Breaking News

Duit Masyarakat Raib Rp 4,6 Triliun Akibat Penipuan Digital, OJK Beberkan Cara Terhindar dari Modus Scam

Ilustrasi penipuan melalui smartphone. Foto: panuwat phimpha/Shutterstock

D'On, Jakarta
– Fenomena penipuan digital di Indonesia kini semakin meresahkan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, sejak November 2024 hingga 17 Agustus 2025, masyarakat Indonesia sudah merugi hingga Rp 4,6 triliun akibat berbagai modus scam atau penipuan keuangan digital.

Jumlah kerugian tersebut tercatat melalui laporan yang masuk ke Indonesia Anti-Scam Centre (IASC), pusat pengaduan resmi yang dibentuk OJK untuk menampung keluhan masyarakat terkait maraknya penipuan.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengaku kaget dengan lonjakan kasus ini.

“Waktu awal kami membentuk pusat pengaduan anti-scam, hasil studi selama 1,5 tahun menunjukkan kerugian masyarakat sekitar Rp 2 triliun. Namun dalam waktu kurang dari satu tahun sejak IASC beroperasi, angka kerugian justru melonjak menjadi Rp 4,6 triliun. Ini luar biasa besar,” ungkap Friderica dalam acara Indonesia Digital Bank Summit 2025 dan Launching Kampanye Nasional Waspada Penipuan dan Keuangan Ilegal di Jakarta, Selasa (19/8).

Lonjakan Laporan Harian, Kalahkan Negara Tetangga

Data IASC menunjukkan, rata-rata ada 700–800 laporan kasus scam per hari di Indonesia. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan negara lain di kawasan Asia:

  • Singapura: rata-rata 140 laporan per hari
  • Hong Kong: 124 laporan per hari
  • Malaysia: 130 laporan per hari

Dari ribuan laporan tersebut, OJK berhasil mengidentifikasi 359 ribu rekening yang terindikasi terlibat aktivitas penipuan. Dari jumlah itu, sekitar 72 ribu rekening sudah diblokir, sehingga dana masyarakat senilai Rp 349,3 miliar berhasil diselamatkan.

Meski begitu, jumlah tersebut hanya sebagian kecil dari total kerugian. Friderica menegaskan, sindikat penipuan kini tidak hanya menggunakan jalur rekening bank, tetapi juga memanfaatkan marketplace, dompet digital, hingga aset kripto untuk mengalirkan hasil kejahatannya.

Modus Penipuan Kian Canggih

OJK menyoroti bahwa modus scam terus berkembang seiring pesatnya transformasi digital. Beberapa pola yang sering ditemukan antara lain:

  • Phishing: korban diarahkan untuk mengisi data pribadi di tautan palsu.
  • Social engineering: pelaku berpura-pura menjadi pihak resmi untuk meyakinkan korban agar mentransfer dana.
  • Penipuan investasi bodong: menjanjikan keuntungan cepat dan besar tanpa risiko.
  • Penggunaan akun palsu: akun media sosial atau aplikasi yang meniru lembaga resmi dengan tampilan profesional.

“Kalau dulu orang hanya ditipu lewat telepon atau SMS, sekarang penipu memanfaatkan kecanggihan teknologi. Mereka bisa masuk lewat aplikasi, media sosial, bahkan kripto. Ini membuat masyarakat harus ekstra hati-hati,” tegas Friderica.

Cara Terhindar dari Modus Scam

Melihat maraknya kasus, OJK mengimbau masyarakat agar lebih waspada. Ada beberapa langkah penting yang bisa dilakukan untuk melindungi diri dari penipuan digital:

  1. Aktifkan fitur anti-scam di ponsel dan aplikasi, serta segera blokir nomor mencurigakan.
  2. Cek keaslian akun resmi, jangan hanya percaya pada tampilan profesional atau logo instansi.
  3. Tutup rekening tidak aktif agar tidak dimanfaatkan pihak tidak bertanggung jawab.
  4. Jaga kerahasiaan data pribadi, jangan sembarangan isi tautan atau formulir yang tidak jelas.
  5. Hindari penggunaan Wi-Fi publik untuk transaksi keuangan, karena rawan disusupi pencuri data.
  6. Jangan asal klik tautan atau file dari nomor tak dikenal, dan rutin ganti password akun finansial.
  7. Waspadai permintaan transfer uang dari orang yang baru dikenal di dunia maya.
  8. Periksa legalitas lembaga keuangan, pastikan terdaftar di OJK dengan prinsip “Legal & Logis”.
  9. Batasi izin aplikasi keuangan hanya pada fitur relevan seperti kamera atau lokasi.
  10. Hindari transfer ke pihak asing yang tidak dikenal dan tidak jelas kredibilitasnya.

Edukasi dan Kewaspadaan Jadi Kunci

Menurut OJK, kunci utama untuk memutus rantai penipuan adalah edukasi dan kewaspadaan masyarakat. Semakin banyak masyarakat memahami pola dan modus scam, semakin kecil peluang mereka terjebak.

OJK juga mendorong perbankan, fintech, dan penyedia layanan keuangan digital untuk meningkatkan keamanan sistem sekaligus memperkuat literasi finansial di masyarakat.

“Teknologi bisa menjadi peluang, tapi juga ancaman. Karena itu, masyarakat harus lebih bijak, kritis, dan berhati-hati. Jangan mudah percaya, selalu periksa, dan pastikan transaksi dilakukan di jalur resmi,” tutup Friderica.

Kasus penipuan digital dengan kerugian Rp 4,6 triliun ini menjadi peringatan keras bahwa siapa pun bisa menjadi korban. Masyarakat dituntut lebih cerdas menghadapi dunia digital yang penuh peluang sekaligus jebakan.

(Mond)

#OJK #Scamming #Finansial #Penipuan