Breaking News

Massa Demo Hari Tani Kepung Gedung DPR, Bawa Hasil Bumi hingga Pukul Kentongan Beramai-ramai

Massa Demo Hari Tani Kepung Gedung DPR, Bawa Hasil Bumi hingga Pukul Kentongan Beramai-ramai

D'On, Jakarta
– Suasana di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, mendadak riuh pada Rabu siang (24/9/2025). Ribuan massa aksi memperingati Hari Tani Nasional 2025 dengan menggelar unjuk rasa besar-besaran. Mereka datang membawa berbagai atribut perjuangan, mulai dari bendera, spanduk, poster, hingga hasil bumi—singkong, sayur-mayur, dan umbi-umbian—yang diletakkan di depan gerbang utama Kompleks Parlemen sebagai simbol jeritan petani.

Sejak pukul 09.16 WIB, arus massa mulai memadati Jalan Gatot Subroto arah Slipi. Aparat kepolisian pun menutup akses jalan dan mengalihkan arus lalu lintas demi mengantisipasi kepadatan. Polisi lalu lintas dan pasukan pengamanan berjajar rapi, sementara derap langkah massa aksi terus mengalir menuju titik utama.

Di sepanjang perjalanan menuju gerbang DPR, massa tak hanya membentangkan spanduk dengan tulisan bernada protes, tetapi juga memukul kentongan secara kompak. Dentuman kayu bertalu-talu itu menjadi suara perlawanan yang khas, seolah membangunkan nurani para wakil rakyat.

Salah satu spanduk besar bertuliskan:

“Hentikan kriminalisasi pada petani dan aktivis. Jalankan reforma agraria sejati. Tiada demokrasi tanpa reforma agraria.”

Sesampainya di depan gedung DPR, massa langsung menaruh hasil bumi di aspal jalan. Singkong, cabai, sayuran hijau, hingga umbi-umbian tersusun sebagai simbol kekuatan rakyat tani. Sebagian massa berbaris rapi di depan mobil komando, sementara orator secara bergantian menyampaikan tuntutan di atas pengeras suara.

Tuntutan Petani: Reforma Agraria yang Sejati

Unjuk rasa kali ini bukan sekadar peringatan Hari Tani, tetapi juga bagian dari agenda besar 139 organisasi petani, nelayan, buruh, mahasiswa, dan gerakan masyarakat sipil yang tergabung dalam Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).

Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika, sebelumnya menegaskan bahwa aksi ini adalah momentum menagih janji negara yang selama 65 tahun Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960 tak pernah dijalankan sepenuhnya.

“Melalui aksi ini, para petani akan menyampaikan sembilan tuntutan perbaikan atas 24 masalah struktural agraria yang hingga kini tidak terselesaikan, akibat agenda reforma agraria yang diabaikan lintas rezim pemerintahan,” ujar Dewi Kartika dalam konferensi pers, 21 September 2025 lalu di Jakarta.

Menurut KPA, masalah agraria yang mengakar mencakup ketimpangan penguasaan tanah, kriminalisasi petani dan aktivis, perampasan lahan oleh korporasi, hingga konflik berkepanjangan antara rakyat dengan perusahaan tambang, perkebunan, dan kehutanan.

12 Ribu Petani Kepung Jakarta, 13 Ribu Lainnya Bergerak Serentak di Daerah

Data KPA mencatat, sekitar 12 ribu petani hari ini bergerak menuju Jakarta. Mereka datang dari berbagai wilayah Jawa Barat dan Banten, antara lain:

  • Serikat Petani Pasundan dari lima kabupaten: Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, dan Pangandaran.
  • Serikat Petani Majalengka.
  • Serikat Pekerja Tani Karawang.
  • Pemersatu Petani Cianjur.
  • Paguyuban Petani Suryakencana Sukabumi.
  • Pergerakan Petani Banten.
  • Serikat Tani Mandiri Cilacap.

Tak hanya di Jakarta, gelombang aksi juga berlangsung di belasan kota lain secara serentak. Mulai dari Aceh Utara, Medan, Palembang, Jambi, Bandar Lampung, Semarang, Blitar, Jember, Makassar, Palu, Sikka, Kupang, hingga Manado. Total ada sekitar 13 ribu petani yang berpartisipasi di luar Jakarta, menunjukkan bahwa isu reforma agraria adalah persoalan nasional, bukan hanya lokal.

Simbol Perlawanan dari Tanah

Aksi membentangkan hasil bumi dan memukul kentongan bukan tanpa makna. Hasil bumi adalah simbol sumber kehidupan rakyat yang kini kerap terancam hilang akibat alih fungsi lahan dan perampasan tanah. Sedangkan kentongan, dalam budaya desa, adalah tanda bahaya, tanda berkumpul, sekaligus seruan perlawanan.

Dengan dentuman kentongan di depan Gedung DPR, para petani ingin mengirim pesan tegas: bahwa krisis agraria adalah tanda bahaya bagi bangsa ini.

Jalanan Macet, Gedung DPR Terkepung

Pantauan lapangan memperlihatkan Jalan Gatot Subroto di depan gerbang DPR menjadi lautan manusia. Kendaraan dialihkan, sementara massa memenuhi ruas jalan dengan tertib. Aparat kepolisian tetap berjaga, membentuk pagar betis, memastikan aksi berjalan aman dan terkendali.

Suasana di depan DPR siang ini bak panggung besar perjuangan rakyat. Spanduk-spanduk berwarna mencolok, kentongan yang bertalu, dan hasil bumi yang berserak di aspal menjadi saksi bisu perlawanan kaum tani terhadap ketidakadilan struktural yang mereka alami.

Pesan Kuat untuk Wakil Rakyat

Hari Tani Nasional yang jatuh setiap 24 September sejatinya menjadi refleksi sejarah disahkannya UUPA 1960 sebagai tonggak keadilan agraria di Indonesia. Namun, bagi para petani yang turun ke jalan, tanggal itu juga menjadi momen untuk mengingatkan bahwa janji-janji reforma agraria masih jauh dari kenyataan.

Dengan duduk di depan Gedung DPR, massa petani, buruh, mahasiswa, dan masyarakat sipil hari ini mengirimkan pesan sederhana namun kuat:
“Tanah untuk rakyat, reforma agraria untuk demokrasi, dan keadilan agraria untuk masa depan Indonesia.”

(Okz)

#DemoHariIni #DemoTani #Demonstrasi