KPK Tegaskan Penyelidikan Kasus Whoosh Tak Akan Berhenti, Meski Prabowo Siap Tanggung Utang

Ilustrasi Gedung KPK
D'On, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa penyelidikan dugaan korupsi proyek kereta cepat Whoosh tidak akan berhenti, meskipun Presiden Prabowo Subianto sudah menyatakan kesediaannya untuk menanggung beban utang proyek yang menjadi simbol megah warisan era Presiden Joko Widodo itu.
Pernyataan tegas ini datang langsung dari Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, yang memastikan bahwa lembaganya tetap berjalan sesuai mandat hukum tanpa terpengaruh oleh dinamika politik atau keputusan eksekutif mana pun.
“Penyelidikan tetap berjalan. Sifat penyelidikan itu untuk mencari tahu, apakah ada atau tidak perbuatan pidana di balik sebuah proyek. Kalau tidak ada, selesai. Tapi kalau ada, tentu kami akan sampaikan ke Presiden bahwa di sana ada perbuatan yang dikualifikasi sebagai tindak pidana korupsi,” tegas Tanak di Jakarta, Kamis (6/11/2025).
Tanak menyebut, pihaknya percaya Presiden Prabowo merupakan sosok yang menjunjung tinggi pemberantasan korupsi. Hal itu, katanya, tercermin jelas dalam Asta Cita delapan misi besar pemerintahan Prabowo-Gibran khususnya poin ketujuh yang menekankan komitmen kuat terhadap penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
“Saya yakin beliau pro terhadap pemberantasan korupsi. Jadi kalau hasil penyelidikan nanti menunjukkan ada cukup bukti, saya percaya Presiden juga akan menghormati proses hukum,” ujar Tanak.
Ia menambahkan, KPK tidak memiliki larangan untuk menelisik proyek mana pun yang berpotensi mengandung unsur tindak pidana. Bagi lembaga antirasuah itu, penyelidikan adalah pintu pertama menuju kepastian hukum baik untuk memastikan ada tindak pidana, maupun membuktikan bahwa dugaan itu tidak berdasar.
“Justru bagus kalau diselidiki. Dengan begitu, ada kepastian hukum. Kalau ternyata tidak ada indikasi korupsi, publik pun tahu dan tidak ada kecurigaan lagi,” jelasnya.
Tanak mengungkapkan, sejumlah pihak telah dimintai keterangan terkait proyek yang digarap oleh konsorsium Indonesia–China itu. Namun ia enggan membeberkan siapa saja pihak yang sudah diperiksa, dengan alasan menjaga kerahasiaan proses penyelidikan.
Penyelidikan Diam-Diam Sejak Awal Tahun
Penegasan Tanak itu sejalan dengan keterangan Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, yang mengonfirmasi bahwa penyelidikan proyek kereta cepat Whoosh telah dimulai sejak awal 2025.
“Benar, saat ini sudah pada tahap penyelidikan,” ujar Asep singkat, Senin (27/10/2025).
Sementara itu, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa penyelidikan dilakukan secara hati-hati dan berlapis. Menurutnya, tim penyelidik masih terus mengumpulkan informasi dan dokumen penting untuk memastikan ada tidaknya dugaan markup atau penyalahgunaan anggaran dalam proyek yang disebut-sebut menelan biaya hingga Rp 113 triliun itu.
“Prosesnya masih berjalan. Kami beri ruang bagi penyelidik untuk memastikan seluruh data dan keterangan terkumpul. Kami ingin hasil penyelidikan nanti betul-betul solid dan firm,” kata Budi.
Meski belum ada tersangka, langkah KPK ini menandai bahwa proyek kereta cepat yang semula digadang-gadang sebagai simbol kemajuan transportasi Indonesia itu kini masuk ke babak baru: sorotan tajam atas dugaan pemborosan dan penyimpangan dana publik.
Proyek Warisan Jokowi yang Menjadi “Beban” Era Prabowo
Sementara itu, Direktur Indonesia Political Review (IPR), Iwan Setiawan, menilai proyek kereta cepat bukan sekadar warisan infrastruktur, melainkan juga warisan beban finansial bagi pemerintahan baru.
Dalam pandangannya, proyek Whoosh tidak bisa dikategorikan sebagai investasi sosial karena tidak ditujukan langsung untuk kesejahteraan publik melainkan investasi bisnis yang dibiayai oleh dana jumbo dan sarat kepentingan ekonomi.
“Pembangunan kereta cepat ini bukan investasi sosial, tapi investasi bisnis yang memakai dana besar. Jadi harus dipisahkan antara proyek sosial dengan proyek komersial,” tegas Iwan dalam keterangannya, Selasa (4/11/2025).
Lebih jauh, Iwan menyebut bahwa proyek tersebut kini berubah menjadi beban sosial dan politik bagi pemerintahan Prabowo. Selain harus menanggung sisa utang proyek yang membengkak, pemerintahan baru juga harus menjaga agar isu dugaan korupsi di proyek ini tidak menodai citra awal kepemimpinan nasional.
“Proyek ini telah menjadi beban yang ditinggalkan. Pemerintah Prabowo harus sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan soal keberlanjutan dan pengelolaan proyek ini. Jangan sampai keputusan yang diambil justru memunculkan beban politik baru,” ujarnya.
Iwan pun menyerukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh aspek proyek kereta cepat, mulai dari transparansi pembiayaan, tata kelola bisnis, hingga arah komersialisasi ke depan. Ia memperingatkan, tanpa audit terbuka dan pengawasan ketat, proyek tersebut bisa menjadi “bom waktu” bagi keuangan negara dan kepercayaan publik terhadap pemerintahan baru.
“Presiden Prabowo harus berhati-hati. Kalau salah langkah, proyek ini bisa menjadi bumerang politik yang memukul balik reputasi pemerintahannya,” pungkas Iwan.
Babak Baru Pengawasan Proyek Strategis
Pernyataan tegas KPK dan peringatan dari para pengamat menandai satu hal penting: proyek-proyek strategis nasional kini tak lagi kebal dari pemeriksaan hukum.
Proyek Whoosh bukan hanya soal kereta berkecepatan 350 km/jam, melainkan juga cerminan bagaimana negara mengelola dana publik dalam skema bisnis besar.
Di tengah sorotan publik terhadap transparansi dan akuntabilitas proyek-proyek raksasa, langkah KPK ini menunjukkan bahwa upaya pemberantasan korupsi tak berhenti di masa transisi kekuasaan.
Apakah penyelidikan ini akan berujung pada temuan pelanggaran pidana, atau justru membuktikan bahwa proyek Whoosh bersih dari korupsi waktu yang akan menjawab.
Namun satu hal pasti: sorotan terhadap proyek supermahal itu kini tak lagi hanya soal kecepatan keretanya, tetapi juga kecepatan hukum dalam menemukan kebenaran di baliknya.
(L6)
#Korupsi #KeretaCepatWhoosh #KPK #KorupsiKeretaCepatWhoosh