Dermaga Rp24,9 Miliar Amblas di Mentawai: Proyek Gagal, Negara Rugi, dan Penyidikan yang Belum Menemukan Tersangka
Dermaga Pelabuhan Bajau di Kecamatan Siberut Barat, Kabupaten Kepulauan Mentawai tampak amblas akibat pekerjaan konstruksi yang diduga tidak sesuai spesifikasi. |
D'On, Kepulauan Mentawai — Proyek yang seharusnya membuka isolasi wilayah kini justru menyisakan puing dan dugaan korupsi.
Di atas laut lepas Siberut Barat, berdiri sisa-sisa dermaga yang kini tak lagi kokoh. Beton yang dulunya menjadi simbol harapan konektivitas masyarakat Mentawai kini amblas sedalam 1,7 meter tenggelam bersama kepercayaan publik terhadap proyek pembangunan yang menghabiskan anggaran hingga Rp24,9 miliar dari kas negara.
Proyek pembangunan Dermaga Pelabuhan Bajau, yang dibiayai oleh APBN Tahun Anggaran 2019 dan 2020 melalui Kementerian Perhubungan RI (Ditjen Perhubungan Laut), seharusnya menjadi pintu baru bagi pergerakan logistik dan perekonomian masyarakat pesisir. Namun, harapan itu kandas. Dermaga yang mestinya menjadi urat nadi transportasi laut justru gagal berfungsi akibat kerusakan struktural yang fatal.
Dari Proyek Harapan Menjadi Proyek Gagal
Proyek senilai hampir Rp25 miliar ini digadang-gadang sebagai salah satu langkah strategis pemerintah pusat memperkuat jalur laut di Kepulauan Mentawai wilayah yang bergantung penuh pada transportasi laut untuk distribusi barang dan kebutuhan pokok.
Namun, hanya beberapa waktu setelah rampung, dermaga itu amblas. Tiang pancang tak kuat menopang beban, dan struktur permukaan retak di sana-sini. Akibatnya, pelabuhan itu tak bisa digunakan sama sekali. Tak ada kapal yang bersandar, tak ada aktivitas bongkar muat, dan masyarakat sekitar pun kembali bergantung pada pelabuhan lama yang kondisinya seadanya.
“Dermaga tersebut runtuh dan amblas sekitar 1,7 meter, sehingga tidak bisa dimanfaatkan,” ungkap M. Rasyid, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumbar, Jumat (7/11).
Penyelidikan yang Panjang dan Penuh Kehati-hatian
Sejak April 2025, kasus ini telah naik dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan. Artinya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Barat telah menemukan indikasi kuat adanya tindak pidana korupsi dalam proyek tersebut.
Namun hingga kini, belum ada satu pun tersangka yang ditetapkan. Padahal, 20 orang saksi sudah dipanggil dan diperiksa oleh tim penyidik Bidang Pidana Khusus (Pidsus).
“Saksi-saksi yang diperiksa terdiri dari ASN di Dinas Perhubungan dan Kementerian Perhubungan, pihak konsultan perencana, kontraktor pelaksana, pengawas pekerjaan, hingga ahli konstruksi,” jelas Kasidik Pidsus Kejati Sumbar, Lexy Fatharany Kurniawan, yang mendampingi Rasyid.
Menurut Rasyid, penyidik harus bekerja sangat cermat dan berhati-hati agar setiap langkah hukum dapat dipertanggungjawabkan secara sahih. Sebab, dalam kasus proyek infrastruktur bernilai besar seperti ini, penyimpangan bisa muncul dalam berbagai bentuk mulai dari manipulasi volume pekerjaan, spesifikasi material yang tidak sesuai kontrak, hingga rekayasa laporan progres.
Dugaan Pelanggaran: Pekerjaan Tidak Sesuai Kontrak
Berdasarkan temuan awal, sebagian pekerjaan tidak dilakukan sesuai dengan spesifikasi kontrak. Struktur dermaga yang dibangun ternyata jauh dari standar teknis yang seharusnya mampu menahan tekanan gelombang dan arus laut Mentawai yang kuat.
“Dari pemeriksaan di lapangan, diketahui ada pekerjaan yang tidak sesuai kontrak, yang menyebabkan dermaga mengalami amblas sekitar 1,7 meter,” terang Rasyid.
Kerusakan tersebut bukan sekadar kegagalan teknis, melainkan indikasi pelanggaran kontraktual yang serius. Sebab dalam proyek dengan nilai puluhan miliar rupiah, setiap item pekerjaan mestinya diawasi ketat oleh konsultan dan pengawas proyek. Fakta bahwa dermaga bisa rusak secepat itu menimbulkan dugaan kuat adanya praktik korupsi entah dalam bentuk pengurangan kualitas material, pemotongan anggaran, atau kolusi antara pelaksana dan pihak pengawas.
Menanti Audit BPKP: Kunci Penetapan Tersangka
Kini, seluruh mata tertuju pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumbar. Lembaga ini tengah melakukan audit kerugian keuangan negara untuk menghitung berapa besar nilai kerugian akibat proyek gagal tersebut.
“Penyidik masih menunggu hasil audit dari BPKP Sumbar. Hasil perhitungan inilah yang akan menjadi dasar untuk langkah hukum berikutnya, termasuk penetapan tersangka,” tegas Rasyid.
Audit BPKP menjadi elemen krusial, karena tanpa angka pasti kerugian negara, penyidik belum bisa menjerat pihak mana pun dengan pasal korupsi. Namun, penantian itu sudah berlangsung berbulan-bulan. Masyarakat Mentawai pun mulai bertanya-tanya: kapan keadilan akan tiba?
Di Balik Angka, Ada Kepentingan Rakyat
Bagi masyarakat Bajau dan sekitarnya, dermaga itu bukan sekadar proyek. Ia adalah urat nadi ekonomi dan sosial. Tanpa dermaga yang berfungsi, arus barang kebutuhan pokok tersendat, harga logistik melonjak, dan transportasi antarpulau semakin sulit.
“Proyek-proyek pembangunan di daerah kepulauan seperti Mentawai harus benar-benar dijaga karena menyangkut kepentingan publik dan kebutuhan dasar masyarakat,” ujar Rasyid menegaskan.
Kejati Sumbar, katanya, berkomitmen agar setiap rupiah uang negara digunakan sebagaimana mestinya. “Kami ingin memastikan bahwa tidak ada dana publik yang dikorupsi, terutama untuk proyek yang sangat vital bagi masyarakat,” tegasnya.
Pembangunan yang Terhenti, Kepercayaan yang Runtuh
Hingga kini, Dermaga Bajau dibiarkan terbengkalai. Struktur yang amblas menjadi saksi bisu dari bagaimana sebuah proyek bernilai miliaran rupiah bisa gagal total hanya karena kelalaian atau mungkin keserakahan.
Sementara itu, penyidikan terus berjalan di tengah sorotan publik yang semakin tajam. Mentawai masih menunggu keadilan, menunggu siapa yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kerusakan yang bukan hanya merusak beton dan besi, tapi juga merobohkan harapan banyak orang.
(Mond)
#KejatiSumbar #Korupsi #DermagaMentawai
