Pandji Pragiwaksono Dijatuhi Sanksi Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Rp2 Miliar untuk Menebus Luka Budaya

Stand up komedian Panji Pragiwaksono
D'On, Jakarta - Stand Up Komedian Pandji Pragiwaksono akhirnya menerima konsekuensi paling berat dalam kariernya bukan dari dunia hiburan, tapi dari dunia adat Toraja yang selama berabad-abad menjaga kehormatannya melalui hukum leluhur.
Sanksi adat dijatuhkan oleh Tongkonan Adat Sang Torayan (TAST) setelah materi lawakan Pandji dianggap melecehkan nilai-nilai paling sakral dalam kehidupan masyarakat Toraja: upacara kematian.
Tak main-main, sanksi itu mencakup 48 ekor kerbau, 48 ekor babi, serta uang tunai Rp2 miliar. Semua harus dipersembahkan sebagai bentuk pemulihan keseimbangan spiritual dan sosial yang diyakini telah terganggu akibat pernyataannya.
“Lolo Patuan” dan Kewajiban Menebus Luka
Ketua Umum TAST, Benyamin Rante All, menjelaskan bahwa keputusan ini diambil berdasarkan prinsip adat “lolo patuan” sebuah konsep yang bermakna pengorbanan untuk menebus keseimbangan antara dunia manusia dan dunia roh leluhur.
“Persembahan ini bukan sekadar simbol materi, tetapi lambang pemulihan keseimbangan antara dunia manusia dan dunia arwah,” ujarnya, dikutip dari akun Instagram @torajainfo, Sabtu (8/11/2025).
Menurut Benyamin, 48 kerbau dan 48 babi yang harus diserahkan Pandji bukan angka acak. Dalam tradisi Toraja, angka-angka tersebut mencerminkan tingkat keseriusan pelanggaran adat serta besarnya upaya yang harus dilakukan untuk mengembalikan kehormatan komunitas yang tersinggung.
Selain itu, uang Rp2 miliar dianggap sebagai bagian dari sanksi moral, atau dalam istilah adat disebut “lolo tau” bentuk tanggung jawab sosial terhadap masyarakat yang martabatnya telah dilukai.
“Dana ini akan kami gunakan untuk kegiatan adat, pendidikan budaya, serta pemulihan simbol-simbol adat Toraja yang dianggap tercemar akibat pernyataan Pandji,” tambah Benyamin.
Pandji: Dari Lawakan ke Penyesalan
Beberapa hari sebelum sanksi dijatuhkan, Pandji telah menyampaikan permintaan maaf secara terbuka. Dalam unggahan di akun Instagram-nya pada Selasa (4/11/2025), ia menyatakan kesiapannya menghadapi dua jalur penyelesaian: hukum negara dan hukum adat.
“Saat ini ada dua proses hukum yang berjalan proses hukum negara, karena adanya laporan ke kepolisian, dan proses hukum adat,” tulisnya.
Pandji menambahkan, ia telah berdiskusi dengan tokoh adat Rukka Sombolinggi, yang menegaskan bahwa penyelesaian adat hanya bisa dilakukan di tanah Toraja.
Ia pun menyatakan siap datang langsung ke Toraja untuk menjalani sidang adat secara terbuka.
“Saya menyesal atas apa yang terjadi dan siap datang untuk menjalani proses adat. Saya berharap masyarakat Toraja berkenan memaafkan saya,” ungkapnya dalam unggahan berikutnya.
Lawakan yang Berujung Petaka
Semua bermula dari video stand up comedy Pandji yang berjudul “Mesakke Bangsaku”. Dalam salah satu segmen, ia menyinggung tradisi pemakaman Toraja yang dikenal megah dan penuh biaya. Pandji berkelakar bahwa karena tradisi tersebut, “orang Toraja bisa jatuh miskin demi upacara kematian.”
Candaan itu memicu gelombang kemarahan terutama karena upacara kematian (rambu solo’) adalah ritual paling suci dalam adat Toraja, simbol penghormatan tertinggi kepada leluhur.
Bagi masyarakat Toraja, ucapan Pandji bukan sekadar lelucon yang tidak lucu, melainkan penghinaan terhadap jantung budaya mereka. Dari sinilah, Aliansi Pemuda Toraja kemudian melaporkannya ke Mabes Polri, dengan dugaan penghinaan dan ujaran bernuansa SARA.
Sanksi yang Lebih dari Sekadar Denda
Bagi orang luar, sanksi 48 kerbau dan 48 babi mungkin terdengar berlebihan. Namun bagi masyarakat Toraja, sanksi itu adalah cara leluhur menegakkan keadilan tanpa kebencian.
Kerbau dan babi dalam adat Toraja bukan hanya hewan persembahan mereka adalah penghubung antara manusia dan roh nenek moyang. Menyembelihnya berarti mengembalikan harmoni yang terguncang.
Sementara uang Rp2 miliar akan dikelola lembaga adat untuk pendidikan budaya, pemberdayaan generasi muda Toraja, dan pemulihan simbol-simbol adat yang dianggap tercemar oleh pernyataan Pandji.
“Kami tidak sedang mencari keuntungan materi. Kami hanya ingin budaya kami dihormati,” tegas Benyamin Rante All.
Pelajaran dari Seorang Komedian
Kasus ini menjadi pengingat keras bagi siapa pun yang bermain di dunia hiburan dan humor. Bahwa di negeri dengan ratusan suku dan ribuan adat seperti Indonesia, batas antara lelucon dan penghinaan bisa sangat tipis.
Pandji kini berada di persimpangan antara penyesalan pribadi dan tanggung jawab sosial. Ia sudah meminta maaf, namun adat Toraja mengajarkan bahwa maaf sejati baru sah bila diikuti dengan tindakan nyata yakni pemulihan keseimbangan yang terganggu.
Ketika akhirnya ia datang ke Toraja dan menjalani prosesi adat itu nanti, bukan hanya Pandji yang akan diuji tetapi juga bagaimana bangsa ini memaknai humor, penghormatan, dan kebudayaan.
(K)
#StandupKomedi #PandjiPragiwaksono #Hukum #Adat #Penghinaan