Saat Anak Harimau Sumatera Tersesat dan Masuk Kantor BRIN di Sumbar
Harimau sumatra terekam kamera CCTV milik BRIN di Agam, Rabu (15/10/2025) dini hari. Foto: ANTARA/BKSDA Sumbar
D'On, Agam- Di tengah sunyinya malam di Koto Tabang, Kecamatan Palupuh, Kabupaten Agam, suasana mendadak berubah mencekam. Kamera CCTV di kompleks perkantoran Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merekam sesuatu yang tak biasa sesosok harimau sumatera muda tampak berjalan perlahan, menyusuri halaman kantor dengan tatapan waspada.
Bukan manusia berkostum harimau, bukan pula ilusi malam. Itu benar-benar seekor anak harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), satwa langka yang menjadi kebanggaan sekaligus kekhawatiran Sumatera Barat.
Kemunculan Tak Terduga di Pusat Penelitian
Peristiwa langka itu terjadi pada Rabu malam, 15 Oktober 2025, sekitar pukul 22.00 WIB. Rekaman CCTV menunjukkan si harimau muda mengelilingi bangunan utama kantor BRIN di Koto Tabang, lalu bergerak ke area belakang yang berbatasan langsung dengan hutan Palupuh kawasan yang memang dikenal sebagai jalur lintasan alami harimau sumatera.
Begitu kabar itu diterima, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat langsung menetapkan status siaga satu. Kepala Resor Konservasi Wilayah II Maninjau, Ade Putra, bersama tim gabungan yang terdiri dari Centre for Orangutan Protection (COP), Tim Patroli Anak Nagari (Pagari), serta sejumlah mahasiswa Universitas Riau (UNRI), segera bergerak menuju lokasi.
“Kita menetapkan siaga satu setelah harimau masuk ke kawasan perkantoran BRIN di Koto Tabang,” ujar Ade kepada Antara. “Petugas langsung dikerahkan malam itu juga untuk memantau dan mengamankan lokasi.”
Sebagai langkah antisipasi, satu keluarga yang tinggal di sekitar kompleks kantor dievakuasi. Warga sekitar pun diminta menghentikan aktivitas di kebun, terutama pada malam hari.
Anak Harimau yang Terpisah dari Induknya
Dari hasil pengamatan lapangan dan rekaman kamera trap, terungkap bahwa harimau yang muncul di kantor BRIN bukanlah individu dewasa, melainkan seekor anak berusia di bawah dua tahun. Ia diduga kuat terpisah dari induknya, yang masih berkeliaran di sekitar hutan Palupuh.
“Induknya membawa dua anak. Yang satu ini terpisah,” jelas Ade. “Posisi induknya sekitar 200 meter dari lokasi anak yang sempat masuk ke kantor BRIN.”
Penyebab perpisahan itu, menurut laporan petugas di lapangan, bermula dari aksi naluriah sang anak yang mengejar seekor anjing di dekat gerbang kantor BRIN. Dalam pengejaran singkat itu, anak harimau melewati pagar dan akhirnya terperangkap di dalam area perkantoran yang dikelilingi tembok setinggi dua meter.
“Dia terpancing masuk karena mengejar anjing. Untungnya, anjingnya masih hidup,” ujar Ade.
Bagi harimau muda, yang baru belajar berburu dan mengenali batas wilayah, situasi semacam ini sangat berbahaya. Begitu kehilangan jejak induk, instingnya membuatnya terus bergerak bahkan tanpa sadar memasuki kawasan manusia.
Operasi Penyelamatan di Malam Hari
Begitu posisi harimau diketahui, BKSDA bersama tim gabungan langsung memasang 10 unit kamera trap di berbagai titik strategis yang diduga menjadi jalur lintasan satwa tersebut. Selain itu, digunakan pula drone dengan sensor termal untuk mendeteksi panas tubuh hewan di malam hari sebuah teknologi yang kini menjadi andalan dalam pemantauan satwa liar di hutan tropis.
“Patroli intensif dilakukan sejak malam pertama hingga dini hari,” ungkap Ade. “Setiap suara, setiap bayangan di semak-semak kami perhatikan.”
Tim juga harus menyeimbangkan antara keselamatan manusia dan satwa. Setiap langkah mereka dilakukan dengan hati-hati agar tidak membuat harimau muda itu semakin stres atau lari menjauh dari induknya.
Harapan untuk Reuni di Hutan Palupuh
Hingga Kamis malam (16/10), si anak harimau masih terpantau berada di sekitar area belakang kantor BRIN. BKSDA menyiapkan dua skenario penyelamatan:
- Opsi penggiringan alami membuka jalur dari area kantor menuju hutan agar anak harimau bisa kembali ke induknya tanpa perlu dibius atau ditangkap.
- Opsi terakhir: tembak bius dan evakuasi, jika penggiringan alami gagal dan risiko terhadap satwa atau warga meningkat.
“Kita prioritaskan agar anaknya bisa kembali ke induknya. Itu solusi terbaik secara ekologis,” kata Ade. “Opsi bius hanya akan digunakan jika semua cara lain tidak berhasil.”
Selama proses tersebut, kawasan sekitar dinyatakan steril dari aktivitas manusia. Jalur yang mungkin dilewati satwa ditandai dengan tali pembatas dan penjagaan ketat agar tidak ada gangguan.
Simbol Rentannya Habitat Harimau Sumatera
Kejadian ini, meski menegangkan, menjadi pengingat keras akan semakin sempitnya ruang hidup harimau sumatera subspesies terakhir harimau di Indonesia yang kini hanya tersisa sekitar 400 ekor di alam liar. Kawasan hutan Palupuh, tempat induk dan anak harimau ini biasa berkelana, kini terus tertekan oleh aktivitas manusia, baik pembukaan lahan maupun perluasan permukiman.
“Harimau tidak salah. Ia hanya mengikuti naluri alaminya,” kata seorang relawan dari COP yang ikut dalam tim pemantauan. “Kita yang harus belajar hidup berdampingan tanpa merampas ruang hidupnya.”
Kini, seluruh perhatian tertuju ke Koto Tabang. Setiap malam, drone kembali diterbangkan, kamera trap diperiksa, dan harapan terus dijaga bahwa anak harimau sumatera itu akan segera bertemu kembali dengan induknya di rimbun hutan Palupuh, tempat seharusnya ia tumbuh menjadi raja hutan yang sesungguhnya.
(*)
#Peristiwa #HarimauSumatera #SumateraBarat