya menepis anggapan tersebut dengan nada tenang tapi tegas.

“Bukan saya cawe-cawe, ya. Saya cuma bantu biar cepat. Tapi sebagian orang bilang itu cawe-cawe. Enggak, saya enggak ikut campur kebijakan mereka,” jelasnya dalam Sarasehan 100 Ekonom INDEF di Jakarta.

Ia menjelaskan, langkah mempercepat realisasi anggaran bukan soal intervensi, melainkan bagian dari tanggung jawab menjaga roda ekonomi agar terus berputar, terutama di tengah tekanan yang mulai dirasakan masyarakat.

“Sekarang masyarakat sudah mulai kesulitan karena ekonomi melambat. Jadi tugas kita memastikan belanja negara cepat dan tepat sasaran,” katanya.

Strategi “Irit tapi Terarah” untuk Jaga Daya Beli

Dalam pandangan Purbaya, menjaga ekonomi bukan selalu berarti menggelontorkan dana besar. Ia memilih strategi counter-cyclical policy  kebijakan fiskal yang hemat, tapi tepat sasaran.

“Saya belum ekspansi besar-besaran. Saya cuma perbaiki manajemen keuangan, perbaiki cashflow, dan dorong bagian pemerintah yang masih lambat belanjanya,” ujarnya.

Ia menyadari bahwa di tengah perlambatan ekonomi global, langkah hati-hati lebih dibutuhkan daripada kebijakan ekspansif yang bisa berisiko pada stabilitas fiskal.

Bagi Purbaya, inti dari ekonomi yang sehat bukan seberapa besar uang yang keluar, tetapi seberapa cepat dan tepat dana itu bekerja di lapangan.

“Yang penting belanjanya diserap tepat waktu dan tepat sasaran,” pungkasnya.

Pesan di Balik “Ceplas-Ceplos” yang Ditahan

Ucapan ringan Purbaya soal “takut dimarahi” sebenarnya mencerminkan perubahan gaya komunikasi pejabat di era keterbukaan informasi. Setiap kalimat bisa disebar dalam hitungan detik, ditafsirkan beragam, bahkan memicu gejolak politik atau ekonomi.

Kini, Purbaya tampak belajar dari dinamika itu  menjaga keseimbangan antara transparansi publik dan ketepatan pesan, antara keterbukaan dan kehati-hatian.

Karena di era di mana kata bisa mengguncang pasar dan headline bisa membentuk persepsi, seorang pejabat publik memang tak lagi bisa “ceplas-ceplos” begitu saja.

(L6)

#PurbayaYudhiSadewa #Nasional #MenteriKeuangan