Mahfud MD Heran: Kok KPK Minta Saya Lapor Dugaan Mark-Up Whoosh? Bukannya Langsung Selidiki Saja?

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD
D'On, Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) di era Presiden Joko Widodo, Mahfud MD, menyoroti sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilainya janggal. Ia merasa aneh ketika lembaga antirasuah itu justru memintanya membuat laporan resmi terkait dugaan mark-up atau penggelembungan anggaran proyek kereta cepat Jakarta–Bandung “Whoosh” bukan langsung melakukan penyelidikan.
Dalam cuitannya di platform X (Twitter) pada Sabtu, 18 Oktober 2025, Mahfud menyampaikan kekagetannya terhadap sikap pasif KPK dalam menanggapi isu dugaan korupsi di proyek strategis nasional yang sempat menyedot perhatian publik itu.
“Agak aneh ini, KPK meminta saya melapor tentang dugaan mark up Whoosh. Dalam hukum pidana, kalau ada informasi tentang dugaan peristiwa pidana, mestinya aparat penegak hukum langsung menyelidiki, bukan minta laporan. Bisa juga memanggil sumber informasi untuk dimintai keterangan,” tulis Mahfud.
Pernyataan itu sontak menyedot perhatian publik. Sosok Mahfud, yang dikenal tegas dan paham betul seluk-beluk hukum, seolah mengingatkan KPK agar tak menunggu bola tapi justru bergerak cepat ketika ada sinyal tindak pidana korupsi, apalagi dalam proyek besar yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah triliunan rupiah.
“Kalau Ada Dugaan Pembunuhan, Polisi Kan Tak Menunggu Laporan”
Dalam cuitan lanjutannya, Mahfud memberikan analogi yang tajam. Ia menilai sikap lembaga penegak hukum yang menunggu laporan justru bisa membuat penanganan kasus terlambat.
“Tapi kalau ada berita tentang pembunuhan, aparat penegak hukum harus langsung bertindak menyelidiki. Tak perlu menunggu laporan,” ujarnya.
Bagi Mahfud, hukum pidana bekerja bukan berdasarkan formalitas administratif semata. Begitu ada informasi awal yang kredibel tentang potensi pelanggaran hukum, aparat memiliki dasar untuk bergerak bahkan tanpa laporan resmi.
Bukan Isu Baru, Sumbernya dari Siaran TV Nasional
Mahfud menegaskan, dirinya bukanlah pihak pertama yang mengangkat isu dugaan mark-up proyek kereta cepat Whoosh. Menurutnya, topik tersebut sudah lebih dulu mencuat di ruang publik melalui sebuah program Nusantara TV yang tayang pada 13 Oktober 2025. Dalam tayangan itu, hadir dua narasumber yang dikenal vokal dalam isu kebijakan publik: Agus Pambagyo (praktisi kebijakan publik) dan Antony Budiawan (pengamat ekonomi dan kebijakan fiskal).
“Semua yang saya sampaikan sumbernya dari Nusantara TV, Antony Budiawan, dan Agus Pambagyo. Mereka bicara secara sah, terbuka, dan disiarkan publik. Saya percaya kepada ketiganya, maka saya bahas secara terbuka di podcast ‘Terus Terang’,” ungkap Mahfud.
Mahfud menganggap aneh bila lembaga sebesar KPK tidak mengetahui bahwa diskusi tentang dugaan mark-up Whoosh telah beredar luas di media, bahkan sebelum ia mengangkatnya. “Padahal, siarannya publik, bukan isu bisik-bisik,” sindirnya.
Mahfud Siap Dihadirkan, Tapi Minta KPK Panggil Juga Sumber Awal
Meski mengkritik KPK, Mahfud tak menutup diri jika lembaga antirasuah itu memerlukan keterangannya. Ia bahkan siap menunjukkan bukti-bukti yang bersumber dari siaran televisi yang sudah beredar.
“Panggil saja saya, nanti saya tunjukkan siaran Nusantara TV tersebut. Setelah itu, panggil juga Nusantara TV, Antony Budiawan, dan Agus Pambagyo untuk menjelaskan. Bukan diperiksa, tapi dimintai keterangan,” tegasnya.
Dengan kata lain, Mahfud menantang KPK agar tidak berhenti di level wacana, tapi benar-benar mengonfirmasi dan menggali informasi dari sumber-sumber yang sudah ada secara terbuka di publik.
KPK: Silakan Buat Laporan Resmi dengan Data Awal
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Juru Bicara Budi Prasetyo menanggapi pernyataan Mahfud dengan meminta agar mantan Menko Polhukam itu membuat laporan resmi.
“KPK mengimbau masyarakat yang mengetahui informasi awal atau data awal terkait dugaan tindak pidana korupsi, agar menyampaikan aduan tersebut kepada KPK melalui saluran pengaduan masyarakat,” ujar Budi, dikutip dari Antara.
Ia menambahkan, setiap laporan yang masuk akan dianalisis terlebih dahulu untuk menentukan apakah dugaan tersebut menjadi kewenangan KPK atau tidak. Bila dinilai cukup bukti dan termasuk dalam ranah KPK, barulah akan diproses lebih lanjut ke tahap penindakan, pencegahan, pendidikan, atau koordinasi dan supervisi.
“Bisa juga dilimpahkan kepada satuan pengawas internal untuk perbaikan sistem atau tindak lanjut berikutnya,” imbuh Budi.
Dugaan Mark-Up Whoosh, Isu Lama yang Tak Pernah Redup
Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) yang kini diberi nama Whoosh memang bukan kali pertama disorot publik. Sejak tahap perencanaan hingga peresmiannya pada 2023 lalu, proyek yang menelan biaya lebih dari Rp 100 triliun itu kerap diterpa isu pembengkakan anggaran (cost overrun) dan ketidakefisienan.
Beberapa kalangan menilai, pembengkakan biaya itu mengindikasikan adanya potensi penyimpangan dalam pengelolaan dana proyek. Namun hingga kini, belum ada hasil penyelidikan resmi dari lembaga antikorupsi.
Kini, ketika Mahfud MD sosok yang dikenal vokal dan berintegritas ikut menyoroti dugaan mark-up, perdebatan publik pun kembali memanas. Bukan hanya tentang angka, tetapi juga soal bagaimana lembaga penegak hukum merespons informasi dugaan pelanggaran hukum yang muncul di ruang publik.
Analisis: Ujian untuk KPK di Tengah Turunnya Kepercayaan Publik
Pernyataan Mahfud bisa dibaca sebagai kritik moral terhadap KPK yang dinilai kehilangan refleks penegak hukum yang proaktif. Dalam konteks hukum pidana, aparat tidak harus menunggu laporan formal jika sudah ada indikasi kuat terjadinya tindak pidana.
Kasus ini bisa menjadi tolok ukur baru bagi KPK: apakah lembaga itu masih mampu bertindak cepat dan independen, atau justru semakin birokratis dan berhati-hati hingga melambat dalam menindak dugaan korupsi besar.
(T)
#MahfudMD #Korupsi #MarkUp #Whoosh #Nasional #KPK