Eccedentesiast: Senyum yang Menyimpan Luka Sebuah Ungkapan untuk Jiwa yang Tersembunyi
Ilustrasi eccedentesiast (link.to/besetindi)
Dirgantaraonline - Di sudut-sudut percakapan online kita mungkin pernah membaca kata eccedentesiast sebuah kata yang jarang, lembut, dan sekaligus memilukan. Ringkasnya, eccedentesiast merujuk pada seseorang yang menutup luka batinnya dengan tawa atau senyum; seseorang yang tampak baik-baik saja di depan orang lain padahal di dalam hatinya ada kepedihan, pengkhianatan, trauma, atau kekecewaan yang belum sembuh. Namun di balik definisi sederhana itu, tersimpan dunia yang kompleks: jaringan kenangan, rasa malu, keinginan untuk dilindungi, dan kebutuhan untuk tetap bertahan.
Asal kata dan makna yang terasa universal
Kata ini bukanlah istilah medis resmi; ia lebih merupakan label emosional yang dipakai dalam percakapan sehari-hari untuk memberi nama pada pengalaman manusia yang sering terabaikan. Entah bagaimana kata ini menyebar, yang jelas ia menangkap satu fenomena yang sangat manusiawi: kemampuan seseorang untuk menampilkan wajah yang aman dan ramah sementara di dalam rumah batinnya ada pergulatan.
Memberi nama pada pengalaman ini bukan sekadar bermain kata. Nama memberi pengakuan. Dan pengakuan itu sendiri bisa menjadi langkah pertama menuju pemahaman dan penyembuhan.
Mengapa orang menjadi eccedentesiast?
Ada banyak alasan seseorang memilih senyum sebagai topeng:
- Perlindungan diri. Menampilkan emosi negatif sering kali membuat seseorang rentan terhadap penilaian, penolakan, atau eksploitasi. Senyum menjadi tameng.
- Menghindari beban pada orang lain. Banyak orang memendam kesedihan karena tidak ingin membebani keluarga atau teman.
- Norma sosial. Di lingkungan tertentu, menunjukkan masalah pribadi dianggap tabu atau lemah.
- Kebiasaan dan pelatihan sejak kecil. Anak-anak yang belajar menekan emosi untuk menenangkan orang dewasa sering tumbuh menjadi orang dewasa yang terbiasa menyembunyikan perasaan.
- Ketidakmampuan mengurai trauma. Ketika seseorang tidak memiliki alat atau dukungan untuk memproses luka, mereka memilih kelangsungan fungsi sosial sebagai strategi bertahan.
Tanda-tanda yang mungkin terlihat
Membedakan senyum yang tulus dari senyum yang menyimpan luka bukan selalu mudah karena itulah ia menipu. Namun ada beberapa indikator yang bisa menjadi petunjuk:
- Senyum yang kontras dengan bahasa tubuh (mata tampak kosong atau letih).
- Humor berlebihan untuk menutupi ketidaknyamanan.
- Menghindari kedekatan emosional walau tampak ramah.
- Perubahan tidur, nafsu makan, atau energi yang tidak sejalan dengan ekspresi luarnya.
- Cepat marah atau mudah tersinggung dalam situasi yang sepele.
- Kecenderungan untuk meminimalkan atau menertawakan pencapaian sendiri.
Perlu ditekankan: memiliki salah satu tanda di atas bukan berarti seseorang "munafik" atau "pura-pura". Mereka sedang menggunakan strategi yang mungkin bertahan lama dan membuat mereka tetap berfungsi di tengah kerapuhan.
Dampak jangka panjang bukan sekadar akting sesaat
Menutup luka terus-menerus memiliki konsekuensi nyata:
- Isolasi emosional. Orang lain mengira semuanya baik-baik saja, sehingga dukungan yang dibutuhkan tidak pernah datang.
- Kelelahan mental. Menjaga topeng memakan energi dan menimbulkan kecemasan serta kelelahan kronis.
- Gangguan hubungan. Kedekatan sejati sulit tercapai jika seseorang tak pernah menunjukkan sisi rapuhnya.
- Kesulitan mencari bantuan profesional. Karena tampak "baik-baik saja", mereka mungkin tidak mendapat perhatian medis atau psikologis yang diperlukan.
Cara menolong diri sendiri: langkah-langkah praktis
Jika Anda mengenali diri sendiri dalam kata ini, ada jalan untuk meringankan beban bukan dengan menghilangkan tanggung jawab hidup, tetapi dengan memberi diri izin untuk menjadi manusia.
- Mulai memberi nama perasaan. Tuliskan tiga emosi yang Anda rasakan hari ini — tanpa menilai. Menulis memberi penjarakan antara pengalaman dan identitas.
- Cari satu orang aman. Pilih satu teman atau keluarga yang sekiranya bisa dipercaya, lalu ceritakan sedikit cukup satu hal. Uji aman.
- Bataskan topeng di ruang publik. Anda tidak perlu membuka diri ke semua orang, namun coba biarkan sedikit kebocoran di hubungan yang aman.
- Jaga rutinitas tubuh. Tidur cukup, makan teratur, dan olahraga ringan membantu kestabilan emosi.
- Latih kehadiran (mindfulness). Latihan singkat 5–10 menit per hari untuk mengenali napas dan perasaan dapat menurunkan kecemasan.
- Pertimbangkan bantuan profesional. Terapi bukan tanda kelemahan ia adalah alat. Terapis membantu mengurai pola lama dan membangun strategi baru.
Bagaimana menjadi teman yang mendukung?
Untuk yang memperhatikan orang lain yang tampak selalu tersenyum: jangan meremehkan kata-kata sederhana. Sikap dan kata-kata yang bisa sangat berarti:
- “Aku di sini, kapanpun kamu butuh.”
- “Aku tidak akan menghakimi jika kamu mau bercerita.”
- Tanyakan, dengarkan, dan biarkan mereka mengatur tempo. Kadang tanda perhatian kecil (pesan singkat, ajakan kopi) membuka ruang.
Hindari kalimat seperti “Kenapa kamu tidak bilang?” atau “Setiap orang punya masalah” kalimat itu sering membuat orang semakin menutup diri.
Kisah singkat bayangkan sebuah momen
Bayangkan Rina: setiap pagi ia tersenyum, bercanda di kantor, selalu jadi orang yang menenangkan. Malamnya ia duduk sendiri di balkon, memegang cangkir teh sambil menatap langit, menahan tangis karena perpisahan yang belum usai. Suatu hari seorang rekan melihat Rina melewatkan makan siang, duduk dengannya, dan berkata pelan: “Kamu baik-baik saja? Aku curiga kamu sedang capek.” Rina menangis di hadapannya bukan karena jawaban instan, tapi karena untuk pertama kali ada yang menanyakan, bukan sekadar berasumsi. Itu membuka pintu kecil menuju bantuan dan belahan beban yang menjadi lebih ringan.
Menutup dengan empati
Menjadi eccedentesiast bukanlah aib. Ia adalah strategi adaptif yang lahir dari kebutuhan untuk bertahan di dunia yang seringkali tidak ramah pada kerentanan. Namun setiap topeng yang kita lepaskan sedikit demi sedikit memberi ruang bagi kejujuran, hubungan, dan penyembuhan.
Jika Anda membaca ini dan merasakan getaran yang familiar: beri diri Anda izin untuk tidak selalu ceria. Beri diri Anda nama, ruang, dan jika perlu, bantuan. Dan jika Anda mengenal seseorang yang selalu tersenyum tanyakan sekali, dua kali, lalu tetap hadir. Kehadiran sederhana bisa menjadi obat yang tak terduga.
(*)
#Eccedentesiast #GayaHidup #Lifestyle